Antisipasi Anak sebagai Pembawa Covid-19 di Komunitas
Kasus positif pada anak di tingkat global meningkat. Kabar baiknya, kasus ini umumnya tanpa gejala serta risiko keparahan dan kematiannya rendah. Ini juga patut diwaspadai karena anak bisa membawa kasus ke komunitas.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 di kalangan anak-anak melonjak di seluruh dunia seiring dengan dominasi varian Delta, sekalipun tingkat keparahan dan kematiannya relatif kecil. Tingginya risiko penularan pada anak dengan gejala penyakit lebih ringan bisa menjadikan mereka sebagai pembawa penyakit ini di komunitas.
”Tingkat penularan Covid-19 pada anak di tingkat global, termasuk di Amerika Serikat dan Eropa, memang cenderung naik. Ini perlu jadi perhatian di tengah pembukaan sekolah di Indonesia,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Rabu (15/9/2021).
Dicky mengatakan, pembukaan sekolah tatap muka memang mendesak dilakukan, tetapi harus ada strategi yang perlu disiapkan untuk menekan risiko penularan. ”Pembukaan sekolah harus dengan mitigasi risiko. Bisa dimulai secara bertahap dengan percontohan dulu, dan harus terus dipantau,” katanya.
Menurut Dicky, infeksi virus SARS-CoV-2 di antara anak-anak dan remaja biasanya menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah dan kematian yang lebih sedikit dibandingkan dengan pada orang dewasa. Mayoritas anak yang terinfeksi juga bergejala ringan atau bahkan tidak bergejala.
Secara keseluruhan, kasus dan kematian akibat Covid-19 di antara anak-anak, remaja, dan dewasa muda lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.
Di satu sisi, kondisi ini merupakan hal yang positif. Tetapi, gejala ringan pada anak-anak juga berpotensi menyebabkan lebih sedikit kasus infeksi yang terdeteksi, terutama jika tidak adanya pemeriksaan rutin. ”Anak-anak bisa dengan gejala ringan atau tanpa gejala juga menularkan Covid-19. Mereka juga dapat berkontribusi dalam penularan di masyarakat,” katanya.
Laporan mingguan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Selasa (14/9/2021), secara khusus, menyoroti tingkat penularan Covid-19 pada anak-anak. Secara keseluruhan, kasus dan kematian akibat Covid-19 di antara anak-anak, remaja, dan orang dewasa muda lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.
Berdasarkan data kasus terpilah menurut usia yang dilaporkan ke WHO dari 30 Desember 2019 hingga 6 September 2021, ditemukan sebanyak 1,8 persen total kasus Covid-19 terjadi pada usia kurang dari 5 tahun; 6,2 persen pada usia 5-14 tahun; dan 14,3 persen pada usia 15-24 tahun. Sementara proporsi kematian anak usia kurang dari 5 tahun sebesar 0,1 persen; 0,15 persen pada usia 5-14 tahun; dan 0,4 persen pada usia 15-24 tahun.
Laporan itu juga menyebutkan, anak-anak dan remaja yang terinfeksi SARS-CoV-2 umumnya mengalami gejala Covid-19 lebih ringan, meskipun infeksi dengan varian Delta masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Anak-anak dan remaja dari segala usia dapat terinfeksi dan juga menularkan SARS-CoV-2 kepada orang lain.
Oleh karena itu, penerapan langkah-langkah kesehatan dan pembatasan sosial, termasuk menjaga jarak fisik, membersihkan tangan, menutup mulut saat batuk, ventilasi yang memadai di dalam ruangan, dan masker, harus dilaksanakan secara konsisten dan diterapkan secara tepat untuk semua usia anak di sekolah. Hal yang perlu lebih diperhatikan ialah anak di bawah usia 12 tahun yang umumnya belum memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksinasi.
Menurut laporan American Academy of Pediatrics, pada awal September, hampir 5,3 juta anak dan remaja di Amerika Serikat telah dites positif terkena Covid-19 hingga awal September 2021. Itu mewakili 15,5 persen dari semua kasus Covid-19 di negara ini secara akumulatif.
Setelah sempat menurun, jumlah kasus Covid-19 pada anak meningkat secara eksponensial. Dalam sepekan terakhir kasus Covid-19 pada anak di AS mencapai 28,9 persen dari total. Sekalipun tidak ada bukti bahwa Delta menarget anak-anak lebih dari kelompok usia lainnya, tingkat vaksinasi pada anak dan remaja relatif lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.
Sementara itu, laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pada 3 September 2021 menemukan kunjungan anak-anak ke rumah sakit karena Covid-19 lebih tinggi di negara bagian dengan cakupan vaksinasi populasi yang lebih rendah, dan lebih sedikit di negara bagian dengan cakupan vaksinasi yang lebih tinggi. Ini menunjukkan, vaksinasi pada orang dewasa bisa membantu menurunkan infeksi pada anak-anak.
Perbaikan surveilans
Data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus menurun. Jumlah kasus pada Rabu bertambah 3.948 kasus, sedangkan kasus aktif berkurang 7.365 kasus sehingga secara akumualtif tersisa 84.963 kasus aktif. Jumlah orang yang diperiksa sebanyak 153.493 orang; sejumlah 40.742 orang dengan polimerase rantai ganda (PCR) dan 275 orang dengan tes cepat molekuler (TCM), sisanya dengan tes cepat antigen.
Dengan jumlah pemeriksaan ini, rasio kepositifan dengan PCR dan TCM sebesar 7,64 persen. Nilai ini sedikit lebih tinggi dari standar maksimal WHO sebesar 5 persen.
Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama, dalam diskusi daring, meminta Indonesia tetap waspada. ”John Hopkins University di satu sisi menyampaikan pujian karena kasus kita turun 58 persen bi weekly dan merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Namun, di sisi lain case fatality rate Indonesia mencapai 3,3 persen, merupakan nomor tiga tertinggi di dunia, sesudah Meksiko (7,6 persen) dan Myanmar (3,8 persen),” katanya.
Menurut Tjandra, Indonesia membutuhkan pengembangan teknik surveilans dan penelusuran kasus Covid-19 dengan lebih baik. ”Apalagi dengan informasi ada lebih dari 3.000 orang yang positif Covid-19 dan terdeteksi di aplikasi Peduli Lindungi, ternyata masih jalan-jalan dan masuk mal. Ini tentu sangat berbahaya dan dapat jadi sumber penularan,” ujarnya.
Dia menyarankan, begitu ada masyarakat yang hasil tesnya positif, seharusnya ada sistem yang bisa langsung melaporkan ke puskesmas di wilayah pasien tinggal. Dengan demikian, petugas kesehatan bisa segera menghubungi pasien untuk melakukan isolasi. Sistem juga dapat menghubungi kepala desa setempat untuk ditindaklanjuti.