Sejumlah peneliti mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Materi gugatan terkait peleburan lembaga riset, penelitian, dan pengembangan menjadi BRIN.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peleburan lembaga penelitian dan pengembangan menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional dinilai tidak tepat. Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menjadi dasar peleburan tersebut pun digugat oleh sejumlah peneliti. Gugatan terutama diarahkan pada frasa ”terintegrasi” yang termuat pada Pasal 48 Ayat (1).
Gugatan tersebut diajukan oleh peneliti dari Kementerian Hukum dan HAM, Eko Noer Kristiyanto, serta anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta, Heru Susetyo. Permohonan uji materi tersebut telah didaftarkan pada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 46/PUU-XIX/2021. Namun, pada 17 September 2021, Eko Noer mengundurkan diri sebagai penggugat.
Sidang perdana terhadap uji materi tersebut berlangsung pada Selasa (21/9/2021). Dalam sidang tersebut, majelis hakim memberikan sejumlah catatan kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonan yang diajukan. Antara lain, memberikan perbandingan lembaga yang serupa dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang terdapat di negara lain.
Wasis Susetio, kuasa hukum penggugat, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (21/9/2021), mengatakan, Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) pada dasarnya sudah baik. Namun, khusus pada Pasal 48 Ayat 1, terutama pada frasa integrasi, dinilai menjadi persoalan.
”Frasa tersebut lalu diterjemahkan melalui peraturan presiden sebagai pembubaran yang kemudian menjadi dasar peleburan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan menjadi BRIN,” katanya.
Pasal 48 Ayat 1 berbunyi, ”Untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi, dibentuk badan riset dan inovasi nasional.”
Menurut Wasis, frasa terintegrasi dalam ayat tersebut menimbulkan multitafsir. Frasa itu dimaknai dengan pembubaran lembaga penelitian dan pengembangan yang kemudian dilebur menjadi BRIN. Padahal, integrasi dimaksud bisa juga dimaknai untuk mengoordinasikan kekuatan dan spesifikasi setiap lembaga yang sudah ada.
Peleburan lembaga riset serta lembaga penelitian dan pengembangan tersebut telah menimbulkan keresahan para peneliti dan periset. Dikhawatirkan, kondisi ini justru menjadi kemunduran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air. Berbagai kerja sama yang sudah berjalan baik dari lembaga riset sebelumnya bisa terganggu.
”BRIN menjadi organisasi birokrasi yang superbody. Sistem birokrasi yang berjalan pun bisa lebih rumit,” ucap Wasis.
Kuasa hukum penggugat, Zainal Arifin Husein, menambahkan, pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menguji frasa integrasi bukan sebagai peleburan. BRIN seharusnya bertindak sebagai badan koordinasi, bukan sebagai institusi baru yang menyebabkan lembaga riset sebelumnya dilebur, termasuk 48 lembaga penelitian dan pengembangan yang sebelumnya berada di bawah kementerian.
Koordinasi ini dilakukan bukan terkait dengan riset dan inovasi, melainkan seperti penyusunan perencanaan, program, anggaran, serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan.
”Seharusnya ini dimaknai dengan adanya semacam kementerian koordinator terkait riset dan teknologi, bukan justru penyatuan semua lembaga. UU No 11/2019 seharusnya menjadi landasan konstitusional untuk menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bagian penting dalam pengembangan Indonesia,” kata Zainal.
UU No 11/2019 seharusnya menjadi landasan konstitusional untuk menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bagian penting dalam pengembangan Indonesia.
Peneliti Ahli Utama Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Maxensius Sambodo, mengatakan, pro-kontra muncul juga karena proses pembentukan BRIN yang dinilai tidak transparan. Para peneliti tidak dilibatkan dari awal sehingga terkesan menimbulkan pemaksaan kehendak politik.
”Para peneliti belum sadar mau ke mana tiba-tiba sudah harus berubah. Jika memang ada kekurangan, sebaiknya diperbaiki karena sebetulnya saat ini sudah berjalan baik. Semua proses yang dijalankan pun harus lebih terbuka dan transparan,” katanya.
Secara tepisah, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, uji materi terkait dengan UU Sisnas Iptek adalah hak warga negara. Menurut dia, integrasi unit penelitian dan pengembangan di tingkat kementerian dan lembaga ke BRIN merupakan amanat dari UU No 11/2019. Sementara mekanisme dan strategi integrasi dari unit litbang tersebut menjadi ranah eksekutif dengan mempertimbangkan kondisi saat ini dalam upaya percepatan penyelesaian masalah riset di Indonesia.
”BRIN adalah badan yang memiliki kewenangan kebijakan dan sekaligus pelaksana teknis. Itu sebabnya, BRIN bukan LPNK (Lembaga Penelitian Non-Kementerian) meski juga bukan kementerian. Keuntungan dari status badan adalah sifatnya lebih permanen daripada kementerian yang mengikuti siklus kabinet setiap lima tahun,” katanya.
Menurut Handoko, penyatuan kewenangan kementerian dalam kebijakan serta badan sebagai pelaksana teknis sebenarnya diperlukan untuk sektor riset karena tidak banyak regulasi yang diperlukan di sektor ini.
”Riset secara global sifatnya self regulated, pengaturan lebih oleh komunitas sains terkait. Karena itu, untuk mengatur aktivitas riset, kementerian tidak akan bisa berbuat banyak, seperti selama ini, karena hanya memiliki instrumen anggaran. Sebaliknya, badan memiliki instrumen SDM dan infrastruktur selain anggaran sehingga lebih efektif,” ucapnya.
Handoko menilai, kekhawatiran penelitian saat ini sebenarnya bukan karena harus bergabung ke dalam BRIN. Sebab, jika para peneliti bergabung ke dalam BRIN, mereka tetap bisa melanjutkan riset dan bahkan bisa berpeluang lebih banyak melakukan kolaborasi yang lebih kuat.
”Kekhawatiran mereka adalah apabila tidak diperkenankan mutasi ke BRIN oleh kementerian/lembaga asal sehingga terpaksa harus alih jabatan dan tidak bisa melanjutkan karier sebagai peneliti,” ucapnya.