BRIN Perlu Dukungan Politik dan Teknokratik dari Dewan Pengarah
Pasca Presiden Jokowi melantik Dewan Pengarah BRIN dengan Megawati Soekarnoputri selaku ketuanya, dukungan politis dan teknokratis diperlukan lembaga tersebut agar kerja dan kinerja BRIN benar-benar efektif.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo melantik Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional dengan Megawati Soekarnoputri selaku ketua yang dibantu dua wakil ketua, satu sekretaris, dan enam anggota. Dukungan politis dan teknokratis menjadi hal yang dibutuhkan Badan Riset dan Inovasi Nasional dari Dewan Pengarah tersebut.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dewan Pengarah BRIN terdiri dari satu orang ketua dari unsur Dewan Pengarah badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila atau BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), ditambah dua wakil ketua.
“Dua wakil ketua (tersebut) yaitu ex-officio Menteri Keuangan dan ex-officio Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dan, tujuh anggota dari profesional,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko kepada wartawan seusai pelantikan Dewan Pengarah BRIN oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (13/10/2021).
Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengarah BRIN, Presiden Jokowi mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah BRIN.
Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto sebagai Sekretaris Dewan Pengarah BRIN. Adapun anggota Dewan Pengarah BRIN terdiri dari Emil Salim, I Gede Wenten, Bambang Kesowo, Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo, dan Tri Mumpuni. “Dan kepada yang bersangkutan masing-masing diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara Nanik Purwanti.
“Dua wakil ketua (tersebut) yaitu ex-officio Menteri Keuangan dan ex-officio Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dan, tujuh anggota dari profesional”
Pada kesempatan tersebut Presiden Jokowi melantik dan mengambil sumpah jabatan Dewan Pengarah BRIN. Acara pelantikan kemudian diakhiri pemberian ucapan selamat dari Presiden Jokowi yang diikuti sejumlah tamu undangan terbatas. Hadir dalam acara tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Laksana Tri Handoko menuturkan bahwa sesuai dengan amanat Perpres 78/2021 yang diturunkan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Dewan Pengarah bertugas memberikan arahan, panduan, dalam konteks atau scope (cakupan) lebih besar kepada BRIN. “Saya, sebagai Kepala BRIN, adalah sebagai pelaksana, sebagai eksekutifnya. Kurang lebih seperti itu,” katanya.
Detail akan dibahas pada rapat perdana Dewan Pengarah BRIN yang direncanakan segera dilakukan. “Itu juga sebabnya mengapa Dewan Pengarah terdiri dari berbagai unsur masyarakat. Tidak hanya dari unsur akademisi tetapi juga dari industri dan masyarakat,” kata Laksana.
Terkait pelaksanaan riset, Laksana menuturkan, hal yang penting adalah manajemennya, eksekutifnya. “Nah eksekutifnya, saya, kan periset tulen. Begitu. Sebaliknya, yang kita perlukan setelah itu adalah dukungan teknokratis dan politis. Itu sebabnya ada Dewan Pengarah. Di UU 11/2019 secara jelas dinyatakan seperti itu,” katanya.
Dewan Pengarah tidak melakukan riset atau tidak masuk ke ranah eksekusi riset. Riset menjadi tanggung jawab Pelaksana BRIN untuk melakukannya. Tetapi Pelaksana BRIN tentu memerlukan dukungan dari sisi teknokratis dan politis karena mengumpulkan semua periset dan unit riset dari semua kementerian.
“Itu bukan berarti terus saya melakukan sendiri, saya kan harus mengembalikan layanan riset yang tadinya mereka butuhkan ke kementerian lagi. Dan itu membutuhkan koordinasi yang, sejujurnya, tidak mudah juga. Itulah sebabnya Dewan Pengarah ada di situ,” kata Laksana.
BRIN memerlukan dukungan dari sisi teknokratis dan politis karena mengumpulkan semua periset dan unit riset dari semua kementerian. Hal itu membutuhkan koordinasi yang, sejujurnya, tidak mudah juga. Itulah sebabnya Dewan Pengarah ada di situ. - Laksana Tri Handoko
Menurut Laksana hal ini mirip seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB juga lintaskementerian dan memiliki pula dewan pengarah. “Jadi, sebenarnya, Dewan Pengarah itu fungsinya untuk menjadi payung bagi kita semua supaya semua lebih mudah dikonsolidasikan,” kata Laksana.
Sementara itu Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang Feri Amsari ketika dimintai pandangan menuturkan terasa ada kejanggalan ketika Dewan Pengarah BRIN dipimpin seseorang yang berasal dari BPIP. Logika hukum jadi agak aneh. “Di undang-undang, kan, memang diatur relasi BRIN dan BPIP, yang menurut saya relasinya tidak benar,” katanya.
BRIN ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. BRIN dibentuk sesuai UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). BPIP ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembina Ideologi Pancasila.
“Masak kemudian lembaga yang dibentuk oleh UU kemudian dipimpin (diarahkan) oleh lembaga yang dibentuk oleh PP. Secara hierarki peraturan perundang-undangan itu bertentangan. Jadi, memang kuat aspeknya, di kepemimpinan orang-orang yang ada di BPIP itu, relasinya lebih banyak kepentingan politiknya dibandingkan upaya penguatan riset,” kata Feri.