Jalan Panjang Regulasi dan Kelembagaan Riset
Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Bagaimana perjalanan regulasi dan kelembagaan riset di Tanah Air sebelum terbentuk BRIN?

Korps pemusik dengan ban lengan Paspampres memainkan lagu pada acara pelantikan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Iringan lagu ”Bagimu Negeri” yang dimainkan korps pemusik dengan ban lengan Paspampres mengalun di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Lagu instrumental ini mengiringi pemberian ucapan selamat dari Presiden Joko Widodo kepada jajaran Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional yang beberapa saat sebelumnya dilantik.
Pada acara pelantikan tersebut, Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti membacakan Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tersebut di sana nama Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Selanjutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah BRIN. Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto sebagai Sekretaris Dewan Pengarah BRIN. Adapun anggota Dewan Pengarah BRIN terdiri dari Emil Salim, I Gede Wenten, Bambang Kesowo, Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo, dan Tri Mumpuni.

Presiden Joko Widodo melantik Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional di Istana Negara, Rabu (13/10/2021).
Ketika dimintai tanggapan terkait susunan keanggotan Dewan Pengarah BRIN ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang Feri Amsari mengatakan, dirinya merasa agak janggal. Hal ini karena logika hukumnya jadi agak aneh.
Baca juga : Tantangan Substansial dan Administrasi Akan Dihadapi BRIN
BRIN ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. BRIN dibentuk sesuai dengan UU No 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). BPIP ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Adapun di Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Presiden No 78/2021 disebutkan bahwa Ketua Dewan Pengarah BRIN; ”secara ex-officio berasal dari unsur Dewan Pengarah badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila”. Menurut Feri, hal yang dipertanyakan adalah ketika lembaga yang dibentuk oleh UU kemudian diarahkan oleh lembaga yang dibentuk oleh peraturan presiden.
”Secara hierarki peraturan perundang-undangan itu bertentangan. Jadi, memang kuat aspeknya, di kepemimpinan orang-orang yang ada di BPIP itu, relasinya lebih banyak kepentingan politik dibandingkan dengan upaya penguatan riset,” kata Feri.

Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat kepada Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional Megawati Soekarnoputri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Sementara itu, saat ditanya wartawan mengenai dipilihnya Megawati Soekarnoputri—notabene bukan akademisi—sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa hal penting terkait dengan pelaksanaan riset adalah manajemen atau eksekutif. Dalam hal ini, manajemen atau eksekutif dimaksud adalah pelaksana BRIN.
Baca juga : Megawati dan Sejumlah Tokoh Jadi Dewan Pengarah BRIN
”Nah, eksekutifnya, saya, kan, periset tulen. Begitu. Sebaliknya, yang kita perlukan setelah itu adalah dukungan teknokratis dan politis. Itulah sebabnya, ada Dewan Pengarah. Di UU No 11/2019 secara jelas dinyatakan seperti itu,” kata Laksana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Dewan Pengarah BRIN tidak melakukan riset atau tidak masuk ke ranah eksekusi riset. Riset menjadi tanggung jawab Pelaksana BRIN. Namun, Pelaksana BRIN tentu memerlukan dukungan dari sisi teknokratis dan politis karena mengumpulkan semua periset dan unit riset dari semua kementerian. Upaya ini membutuhkan koordinasi yang diakui tidak mudah. ”Itulah sebabnya, Dewan Pengarah ada di situ,” kata Laksana.

Presiden Joko Widodo menyampaikan ucapan selamat pada pelantikan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Kendala fundamental
Laksana menuturkan, tujuan utama pembentukan BRIN adalah untuk menghilangkan kendala atau masalah fundamental terkait critical mass yang sangat rendah. Critical mass yang rendah dimaksud menyangkut sumber daya manusia, infrastruktur, dan juga anggaran.
”Karena apa? Karena kececeran di mana-mana. Kecil-kecil, begitu ya. Nah, sekarang kami sudah mulai mengeksekusi. Seperti teman-teman ketahui, pada 1 September kami sudah mengeksekusi lima lembaga riset utama di negara kita; Kemristek, Batan, BPPT, Lapan, dan LIPI, untuk diintegrasikan ke dalam BRIN. Dari situ saja kita sudah mampu mengumpulkan sumber daya yang luar biasa besar,” kata Laksana.
Baca juga : Kepala BRIN: Integrasi Program Harus Selesai Agustus 2021
Laksana menuturkan, pihaknya selanjutnya akan melakukannya untuk berbagai unit penelitian dan pengembangan di sejumlah kementerian serta lembaga lainnya. ”Kalau dari sisi anggaran, sebenarnya untuk saat ini sudah cukup memadai. Dulu terasa kecil karena semua tersebar di mana-mana,” ujarnya.

Dian Ruscahyanto, anggota tim Difa Elektra, sedang menggerinda besi yang menjadi rangka tempat sampah bintar buatannya, di Solo Techno Park, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (27/9/2021). Tim tersebut beranggotakan para difabel. Hasil inovasinya memperoleh pendanaan untuk diproduksi lebih banyak dari Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Saat ini sudah dilakukan perubahan proses bisnis terkait dengan manajemen anggaran di BRIN sehingga tidak semua hal harus ditanggung periset. Di BRIN ada tujuh deputi yang melayani periset. ”Jadi, dia tidak perlu pusing dengan infrastruktur, operasional, maintenance, dan seterusnya sehingga anggaran yang diperoleh oleh periset itu bisa murni untuk riset, tidak perlu untuk yang lain,” katanya.
Baca juga : Sumbangan Swasta untuk Dana Riset Nasional
Menurut Laksana, perubahan-perubahan seperti itu bisa menjawab fenomena seolah kekurangan anggaran. Kedua, di dalam Dewan Pengarah, secara ex-officio ada Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas. Hal ini bertujuan untuk lebih mengonsolidasikan program-program karena riset pasti lintaskementerian dan lembaga.
”Jadi, bagaimana program-program itu bisa lebih dioptimalkan, yang perlu riset cukup dengan BRIN, sehingga, anggaran secara keseluruhan, lebih efisien. Sebaliknya, anggaran untuk riset bisa ditambah. Jadi, dukungan dari sisi politik maupun dari sisi teknokratis, dari sisi keuangan dan Bappenas, itu juga tecermin dari Dewan Pengarah,” kata Laksana.

Sumber: Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional
Sejarah panjang
Melalui video pada akun Instagram resmi BRIN Republik Indonesia yang diunggah pada 11 Agustus 2021, dapat disimak kilas balik ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia dari tahun 1948-2021. Sejarah riset dan ilmu pengetahuan RI dimulai sejak 1948, yaitu sejak kelahiran Organisatie Voor Natuurwetenschappelijk Onderzoek atau Organisasi Penyelidikan Ilmu Pengetahuan Alam (OPIPA).
Sewindu kemudian, tahun 1956, lahir lembaga riset bernama Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia atau MIPI. UU No 6/1956 mengatur tentang pembentukan MIPI. Lembaga riset ini lahir atas permintaan Presiden Soekarno kepada Sarwono Prawirohardjo yang kemudian menjabat Ketua MIPI.
Syahdan, ketika teknologi atom atau nuklir mulai populer, Pemerintah Indonesia pun berusaha mengembangkannya dengan tujuan damai serta kesejahteraan masyarakat. Hal itu diwujudkan dengan pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom, yakni melalui PP No 65/1958.

Seorang pranata nuklir dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan pengujian kepadatan serbuk pelet dari uranium untuk dijadikan bahan bakar reaktor nuklir di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (11/9/2019).
Lembaga inilah yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional atau Batan. Terbit kemudian UU No 31/1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Tonggak penting penelitian dan pengembangan tenaga atom lainnya ialah peresmian reaktor atom pertama, yaitu Reaktor Triga Mark II di Bandung tahun 1965.
Baca juga : Teknologi Nuklir Medis Masih Potensial Dikembangkan di Indonesia
Bung Karno, di sekitar dekade tahun 1960-an, telah peduli terhadap keterbatasan jumlah ilmuwan pada berbagai bidang teknologi. Alhasil, melalui program beasiswa ikatan dinas, pemerintahan Presiden Soekarno mengirim ribuan pelajar melanjutkan studi di beberapa negara.
Sebuah tonggak dalam perencanaan pembangunan hadir dengan ditetapkannya Ketetapan MPRS Nomor II/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Sistem Semesta Berencana Tahun 1961-1969. Di dalamnya terkandung perencanaan iptek yang dikenal sebagai Visi Iptek 1961-1969.

Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri didampingi Gubernur Lemhannas Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo meresmikan patung Bung Karno yang berada di halaman Gedung Trigatra Lemhannas RI, Kamis (20/5/2021). Peresmian patung itu juga dilakukan bertepatan dengan HUT Ke-56 Lemhannas.
Satu lembaga iptek tertinggi
Pada saat itu Presiden Soekarno menyampaikan bahwa MIPI harus segera diubah menjadi Badan Penelitian Nasional. Menurut dia, lebih baik hanya ada satu lembaga iptek tertinggi di Indonesia untuk menghindari tumpang tindih dan pemborosan anggaran.
Pemerintah kemudian membentuk Departemen Urusan Riset Nasional atau Durenas untuk memperkuat sisi kelembagaan. Posisi MIPI kemudian menjadi di bawah naungan Durenas dengan tugas tambahan membangun serta mengasuh beberapa lembaga riset nasional.
Lebih baik hanya ada satu lembaga iptek tertinggi di Indonesia untuk menghindari tumpang tindih dan pemborosan anggaran.
Sementara itu, pengembangan teknologi kedirgantaraan nasional dimulai dengan dibentuknya Panitia Austronautika. Laman Lapan menyebutkan bahwa Panitia Austronautika ini dibentuk tanggal 31 Mei 1962 oleh Menteri Pertama RI Ir Juanda selaku Ketua Dewan Penerbangan RI dan RJ Salatun selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI.

Sebuah launcher (peluncur roket) buatan Pindad (Perindustrian Angkatan Darat), Jumat (22/4), diserahkan kepada Lapan bertempat di Stasiun Peluncuran Roket Pameungpeuk, Garut. Launcher yang merupakan hasil swasembada dalam negeri itu merupakan duplikat dari sebuah launcher buatan luar negeri. Alat ini mampu mengangkut beban roket 4 ton dan dibuat tahun lalu dengan biaya Rp 15 juta.
Keberhasilan proyek roket yang melibatkan perguruan tinggi dan militer ini kemudian dilanjutkan dengan membentuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan. Terbitlah Keppres No 236/1963 yang menetapkan pembentukan Lembaga Penerbangan dan Angkasaluar Nasional.
Baca juga : Konsolidasikan Lapan, Pengamatan Antariksa Menjadi Prioritas
Pada tahun sama, pemerintah juga membangun National Research Center Cibinong. Gunanya untuk mewadahi bermacam fasilitas riset berbagai bidang ilmu pengetahuan. Perubahan kelembagaan berlangsung dinamis. Pada pertengahan tahun 1960-an, hal itu diawali dengan penggantian dan perubahan status Durenas menjadi Lembaga Riset Nasional atau Lemrenas.
Pada 1967, pemerintah membubarkan Lemrenas dan MIPI melalui Keppres No 128/1967. Selanjutnya, dibentuklah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI melalui Keputusan MPRS No 18/B/1967.

Presiden dan Ny Tien Soeharto, Senin (22/2), meninjau pembangunan Rumah Sakit Kanker di Jalan S Parman 84-85 Jakarta Barat. Pembangunan rumah sakit yang akan mampu menampung 300 tempat tidur ini diharapkan rampung akhir April.
Singkat cerita, kawasan riset terpadu dan terbesar di Indonesia pun kemudian terwujud di Indonesia dengan didirikannya Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong melalui Keppres No 43/1976. Di kawasan ini kemudian, pada kurun 1983-1987, dibangun reaktor nuklir serbaguna GA Siwabessy yang berkapasitas 30 megawatt dan terbesar di Asia Tenggara.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT berdiri dengan Keppres No 25/1978. Pada saat yang sama, BJ Habibie dilantik sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT. Pemerintah Indonesia sempat membentuk lembaga nonstruktural, yakni Dewan Riset Nasional, untuk menggali pemikiran dan pandangan dari pihak berkepentingan dengan perkembangan iptek di Indonesia.
Selanjutnya, melalui Keppres No 59/1989 dibentuklah Badan Pengelola Industri Strategis atau BPIS yang membawahi 10 perusahaan bidang kedirgantaraan, kemaritiman, metalurgi, transportasi, telekomunikasi, dan elektronika. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia atau AIPI pun kemudian didirikan dengan UU No 8/1990.
Baca juga: Datangkan Alat Baru, Eijkman Targetkan 1.000 Spesimen Per Hari
Pada tahun 1992, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, yang sempat ditutup tahun 1960-an, dibuka kembali. Selanjutnya, pada 10 Agustus 1995, pesawat N250 yang sepenuhnya dirancang dan dibangun anak bangsa Indonesia sukses terbang perdana di Bandung. Momentum ini kemudian diabadikan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.

Sebagian pesawat N250 dipamerkan dalam Habibie Festival di Museum Nasional, Jakarta, Minggu (14/8/2016). Pameran yang, antara lain, menampilkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut digelar untuk memperingati ulang tahun ke-80 mantan Presiden BJ Habibie.
Semakin mendekat ke saat ini, memasuki milenium kedua, lahirlah UU No 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Terkini atau UU Sisnas P3 Iptek. Selanjutnya, melalui Perpres No 13/2015 dibentuklah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang mewadahi terciptanya inovasi dengan menyinergikan dunia riset dengan dunia kampus serta mendorong hilirisasi hasil riset pada ekosistem industri.
Berikutnya, terbit UU No 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Undang-undang inilah yang mengamanatkan pembentukan BRIN untuk memastikan ekosistem riset nasional berjalan lebih baik dan maksimal.
Selain mengintegrasikan lembaga riset, BRIN juga mengoordinasikan riset penelitian pengembangan kementerian serta badan penelitian dan pengembangan daerah di seluruh Indonesia. Demikianlah dinamika perjalanan lembaga terkait riset di Indonesia yang telah, sedang, dan akan berjalan di negeri ini.