Rokok, Polusi Udara, dan Infeksi Jadi Ancaman Utama Paru Orang Indonesia
Kualitas udara dalam ruang dan luar ruang bagi masyarakat Indonesia pada umumnya belum dalam kategori baik. Ini menempatkan masyarakat pada risiko berbagai penyakit pernapasan yang mematikan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit paru dan pernapasan telah menjadi salah satu masalah global dan nasional yang memicu kematian dini jutaan orang setiap tahun. Menghindari asap rokok, pajanan polusi udara, selain mencegah terjadinya infeksi juga merupakan kunci untuk mengatasi hal ini.
Peringatan dan rekomendasi ini disampaikan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto dalam keterangan pers menyambut Hari Paru Dunia, Jumat (24/9/2021). ”Lima penyakit paru utama yang merupakan penyebab terbanyak kesakitan dan kematian di seluruh dunia adalah kanker paru, tuberkulosis, infeksi saluran pernapasan, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan asma,” katanya.
Kanker paru, menurut Agus, merupakan jenis kanker paling mematikan. Sebanyak 1,6 juta orang meninggal tiap tahun akibat kanker ini. Asap rokok dan polusi udara menjadi penyebab utama kanker ini.
PM 2,5 bisa terhirup sampai pembuluh darah dan bisa memicu peradangan pada tubuh dan memicu penyakit sistemik, bahkan bisa menginduksi kanker, bukan hanya di paru.
Tak hanya perokok, mereka yang terdampak adalah perokok pasif. ”Sejak 1964, terdapat 2,5 juta orang bukan perokok meninggal akibat gangguan kesehatan yang diakibatkan menghirup asap rokok di sekitarnya,” kata Agus. ”Kanker paru dapat dicegah dengan pengendalian tembakau.”
Agus mengatakan, rokok menjadi masalah besar di Indonesia karena jumlah perokok berusia di atas 15 tahun di Indonesia cenderung meningkat. Selain itu, persentase perokok usia 15-19 tahun juga meningkat. Sebanyak tiga dari 10 orang dewasa merokok dan 23 dari 100 anak usia 15-19 tahun merokok.
”Padahal, tembakau merupakan faktor risiko keenam dari delapan faktor yang menyebabkan kematian di dunia,” katanya.
Sementara tuberkulosis (TB) menyebabkan 10 juta orang terdampak dan 1,8 juta di antaranya meninggal tiap tahun. ”TB merupakan penyakit infeksi paling mematikan. Indonesia nomor dua terbanyak penderitanya,” kata Agus.
Pneumonia menjadi penyebab utama kematian pada golongan umur paling muda dan paling tua dengan 4 juta kematian per tahun. ”Selain itu, kita juga menghadapi ancaman karena penyakit infeksi yang ditularkan melalui airborne, seperti penyakit pernapasan akut (SARS), MERS, influenza A (H1N1), dan sekarang Covid-19,” katanya.
Untuk menjaga kesehatan paru, PDPI merekomendasikan empat hal. ”Katakan tidak pada tembakau, lindungi dengan vaksinasi, hirup udara bersih, dan lakukan latihan fisik ecara teratur,” ujarnya.
Fathiyah Isbaniah, anggota PDPI, mengatakan, vaksinasi terbukti memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu, seperti TB, polio, dan penyakit kuning. ”Di Indonesia, vaksinasi ketika masih bayi terbukti bisa menurunkan penyakit yang dulu mematikan,” katanya.
Fathiyah menambahkan, cara kerja vaksinasi adalah dengan merangsang kekebalan tertentu pada tubuh seseorang sehingga tubuh mengenali cara melawan penyakit. ”Ada beberapa vaksin untuk mencegah penyakit pernapasan, seperti influenza, TBC, dan Covid-19,” lanjutnya.
Polusi udara
Agus mengatakan, peringatan Hari Paru kali ini semakin relevan dengan dikeluarkannya pedoman tentang baku mutu kualitas udara terbaru oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Data WHO, 7 juta orang meninggal dini setiap tahun akibat polusi udara, baik polusi di dalam ruangan maupun di luar ruangan,” katanya.
Dari jumlah kematian akibat polusi udara ini, sebanyak 47 persen terkait dengan penyakit paru. Rinciannya, 21 persen korban meninggal terkait pneumonia, 20 persen terkait stroke, 34 persen terkait jantung, 19 persen terkait PPOK, dan 7 persen kanker paru.
Agus mengatakan, WHO telah melakukan serangkaian pertemuan dengan para pakar dan mengkaji data ilmiah sebelum memperbarui ambang batas kualitas udara terbaru. ”Banyak kajian menemukan, PM 2,5 bisa terhirup sampai pembuluh darah dan bisa memicu peradangan pada tubuh dan memicu penyakit sistemik, bahkan bisa menginduksi kanker bukan hanya di paru,” kata Agus.
Dalam Pedoman Kualitas Udara Global (Air Quality Guidelines/AQGs), ambang polusi partikel pencemar (PM) 2,5 maksimal 15 mikrogram per meter kubik (µg/m3) dalam periode 24 jam dan PM 10 sebesar 45 µg/m3 dalam periode 24 jam. Sementara untuk ozon (O3) sebesar 100 µg/m3 dalam periode delapan jam, nitrogen dioksida (NO2) sebesar 25 µg/m3 dalam periode 24 jam, sulfur dioksida (SO2) 40 µg/m3 dalam periode 24 jam, dan karbon monoksida (CO) 4 miligram/m3 dalam periode 24 jam.
Dibandingkan pedoman tahun 2005, ambang PM 2,5 telah dikurangi separuhnya dan untuk PM 10 dikurangi 25 persen. Adapun batas baru NO2, yang umumnya dihasilkan dari mesin diesel, sekarang 75 persen lebih rendah. Standar ini jauh lebih rendah dibandingkan ambang baku mutu kualitas udara yang ditetapkan Pemerintah Indonesia, termasuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.
Agus mengatakan, menjadi sangat penting regulasi di Indonesia direvisi dengan pedoman terbaru WHO. ”PDPI sudah beberapa kali menyampaikan, polusi udara ini harus dikurangi, baik di dalam ruangan maupun luar ruangan. Ini penyumbang penyakit paru di masa kini dan depan, salah satu upayanya dengan memperbaiki ambang batas yang lebih ketat,” ujarnya.