Perhatikan Rantai Pendingin Vaksin untuk Cegah Kerusakan Ozon
Kebutuhan rantai pendingin sebagai tempat penyimpanan vaksin Covid-19 kian meningkat. Namun, kebutuhan alat refrigerasi dan bahan pendingin harus tetap memperhatikan ketentuan dalam Protokol Montreal.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan rantai pendingin di dunia, termasuk Indonesia, sebagai tempat penyimpanan vaksin Covid-19 kian meningkat seiring masih berjalannya vaksinasi selama masa pandemi. Dalam peringatan Hari Ozon Sedunia setiap tanggal 16 September ini diharapkan semua pihak terkait dapat memperhatikan kebutuhan alat refrigerasi dan bahan pendingin sesuai ketentuan Protokol Montreal.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyampaikan, sektor refrigerasi berperan penting terhadap penyediaan rantai pendingin (cold chain) untuk ketersediaan pangan dan vaksin dalam situasi pandemi saat ini. Dalam ketersediaan pangan, rantai pendingin berperan penting untuk mengawetkan dan menjaga stok makanan beku, daging, sayur, dan susu tetap segar serta aman dikonsumsi.
”Sedangkan terkait kebutuhan vaksin, rantai pendingin juga berperan penting untuk menjaga kondisi ideal vaksin sehingga kualitas tetap terjaga dari awal sampai pelaksanaan vaksinasi,” ujarnya dalam video sambutan peringatan Hari Ozon Sedunia secara daring, Kamis (16/9/2021).
Indonesia sudah mengendalikan bahan perusak ozon dan saat ini sedang dalam proses ratifikasi Amendemen Kigali sehingga akan ada langkah serta kebijakan untuk pengendalian hidrofluorokarbon atau HFC.
Berdasarkan data dari Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada 2020, kebutuhan rantai pendingin untuk mendukung vaksinasi Covid-19 mencapai 1.923 palet, 48 rivercontainer, 360 truk pendingin, 3.300 kotak pendingin, dan 4.374 meter kubik kamar pendingin. Kebutuhan tersebut untuk pengiriman setiap 10 juta dosis vaksin dengan tujuan distribusi 10.134 fasilitas kesehatan.
Data Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia juga menunjukkan peningkatan rantai pendingin Indonesia sebesar 45 persen pada 2021. Namun, untuk wilayah Indonesia bagian tengah dan timur masih diperlukan tambahan river container, truk pendingin, dan kotak pendingin sekitar 1.000 unit untuk pendistribusian dan penyimpanan vaksin.
Menurut Siti, peningkatan kebutuhan rantai pendingin untuk keperluan vaksinasi Covid-19 tidak lepas dari jenis vaksin yang tersedia di Indonesia, mulai dari Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, dan Pfizer. Setiap vaksin memiliki pengaturan temperatur yang berbeda-beda sehingga dibutuhkan alat refrigerasi dan bahan pendingin yang cocok untuk mencapai temperatur yang dibutuhkan serta sesuai dengan ketentuan Protokol Montreal.
Protokol Montreal mengatur dan menghapuskan pemakaian bahan kimia berbahaya yang merusak lapisan ozon, seperti kloroufluorokarbon (CFC) dan hidroklorofluorokarbon (HCFC). Indonesia sendiri telah meratifikasi Protokol Montreal melalui Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992. Hingga 2015, Indonesia sudah melarang impor barang berbasis sistem pendingin HCFC-22.
”Peringatan Hari Ozon Sedunia tahun ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh masyarakat untuk berkontribusi dalam menekan penyebaran virus (penyebab) Covid-19, memulihkan lapisan ozon di atmosfer, dan mencegah pemanasan global,” kata Siti.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Prima Hutapea menegaskan bahwa vaksin merupakan produk yang memerlukan tempat penyimpanan khusus dalam rentan suhu yang ditentukan. Manajemen rantai dingin yang baik dan sesuai standar akan memperkecil kesalahan dalam pengelolaan vaksin sehingga tetap mempunyai potensi baik yang dapat menimbulkan kekebalan.
”Peralatan rantai pendingin juga berkontribusi dalam menjaga kualitas vaksin. Terpenting, penyimpanan vaksin harus memperhatikan sensitivitas terhadap suhu. Jadi, vaksin tersebut apakah sensitif panas atau beku,” tambahnya.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Emma Rachmawati menjelaskan, CFC dan HCFC termasuk kategori bahan perusak ozon yang juga memiliki potensi pemanasan global. Sementara bahan pendingin alami, seperti amonia dan karbon dioksida, sudah ramah ozon serta ramah iklim. Namun, bahan pendingin alami tersebut mudah terbakar dan beracun.
”Indonesia sudah mengendalikan bahan perusak ozon dan saat ini sedang dalam proses ratifikasi Amandemen Kigali sehingga akan ada langkah serta kebijakan untuk pengendalian hidrofluorokarbon atau HFC,” ujarnya.
Guna mendukung pemulihan lapisan ozon, peran teknisi refrigerasi dan AC (RAC) juga sangat penting. Sebab, perbaikan peralatan RAC dengan benar akan menghindari pelepasan refrigeran ke udara dan mengurangi penipisan lapisan ozon. KLHK mencatat, saat ini baru terdapat 2.000 teknisi kompeten yang telah tersertifikasi.
Secara terpisah, KLHK juga memperingati 10 tahun kerja sama kehutanan antara Korea dan Indonesia (Korea-Indonesia Forest Center/KIFC). KIFC berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama kedua negara melalui kemitraan dan masa depan hijau.
Sejak dibentuk pada 29 Juni 2010 lalu, proyek kerja sama yang telah dilakukan ataupun akan dipersiapkan dari KIFC di antaranya pembangunan Sentul Eco-Edu Tourism Forest (SEETF), proyek penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Riau, serta pengembangan kebun percobaan biomassa di Semarang.