Distribusi Vaksin Global Timpang, IAVG Serukan Keadilan
Satu dari dua orang atau 61,51 persen penduduk di negara kaya telah divaksinasi. Sementara itu, di negara miskin, hanya satu dari 30 orang yang telah divaksinasi, atau hanya 3,31 persen populasi.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan vaksin Covid-19 secara global semakin timpang. Sebanyak 61,51 persen vaksin dipakai penduduk di negara kaya, sementara itu hanya 3,31 persen penduduk di negara miskin yang telah menerima satu dosis vaksin.
Ketimpangan ini mendorong para ahli internasional yang tergabung dalam Independent Allocation Vaccine Group (IAVG) yang dibentuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali menyerukan tentang pentingnya keadilan dalam distribusi vaksin.
”IAVG sekali lagi menekankan kepada produsen vaksin serta negara yang memproduksi vaksin dan sudah tinggi angka cakupan di negaranya agar memberi perhatian pada keadilan ketersediaan vaksin (vaccine equity) dan transparansi, serta memberi informasi yang jelas tentang kapasitas produksi serta jadwal asupan ke COVAX,” kata Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang juga anggota IAVG-COVAX, di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Tjandra merupakan salah satu dari 12 ahli internasional yang dipilih dalam IAVG-COVAX yang bertugas memvalidasi pembagian vaksin Covid-19 ke sejumlah negara di dunia. Menurut dia, IAVG selalu berupaya memberi dukungan maksimal untuk proses akses vaksin Covid-19 kepada sejumlah negara di dunia dan prihatin dengan rendahnya jumlah vaksin yang diberikan ke COVAX.
Mengacu data United Nation Development Program (UNDP) hingga 22 September 2021, setidaknya satu dari dua orang atau 61,51 persen penduduk di negara kaya telah divaksinasi. Sementara itu, di negara miskin, hanya satu dari 30 orang yang telah divaksinasi, atau hanya 3,31 persen populasi.
Padahal, membiarkan sebagian populasi kekurangan vaksin menyebabkan lebih rentan terhadap Covid-19, selain memicu risiko kematian, juga bakal memperdalam kemiskinan, kesehatan, dan ketidaksetaraan. Laporan baru oleh Economist Intelligence Unit menunjukkan, negara-negara yang belum memvaksinasi 60 persen dari populasi mereka pada pertengahan 2022 akan kehilangan 2,3 triliun dollar AS dari produk domestik bruto pada 2022-2025, dengan negara-negara berkembang menanggung dua pertiga dari kerugian ini.
Menurut Tjandra, IAVG mengkhawatirkan adanya prioritas pendekatan bilateral ketimbang solidaritas internasional atau multilateral, dan juga adanya kebijakan restriksi ekspor pada sebagian keadaan, termasuk di antaranya untuk booster.
”Dengan menyadari mungkin perlunya dosis tambahan untuk melindungi kelompok rentan masyarakat dan mereka dengan gangguan kekebalan tubuh (immune-compromised), kami di IAVG menganjurkan agar negara-negara mengumpulkan dan menganalisis lebih banyak lagi bukti ilmiah sebelum memutuskan kebijakan pemberian vaksin booster kepada masyarakatnya,” katanya.
Salah satu upaya untuk membantu pemerataan adalah memprioritaskan alokasi vaksin dari COVAX untuk bulan Oktober ini pada negara-negara yang masih amat rendah cakupan vaksinnya. ”Negara-negara yang membutuhkan juga perlu mendapat akses pendanaan dan dukungan teknis untuk implementasi vaksinasi di negaranya,” katanya.
Pekan lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mendesak para pemimpin yang menghadiri sesi ke-76 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) untuk menjamin akses yang adil ke vaksin Covid-19, memastikan dunia lebih siap untuk menanggapi pandemi di masa depan, dan memperbarui upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pandemi Covid-19 telah merenggut nyawa hampir lima juta orang di seluruh dunia, dan virus tersebut terus beredar aktif di seluruh wilayah dunia. Vaksin dianggap sebagai alat paling penting untuk mengakhiri pandemi dan menyelamatkan nyawa dan mata pencarian.
Lebih dari 5,7 miliar dosis vaksin telah diberikan secara global, tetapi 73 persen dari semua dosis telah diberikan hanya di 10 negara. Negara-negara berpenghasilan tinggi telah memberikan 61 kali lebih banyak dosis per penduduk daripada negara-negara berpenghasilan rendah. Semakin lama ketidakadilan vaksin berlanjut, semakin banyak virus akan terus beredar dan berkembang, dan semakin lama gangguan sosial dan ekonomi akan berlanjut.
Target WHO adalah untuk memvaksinasi setidaknya 40 persen dari populasi setiap negara pada akhir tahun ini, dan 70 persen pada pertengahan tahun depan. Target ini dapat dicapai jika negara dan produsen membuat komitmen yang tulus terhadap kesetaraan vaksin.