Mikroplastik Ditemukan pada Air Galon Sekali Pakai
Hasil penelitian pada air minum dalam galon sekali pakai mengandung mikroplastik. Jumlahnya melebihi kandungan mikroplastik yang berada di sumber mata airnya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Kandungan mikroplastik pada air minum dalam galon sekali pakai ini ditemukan dalam penelitian Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia dengan Greenpeace Indonesia. Penelitian dilakukan terhadap dua merek air mineral yang berbeda, kemudian dibandingkan dengan air dari sumber mata air di Sentul dan Sukabumi, Jawa Barat.
Hasilnya, mikroplastik ditemukan di dua sampel air mineral dalam galon sekali pakai tersebut. Pada sampel A, ditemukan 95 juta partikel mikroplastik per liter air mineral. Angka ini setara dengan 5 miligram mikroplastik per liter. Sementara itu, sampel B mengandung 85 juta partikel mikroplastik per liter air atau setara 0,2 miligram per liter.
”Mayoritas mikroplastik berbentuk fragmen berukuran sekitar 2,44 mikrometer hingga 63,65 mikrometer,” kata Kepala Laboratorium Kimia Anorganik UI Agustino Zulys secara daring, Kamis (23/9/2021).
Mikroplastik juga ditemukan pada sampel sumber mata air. Ada 32,5 juta partikel mikroplastik per 1 liter air. Konsentrasi mikroplastik di sumber mata air lebih sedikit dari air galon. Dalam salah satu kesimpulan penelitian ini, berdasarkan data jenis polimer hasil karakterisasi menggunakan FT-IR (fourier transformation infra) dan analisis jumlah partikel mikroplastik serta perbandingannya dengan sumber mata air, mikroplastik dalam air minum dalam galon sekali pakai dapat bersumber dari degradasi plastik kemasan air mineral itu sendiri.
Peneliti juga menemukan bahwa jenis mikroplastik yang ditemukan adalah PET (polietilena tereftalat). Jenis ini sama dengan plastik yang digunakan pada kemasan galon sekali pakai.
”Plastik itu rigid secara kasatmata. Tapi, jika dilihat dalam ukuran mikroskopik, ada juntaian tali polimer. Dengan gerakan, sinar matahari, dan lainnnya, itu (juntaian tali polimer) akan runtuh dan masuk ke badan air. Menurut asumsi saya, ini turut menyumbang mikroplastik pada air galon sekali pakai,” ucap Agustino.
Sejumlah penelitian sebelumnya juga menemukan kandungan mikroplastik pada sejumlah sumber makanan manusia, seperti ikan laut dan ikan sungai. Lembaga Kajian dan Konservasi Ekologi Lahan Basah (Ecoton) pada 2018 menemukan 80 persen dari 103 ikan yang ditangkap pada Juli-September 2018 mengandung mikroplastik. Penelitian ini dilakukan di Kali Surabaya, anak Kali Brantas di Jawa Timur.
Ada pula penelitian yang menemukan mikroplastik di feses dan urine. Secara jangka panjang, ini diprediksi dapat menurunkan kesehatan organ tubuh.
Penelitian dari Universitas Victoria di Kanada pada 2019 juga menemukan adanya mikroplastik di air keran, minuman kemasan, ikan, kerang, gula, dan garam. Mereka memperkirakan sedikitnya manusia mengonsumsi 50.000 keping mikroplastik per tahun,
Di bawah batas aman
Agustino mengatakan, konsentrasi mikroplastik pada air galon yang diteliti di bawah batas aman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Batas aman paparan mikroplastik ke tubuh yang dianjurkan WHO adalah 20 miligram per liter.
Adapun rata-rata air minum dalam kemasan (AMDK) yang dikonsumsi seseorang sebanyak 1,89 liter. Bila meminum sampel A, seseorang mengonsumsi 9,45 miligram mikroplastik per hari dan 0,378 miligram mikroplastik per hari dengan sampel B. Hal ini berdasarkan survei peneliti UI dan Greenpeace Indonesia terhadap 38 responden.
Menurut dokter spesialis saraf Pukovisa Prawiroharjo, belum banyak penelitian yang menunjukkan bukti ilmiah bahwa mikroplastik berbahaya bagi kesehatan tubuh. Namun, pada percobaan sel, ditemukan bahwa mikroplastik menyebabkan turunnya neurotransmiter yang berfungsi untuk mengingat.
”Ada kecenderungan bermasalah. Ada pula penelitian yang menemukan mikroplastik di feses dan urine. Secara jangka panjang, ini diprediksi dapat menurunkan kesehatan organ tubuh,” kata Pukovisa.
Sementara itu, anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tubagus Haryo Karbyanto, mengatakan, belum ada standar yang mengatur keamanan AMDK berdasarkan kandungan mikroplastik. Syarat AMDK layak minum, menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), antara lain tidak berbau, tidak berwarna, dan rasa normal.
Belum ada standar yang mengatur keamanan AMDK berdasarkan kandungan mikroplastik.
Menurut dia, hasil penelitian ini dapat diajukan untuk menjadi salah satu standar AMDK layak konsumsi. Wacana mencantumkan label risiko mikroplastik pada kemasan AMDK juga dipertimbangkan.
”Salah satu hak konsumen adalah hak atas informasi sehingga konsumen bisa menentukan produk mana yang akan dipilih,” kata Tubagus.
Saat dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat menyatakan bahwa mereka berpedoman pada regulasi kemasan pangan yang berlaku. Regulasi itu memperbolehkan plastik PET maupun PC, yang merupakan bahan baku galon, untuk digunakan.
”Yang kami tahu, regulasi itu telah melalui kajian komprehensif oleh pemerintah dengan melibatkan para ahli sehingga dinyatakan aman sebagai kemasan minuman, dalam hal ini AMDK,” katanya.