Pembahasan Pemerintah dan DPR Alot, RUU Terancam Dihentikan
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan DPR menghambat pembahasan revisi UU Penanggulangan Bencana.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana terancam dihentikan menyusul perbedaan pandangan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat soal kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Badan Daerah. Jika tidak ada titik temu, DPR mewacanakan akan menghentikan RUU tersebut.
Yang menjadi sumber perbedaan adalah DPR tetap menghendaki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Badan Daerah (BPBD) tetap disebutkan secara eksplisit sebagaimana UU sebelumnya, sedangkan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) versi pemerintah, kelembagaan tidak disebutkan secara eksplisit. Pemerintah hanya menyatakan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan secara sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
”Kita diberi waktu hanya satu masa sidang lagi. Jika di satu masa sidang ini, artinya nanti bulan Desember, kita masih belum bisa menyelesaikan UU ini, maka UU ini akan di-drop,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengawali Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Panitia Kerja Pemerintah untuk RUU Penanggulangan Bencana yang dipimpin Menteri Sosial Tri Rismaharini, Selasa (5/10/2021).
Pada rapat kerja yang juga dihadiri Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, Ace Hasan menegaskan, gara-gara pembahasan RUU Penanggulangan Bencana tidak selesai, Komisi VIII DPR pun tidak bisa membahas UU yang lain. Padahal, Komisi VIII DPR sudah memiliki banyak agenda pembahasan UU lain.
”Kita sudah dua tahun tapi Komisi VIII masih belum menghasilkan produk UU. Padahal, fungsi DPR, ya, legislasi. Selama dua tahun ini, saya, dengan segala hormat kepada bapak ibu sekalian, tidak bisa selesaikan UU ini secara tuntas karena apa? Karena pemerintah bersikeras bahwa BNPB tidak perlu disebutkan,” ujar Ace.
Komisi VIII tetap sepakat untuk memperkuat kelembagaan badan penanggulangan bencana sehingga BNPB dan BPBD haruslah tetap disebutkan dalam RUU Penanggulangan Bencana. ”Jika memang kita masih belum temukan titik temu terkait kelembagaan BNPB, kami terus terang saja sudah wacanakan di Komisi VIII, akan drop UU ini,” kata Ace tegas.
Kita diberi waktu hanya satu masa sidang lagi. Jika di satu masa sidang ini, artinya nanti bulan Desember, kita masih belum bisa menyelesaikan UU ini, maka UU ini akan di-drop.
Menurut Ace, yang terpenting dalam pembahasan RUU Penanggulangan Bencana bukan hanya soal kelembagaan BNPB, melainkan juga bagaimana mempertegas paradigma penanggulangan bencana agar lebih berorientasi pada mitigasi bencana. DPR juga menginginkan ada proses literasi kebencanaan.
”Kita juga ingin pertegas kembali soal perlunya dokumen analisis kebencanaan dalam tata ruang dan pembangunan, karena kita tidak ingin proses pembangunan kita tidak memperhatikan aspek kebencanaan,” tutur Ace. Ia kemudian memberikan kesempatan Kementerian Sosial sebagai wakil pemerintah untuk meminta pandangan presiden dan kementerian terkait tentang penyelenggaraan kebencanaan.
Dalam paparannya, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan sejumlah masukan pemerintah untuk RUU Penanggulangan Bencana. Contohnya, usulan untuk menambah jenis-jenis bencana alam, yang sebelumnya tidak masuk dalam RUU tersebut, yakni bencana alam ekstrem, seperti puting beliung dan samber gledek.
Terkait dengan anggaran bencana, menurut Rismaharini, anggaran bencana (pemerintah pusat) tidak ada batasnya. Sementara anggaran pemerintah daerah minimal 1 persen. Anggaran untuk daerah di luar anggaran yang sudah ada. ”Kami juga mengusulkan ada anggaran mitigasi,” kata Mensos.