Utamakan Konservasi dan Edukasi dalam Pengembangan Wisata di Kebun Raya Bogor
Atraksi wisata malam kebun raya bernuansa digital bertajuk GLOW harus tetap mengedepankan pesan konservasi dan edukasi. Pengembangan wisata maupun perbaikan infrastruktur pun dilakukan secara terbatas.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Berbagai atraksi seperti wisata malam yang akan dikembangkan di Kebun Raya Bogor dinilai mengikis marwah tempat konservasi tumbuhan ini. Namun, pengembangan wisata ini diklaim terbatas dan tetap mengedepankan aspek konservasi maupun edukasi.
Direktur Sales dan Marketing PT Mitra Natura Raya (MNR) Bayu Sumarijanto menyampaikan, MNR mendukung semua upaya agar Kebun Raya Bogor (KRB) masuk situs warisan dunia UNESCO. MNR merupakan mitra Pusat Penelitian Konservasi dan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang melebur menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Pengembangan di KRB dilakukan secara terbatas dan tetap mengedepankan aspek konservasi serta edukasi. Atraksi wisata malam kebun raya bernuansa digital bertajuk GLOW yang baru dikembangkan ini bukan hanya sekadar pesta lampu dan hingar bingar, tetapi tetap terdapat pesan konservasi,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (28/9/2021).
GLOW terdiri dari enam zona dan setiap zona memiliki pesan konservasi. Citra setiap tanaman juga akan diangkat dalam setiap zona. Hal ini dilakukan karena dari hasil survei yang dilakukan MNR, 90 persen responden yang merupakan pengunjung KRB tidak mendapatkan aspek edukasi. Mayoritas pengunjung hanya mengedepankan rekreasi.
Pengembangan di KRB dilakukan secara terbatas dan tetap mengedepankan aspek konservasi serta edukasi.
Menurut Bayu, atraksi wisata malam merupakan amanah langsung yang diberikan BRIN kepada MNR untuk memodernisasi pola komunikasi publik. Contoh pola modernisasi komunikasi itu yakni pemasangan kode batang (barcode) pada koleksi tanaman sehingga masyarakat bisa mendapat informasi secara digital dengan melakukan pemindaian.
Bayu menyatakan, tidak semua pengembangan dan perbaikan infrastruktur di KRB dilakukan oleh MNR, tetapi langsung oleh BRIN. Perbaikan itu antara lain jalan batu gico dan perpustakaan. Perbaikan ini di luar tanggung jawab MNR.
“Dari informasi yang kami dapat dari BRIN, perpustakaan tidak jauh dipindahkan yaitu ke lantai tiga dan akan dibuat sangat bagus. Sementara masalah polinator akibat ada atraksi GLOW, saat ini peneliti dari BRIN juga melakukan kajian di KRB secara cepat dan hasilnya segera dirilis,” ucapnya.
Pengembangan sejumlah atraksi dan perbaikan infrastruktur di KRB ini mendapat tanggapan dari sejumlah mantan kepala kebun raya Indonesia. Mereka memberikan catatan dan menyurati pihak terkait di BRIN dan MNR. Mereka memandang pengembangan KRB semakin jauh dari marwah kebun raya sebagai tempat dengan fungsi utama konservasi, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah, dan jasa lingkungan.
Dalam surat tersebut, sejumlah masukan yang dianggap penting untuk ditindaklanjuti pihak BRIN dan MNR antara lain meninjau kembali rencana atraksi GLOW, penghentian pengecoran jalan gico, dan melakukan evaluasi dengan pihak lain. Masukan tersebut diperlukan karena atraksi GLOW dinilai akan mengganggu fungsi serangga polinator dan hewan penyerbuk lainnya.
Membutuhkan inovasi
Dalam keterangannya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menegaskan bahwa kebun raya tetap memiliki lima fungsi utama yaitu konservasi, penelitian, edukasi, wisata, dan jasa lingkungan. Kelima fungsi tersebut membutuhkan inovasi agar kebermanfaatannya optimal dirasakan publik.
Menurut Handoko, kegiatan komersial di kebun raya sudah ada sejak dulu seperti pembangunan cafe, tempat penginapan, hotel, dan fotografi komersil. Namun, hal yang membedakan saat ini yaitu komersialisasi kebun raya dilakukan oleh mitra dengan relasi bisnis yang jelas. Ini dilakukan agar pendapatan negara lebih optimal serta pengelolaannya transparan dan akuntabel.
Saat ini, terdapat tiga pihak pengelola di dalam kebun raya. Pertama Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya untuk unit riset dan periset. Kedua, Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Laboratorium dan Kawasan Sains dan Teknologi BRIN untuk pengelolaan laboratorium riset. Ketiga, Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Koleksi untuk pemeliharaan koleksi.
“Pembagian pengelola ini sebagai upaya untuk menempatkan semua pihak sesuai porsi dan fungsinya. Hal terpenting yaitu memastikan para periset dan unit riset dapat fokus melakukan riset tanpa dibebani pengelolaan infrastruktur secara keseluruhan,” katanya.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN Yan Rianto menegaskan, sampai saat ini tidak ada bangunan tambahan di KRB. Pembangunan hanya dilakukan untuk rumah anggrek yang sudah direncanakan oleh para periset sejak beberapa tahun lalu. Pembangunan juga dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Adapun pembongkaran lapangan tenis berbeton dan beberapa bangunan tua lainnya bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan resapan air.
Sementara terkait atraksi GLOW, Yan menyatakan bahwa program tersebut terinspirasi dari berbagai kebun raya di luar negeri yang mengadakan wisata malam. Kebun raya di dunia yang memiliki program serupa yakni Desert Botanical Garden (Phoenix, Arizona), Singapore Botanic Gardens (Singapura), Fairchild Tropical Botanic Garden (Miami, Amerika Serikat), Atlanta Botanical Garden (Atlanta), dan Botanical Garden Berlin (Jerman).