Gugatan warga negara agar pemerintah memperketat baku mutu udara nasional dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan ini agar dijalankan demi perbaikan kualitas udara.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa tujuh pejabat negara, termasuk Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta, bertanggung jawab atas pencemaran udara di ibu kota Jakarta. Para pejabat ini diminta memperbaiki kualitas udara di Jakarta guna melindungi kesehatan masyarakat.
Pejabat lain yang dituntut bertanggung jawab yaitu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Banten, serta Gubernur Jawa Barat.
Dalam putusannya, Kamis (16/9/2021), majelis hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan warga untuk sebagian. Majelis hakim menolak adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam perkara ini.
Majelis hakim menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum. Pengadilan juga memutuskan agar pemerintah pusat mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena yang kami gugat sesungguhnya adalah untuk kepentingan kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara, termasuk generasi mendatang, agar mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menempatkan alat pengukur polusi dengan jumlah yang memadai mengacu pada penelitian dari beberapa ahli, memberikan informasi mengenai kualitas udara secara real time dan upaya mitigasinya, serta menyusun strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Gugatan soal polusi udara Jakarta ini diajukan oleh 32 warga yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota. Penggugat menyajikan bukti parameter partikulat debu PM2,5 yang sering melebihi ambang batas. Padahal, baku mutu PM2,5 masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, baku mutu udara ambien nasional harian PM2,5 saat ini 55 mikrogram per milimeter kubik. Sedangkan standar WHO sebesar 25 mikrogram per milimeter kubik.
Tidak banding
Atas putusan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, ”Pemprov DKI Jakarta tidak banding dan siap menjalankan putusan pengadilan demi kualitas udara Jakarta yang lebih baik.” Hingga pukul 21.30 belum ada tanggapan dari pemerintah pusat.
Kuasa hukum penggugat, Ayu Eza Tiara, mengapresiasi putusan majelis hakim yang dinilai berpihak pada kepentingan warga. Dia berharap para tergugat dapat menerima putusan pengadilan ini dan fokus untuk melakukan perbaikan kondisi udara.
”Perlu kami tegaskan kembali bahwa tim advokasi Koalisi Ibu Kota sangat terbuka untuk turut serta dalam perbaikan kualitas udara di Jakarta serta Banten dan Jawa Barat,” tutur Ayu.
Khalisah Khalid, salah satu penggugat, mengatakan, kemenangan ini membuktikan pengadilan masih bisa menjadi jalan untuk warga yang ingin mendapatkan keadilan. Meski demikian, mereka akan mengawal perubahan kebijakan yang dimandatkan oleh putusan pengadilan.
Ia pun berharap para tergugat tidak banding. ”Karena yang kami gugat sesungguhnya adalah untuk kepentingan kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara, termasuk generasi mendatang, agar mendapatkan kualitas hidup yang baik,” ujarnya.
Dalam sidang kemarin, pengadilan juga memutuskan agar KLHK melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan pengetatan emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. (AIK/HLN/ERK)