Badai Meso di Karimata Picu Langit Berpendar di Menoreh
Badai skala meso yang kuat dan meluas terbentuk di atas lautan di Selat Karimata sebelah barat Kalimantan pada saat pendaran langit di Bukti Menoreh terjadi.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena langit berpendar kehijauan yang teramati di atas Bukit Menoreh, Jawa Tengah, pada Kamis (30/9/2021) pekan lalu, akhirnya terjawab. Fenomena ini diduga disebabkan keberadaan gelombang gravitasi atmosfer yang dipicu oleh badai meso sangat kuat yang terbentuk di atas Selat Karimata, berjarak sekitar 200 kilometer dari Bukit Menoreh.
Peneliti klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-BRIN, Erma Yulihastin, Senin (4/10/2021), mengatakan, badai skala meso yang kuat dan meluas terbentuk di atas lautan di Selat Karimata sebelah barat Kalimantan pada saat pendaran langit di Bukti Menoreh terjadi. Keberadaan badai skala meso ini terekam oleh Satellite-Based Disaster Early Warning System (Sadewa)-BRIN.
”Badai skala meso ini sepanjang hari bergerak seperti pendulum, pada awalnya terbentuk di Sumatera pagi hari lalu menuju timur ke arah Kalimantan melintasi Laut China Selatan hingga sore hari,” kata Erma.
Langit yang berpendar kehijauan juga pernah dilaporkan terjadi di Argentina.
Pada malam hari badai ini bergerak kembali dari Kalimantan menuju laut dan menetap di sana hingga tengah malam. ”Aktivitas badai skala meso yang bergerak bolak-balik seperti pendulum ini kemungkinan yang telah menjadi pengganggu bagi lapisan-lapisan di atmosfer sehingga terbentuklah GGA (gelombang gravitasi atmosfer/atmospheric gravity wave),” katanya.
Erma menambahkan, GGA adalah gelombang gravitasi yang terdapat di atmosfer dengan skala planet yang dapat terbentuk karena suatu gangguan di atmosfer pada suatu lokasi tertentu. Hal ini mengganggu lapisan-lapisan di atmosfer dari permukaan hingga lapisan yang paling tinggi di atmosfer, seperti mesosfer.
Gangguan di atmosfer permukan atau yang terjadi di lapisan troposfer yang diketahui dapat membangkitkan GGA adalah aktivitas konvektif yang menghasilkan awan konveksi yang tinggi (deep convection).
Menurut Erma, langit yang berpendar kehijauan juga pernah dilaporkan terjadi di Argentina, di mana laporannya diterbitkan oleh American Geophysical Union dalam Journal of the Geophyisical Research Atmosphere pada 16 November 2020 (Smith dkk, 2020). Laporan tersebut menjelaskan peristiwa langit glowing yang dapat dilihat oleh mata telanjang di daerah tropis, yaitu di Argentina, Amerika Selatan, pada 17 Maret 2020.
Disebutkan, laporan langit glowing di Argentina menunjukkan GGA yang tampak kehijauan ini berkaitan dengan aktivitas badai skala meso yang terjadi sekitar 100 kilometer dari tempat di mana fenomena itu dapat diamati dengan mata telanjang.
Sirkulasi siklonik
Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto, dalam peringatan dini cuaca tiga harian, memperingatkan, sirkulasi siklonik terpantau di Laut China Selatan yang membentuk daerah konvergensi yang memanjang di sekitar sirkulasi siklonik tersebut.
Sirkulasi siklonik juga terpantau di Samudra Pasifik utara Papua dan di
Australia bagian tengah. Daerah konvergensi lainnya terpantau memanjang dari Sumatera Selatan hingga Jambi, dari perairan selatan hingga perairan utara Jawa Timur, dari Kalimantan Tengah hingga Kalimantan Utara, dari Sulawesi Tengah hingga Gorontalo, dan di Papua.
”Kondisi ini mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan kondisi ini, terdapat sejumlah daerah yang berpotensi dilanda hujan lebat disertai angin kencang dan kilat. Untuk Selasa (5/10/2021), daerah yang berpotensi dilanda hujan lebat ialah Aceh, Banten, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Adapun pada Rabu (6/10/2021) meliputi Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Maluku.