Penanggulangan Perubahan Iklim dan Adaptasi Pascapandemi Jadi Kebutuhan Kota
Kota harus bisa menjawab kebutuhan global akan upaya penanggulangan perubahan iklim serta adaptif terhadap kondisi pascapandemi Covid-19. Ini diperlukan perencanaan yang kuat dan implementatif.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kota-kota di dunia termasuk Indonesia perlu terlibat lebih besar untuk menanggulangi dampak perubahan iklim yang semakin nyata dan dirasakan semua wilayah. Perencanaan tata kota yang menjawab upaya penanggulangan perubahan iklim serta adaptif pascapandemi Covid-19 telah menjadi kebutuhan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengemukakan, fenomena urbanisasi masih terus terjadi dan mayoritas penduduk dunia saat ini tinggal di wilayah perkotaan. Menurut sejumlah kajian, sekitar 55 persen populasi penduduk tinggal di kota pada 2018. Sementara pada tahun 2050 diproyeksikan penduduk yang tinggal di kota meningkat hingga 78 persen.
”Ada berbagai macam angka proyeksi ini, tetapi tren sudah sangat jelas bahwa dunia sedang mengalami urbanisasi dan peran perkotaan sangat penting untuk peradaban kita,” ujarnya dalam diskusi daring terkait kota-kota yang terancam tenggelam akibat perubahan iklim, Kamis (30/9/2021).
Menurut Anies, peran dari sistem tata kelola dan kepemimpinan dalam perkotaan juga sangat penting dalam upaya menanggulangi Covid-19 ataupun kriris iklim. Oleh karena itu, pihak-pihak yang mengelola perkotaan perlu dilibatkan dalam berbagai diskusi dan diplomasi perubahan iklim di tingkat global, seperti Perjanjian Paris (Persetujuan Paris/Paris Agreement) ataupun agenda pembangunan berkelanjutan lainnya.
Tidak akan ada solusi bagi perubahan iklim jika kota-kota di dunia tidak dilibatkan. Jadi, perkotaan harus turut berperan mengurangi emisi karbon di samping memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Pemerintah kota juga dianggap sebagai entitas yang sangat penting untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan. Semua hal tersebut membuat kota-kota di dunia berperan penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca secara global dalam tingkat lokal.
Selain itu, kata Anies, kota juga terus berubah dan bertransformasi ke arah yang lebih baik. Dalam forum Urban 20 Mayors Summit bulan lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyampaikan pandangan terkait kondisi pascapandemi sehingga kota-kota dapat mengantisipasi tantangan yang akan dihadapi ke depan.
Setelah pandemi selesai, Anies memandang bahwa kebutuhan terhadap perumahan yang menunjang produktivitas penghuni akan semakin besar. Sebab, selama pandemi terjadi fenomena yang membuat semua pekerja diharuskan bekerja dari rumah. Untuk itu, ke depan perlu penyediaan perumahan dengan harga terjangkau.
Kondisi selama pandemi, diakui, menyebabkan industri properti mengalami penurunan sehingga kota perlu turut memikirkan masa depan industri ini. Di sisi lain, kota juga harus menyiapkan akses mobilitas berkelanjutan untuk semua masyarakat.
”Kami juga melihat bahwa kota perlu menyikapi transformasi dari sektor lapangan pekerjaan dan peningkatan jumlah anak-anak yatim piatu atau telantar setelah pandemi. Selain itu, selama pandemi, interaksi sosial di masyarakat juga menurun karena kebijakan karantina dan hal ini perlu disikapi bersama,” ucapnya.
Presiden dan CEO World Resources Institute (WRI) Aniruddha Dasgupta mengatakan, tingginya populasi penduduk di perkotaan membuat kota-kota di dunia harus menjadi wilayah yang sehat dengan udara yang bersih sehingga anak-anak juga bisa tumbuh dengan baik. Alasan lain, kota perlu dilibatkan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, yaitu fakta tentang 70 persen produk domestik bruto dunia yang datang dari ekonomi perkotaan.
”Tidak akan ada solusi bagi perubahan iklim jika kota-kota di dunia tidak dilibatkan. Jadi, perkotaan harus turut berperan mengurangi emisi karbon di samping memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Hal terpenting yang harus disiapkan ialah inovasi, produktivitas, lapangan pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan,” katanya.
Aniruddha sepakat bahwa pandemi telah membuka mata semua pihak terkait ketimpangan masyarakat di berbagai dunia. Masyarakat miskin menjadi yang paling terdampak pandemi. Oleh karena itu, pemerintah kota harus mengatasi permasalahan yang ditinggalkan setelah pandemi sekaligus menanggulangi perubahan iklim secara paralel.
”Kita terkadang tidak memiliki sumber daya yang memadai sehingga perlu mengambil solusi yang cerdas untuk mengatasi permasalahan ini secara bersamaan. Lebih dari 5.000 kota di dunia harus mentransformasikan visi baru dengan melibatkan swasta dan pemangku kepentingan lainnya,” katanya, menambahkan.