Kegiatan riset kebencanaan saat ini semakin multidisiplin. Kolaborasi riset bidang geologi dan sosial bahkan dapat sangat mendukung untuk membuktikan suatu fenomena kebencanaan
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Riset dan inovasi terkait bencana sudah dilakukan berbagai disiplin ilmu, mulai dari bidang geosains hingga sosial. Sebagai upaya pengurangan risiko bencana, perlu berbagai kegiatan penguatan kolaborasi riset dan inovasi lintas bidang keilmuan.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan, banyaknya ancaman bencana tidak terlepas dari kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan. Oleh karena itu, riset dan inovasi sangat penting untuk mengakselerasikan pengurangan risiko bencana di Indonesia.
Menurut Lilik, riset terkait bencana di Indonesia saat ini sudah berkembang cukup pesat. Awalnya, penanggulangan bencana hanya melibatkan peneliti dari bidang geosains dan sipil. Namun, sekarang bencana sudah menjadi diskusi multidisiplin ilmu termasuk bidang sosial.
”Kita banyak belajar dari Covid-19 dimana sebenarnya semua disiplin ilmu memiliki peran dalam penanggulangan bencana. Diharapkan ke depan kolaborasi riset dan inovasi lintas bidang sebagai upaya pengurangan risiko bencana dapat tercipta,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk ”Riset dan Inovasi untuk Indonesia Tangguh Bencana”, Kamis (7/10/2021).
Kita akan selalu mengalami kerugian akibat bencana jika masyarakat hanya mengenali kapasitas dan tidak bisa menghadapi ancaman.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Riset Kependudukan Organisasi Riset Sosial Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Herry Yogaswara menyatakan bahwa saat ini perkembangan yang terjadi saat ini membuat kegiatan riset semakin multidisiplin. Hal ini juga telah dilakukan para peneliti untuk mewujudkan Indonesia yang tangguh bencana.
Kolaborasi riset antara peneliti di bidang geologi dan sosial sering dilakukan oleh BRIN. Saat masih berada di naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), peneliti geologi melakukan penggalian tanah untuk membuktikan keberadaan tsunami masa lalu. Pada saat yang bersamaan, peneliti sosial juga menggali data dan informasi dari masyarakat.
”Dengan meninjau berbagai literatur dan dibuktikan dengan ilmu geologi, kami menyimpulkan daerah tersebut pernah terjadi tsunami dengan tingkat kedahsyatan tertentu. Perjumpaan berbagai ilmu sosial dan nonsosial sangat mendukung untuk membuktikan suatu fenomena kebencanaan,” tuturnya.
Plt Kepala Pusat Riset Geoteknologi Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian BRIN Adrin Tohari mengatakan, menciptakan Indonesia yang tangguh bencana harus dilakukan dengan menurunkan kerentanan di masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga harus meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi ancaman bencana.
”Kita tidak perlu takut menghadapi bencana jika mengenali dengan baik ancaman dan kapasitasnya. Namun, kita akan selalu mengalami kerugian akibat bencana apabila masyarakat hanya mengenali kapasitas dan tidak bisa menghadapi ancaman,” ucapnya.
Riset gempa
Adrin mengatakan, data menunjukkan bahwa gempa bumi menjadi bencana yang paling sering menimbulkan korban jiwa yang sangat besar. Dengan riset dan kajian data yang sudah banyak dilakukan para peneliti, kini semua pihak telah mengetahui sejumlah wilayah yang memiliki sumber gempa bumi besar di Indonesia.
Sumber gempa ini banyak berada di zona subduksi wilayah barat Sumatera dan selatan Jawa, serta tumbukan lempeng wilayah Indonesia timur. Sumber gempa di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa cenderung memiliki kedalaman hiposentrum yang sangat dangkal, yaitu 0-100, dan ini cenderung mengakibatkan ancaman tsunami.
Pusat Riset Geoteknologi BRIN yang dulu bernama Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI sudah melakukan berbagai riset dan inovasi untuk melacak sejarah gempa bumi besar. Riset yang dilakukan, antara lain, memantau pergerakan lempeng kerak bumi, mengukur pertumbuhan koral, dan melakukan penggalian tanah.
Melacak sejarah gempa juga dilakukan dengan pendekatan paleotsunami atau melihat endapan tsunami purba di bawah permukaan tanah di wilayah pesisir. Riset ini sudah dilakukan Pusat Riset Geoteknologi sejak 2006 hingga 2020 di pesisir selatan Jawa daerah Lebak, Pangandaran, hingga Pacitan. Hasil riset di Pangandaran berhasil menemukan endapan tsunami purba dan diperkirakan berasosiasi dengan gempa besar 400 tahun lalu.
”Memperkirakan gempa bumi memang sangat sulit dan belum bisa dilakukan sampai saat ini. Akan tetapi, sekarang sudah ada beberapa penelitian yang mencoba untuk mengenali gejala-gejala yang bisa diketahui sebelum gempa bumi besar. Riset ini bertujuan untuk menghasilkan suatu metode memperkirakan gempa bumi dalam jangka pendek,” katanya.