Keputihan pada perempuan bisa normal dan tidak. Oleh karena itu, kenali tanda keputihan yang muncul agar jika berpotensi penyakit bisa ditangani dengan baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputihan merupakan gangguan yang cukup banyak dikeluhkan perempuan. Umumnya, cairan yang keluar dari organ genitalia atau organ reproduksi ini tidak berbahaya. Namun, cairan ini juga bisa menjadi penanda penyakit menular.
Dokter spesialis kandungan dan kebidanan Pusat Fertilitas Bocah Indonesia RS Primaya, Tangerang, Cynthia A Susanto, mengatakan, keputihan merupakan kondisi keluarnya cairan bukan darah dari alat genitalia atau organ reproduksi. Terdapat dua jenis keputihan, yakni keputihan fisiologis yang normal dan tidak berbahaya serta keputihan patologis yang tidak normal dan perlu diwaspadai.
”Keputihan fisiologis biasanya berwarna bening. Keluarnya cairan ini bisa terjadi ketika sebelum atau sesudah menstruasi atau menjelang ovulasi (pembuahan). Terkadang cairan ini juga keluar ketika akan berhubungan badan. Pada bayi baru lahir juga bisa terjadi,” katanya di Jakarta, Sabtu (25/9/2021).
Sementara kondisi keputihan yang tidak normal, salah satunya, adalah kandidiasis, yaitu cairan yang keluar biasanya berwarna putih dan kental seperti keju cottage. Selain itu, biasanya ada rasa gatal dan perih di sekitar area organ genital.
Kandidiasis biasanya akan sembuh sendiri. Kondisi ini bisa berulang dua sampai tiga kali dalam setahun. Namun, apabila gangguan ini terjadi lebih dari itu, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
Keputihan fisiologis biasanya berwarna bening. Keluarnya cairan ini bisa terjadi sebelum atau sesudah menstruasi atau menjelang ovulasi (pembuahan).
Kondisi lain adalah bacterial vaginosis. Cairan yang keluar berwarna putih keabu-abuan. Terkadang akan muncul bau amis (fishy odor). Keputihan ini sering terjadi pada perempuan jika terjadi perubahan pH pada area genital.
”Tanda keputihan tidak normal yang berbahaya adalah jika cairan yang keluar berwarna kuning kehijauan. Kelainan yang disebut dengan trichomonas ini terjadi akibat dari infeksi menular seksual. Biasanya, cairan yang keluar juga sangat bau,” tutur Cynthia.
Kondisi keputihan lain yang juga patut diwaspadai adalah gonore (gonorrhea). Penyakit ini terjadi akibat bakteri. Umumnya, penyakit ini tidak menimbulkan gejala. Kalaupun ada, gejala akan timbul 2-21 hari setelah terjadi kontak dengan sumber bakteri.
Selain pada perempuan, gonore juga bisa terjadi pada laki-laki. Bahkan, jumlah kasusnya lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Karena itu, setiap orang perlu waspada apabila ada keputihan yang keluar dari vagina atau penis. Tidak jarang, seseorang dengan gonore akan merasa nyeri ketika buang air kecil serta terasa nyeri di panggul atau perut.
Pencegahan
Cynthia menuturkan, kondisi keputihan pada perempuan bisa dicegah dengan menjaga kebersihan area genitalia. Ketika mencuci area tersebut disarankan menggunakan air hangat.
Mencuci pun sebaiknya cukup di bagian luar dengan cara membersihkan dari depan ke belakang. Jika mencuci atau menyiram dari belakang ke depan, bakteri, kotoran, atau sumber penyakit yang berasal anus bisa masuk ke area vagina.
Selain itu, jangan pernah menahan keinginan untuk buang air kecil. Infeksi saluran kemih yang timbul karena sering menahan buang air kecil bisa menyebabkan keputihan.
”Jangan juga menggunakan panty liner karena bisa membuat area genital menjadi lembab sehingga rentan menimbulkan bakteri. Sebaiknya sering-sering mengganti celana dalam, terutama dengan bahan katun,” kata Cynthia.
Pendidikan seksual
Program Officer Adolescent Sexual and Reproductive Health United Nations Population Fund (UNFPA) Sandeep Nanwani menuturkan, edukasi mengenai kesehatan reproduksi sangat penting. Stigma masyarakat yang menilai pendidikan seksual sebagai hal tabu menjadi kendala upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan reproduksi.
Padahal, berbagai risiko penyakit menular seksual bisa terjadi karena pengetahuan yang minim. Pendidikan kesehatan reproduksi tidak semata bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat, tetapi juga agar setiap individu bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain, tidak terkecuali pada usia anak.
Oleh karena itu, keterampilan orangtua, guru, dan orang di sekitar anak harus ditingkatkan agar informasi pendidikan seksual bisa disampaikan dengan baik. Adanya layanan kesehatan juga harus diperhatikan.
”Pastikan dalam masyarakat itu ada layanan berbasis komunitas, layanan kesehatan reproduksi, dan layanan kesehatan seksual. Di dalam layanan ini pun perlu dibuat ruang aman agar masyarakat, termasuk remaja, bisa mendapatkan dukungan kesehatan reproduksi yang baik,” katanya.