Vaksinasi Lindungi Ibu dan Bayi
Vaksin untuk Covid-19 aman bagi ibu hamil dan menyusui. Vaksinasi tidak hanya melindungi ibu dari gejala berat akibat virus SARS-CoV-2, tetapi juga membantu bayi mendapatkan antibodi.
Ibu hamil rentan mengalami gejala berat akibat Covid-19. Selain itu, ibu hamil juga berisiko mengalami persalinan bayi prematur dan komplikasi kehamilan lain.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), 11 Agustus 2021, merekomendasikan agar semua perempuan hamil dan semua orang berusia 12 tahun ke atas menjalani vaksinasi untuk mencegah terkena Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru, SARS-CoV-2.
”CDC mendorong semua ibu hamil atau yang berencana hamil serta ibu menyusui untuk mendapatkan vaksinasi dalam upaya melindungi diri dari Covid-19,” kata Direktur CDC Rochelle Walensky di laman CDC.
”Vaksin aman dan efektif. Cakupan vaksinasi mendesak ditingkatkan karena kita menghadapi varian Delta yang sangat menular dan terjadinya gejala berat dari Covid-19 pada orang hamil yang tidak divaksinasi,” tuturnya.
Gejala berat yang dimaksud meliputi kebutuhan rawat inap, perawatan intensif, ventilator atau peralatan khusus untuk bernapas, dan yang mengakibatkan kematian.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) bahkan pada 22 Juni 2021 telah merekomendasikan ibu hamil, terutama berusia di atas 35 tahun, obesitas (indeks massa tubuh 40), serta memiliki komorbid diabetes dan hipertensi, untuk mendapat vaksinasi Covid-19. Hal itu karena adanya peningkatan kasus ibu hamil terkonfirmasi Covid-19 dengan gejala berat dan munculnya varian Delta sehingga ibu hamil lebih rentan mengalami perburukan bahkan kematian.
Baca juga: Risiko Kematian Ibu Hamil Tinggi, Perluas Cakupan Vaksinasi Covid-19
Tak hanya di Indonesia, di AS pun terjadi peningkatan jumlah orang hamil yang terinfeksi Covid-19 akibat sirkulasi varian Delta. Penyebabnya hingga akhir Juli, baru 23 persen ibu hamil yang divaksinasi.
Analisis CDC dari data pendaftaran kehamilan v-safe (v-safe pregnancy registry), tidak ada peningkatan risiko keguguran pada hampir 2.500 wanita hamil yang menerima vaksin mRNA Covid-19 sebelum 20 minggu kehamilan. V-safe adalah alat berbasis ponsel cerdas dari CDC yang menggunakan pesan teks dan survei web untuk pemeriksaan kesehatan yang dipersonalisasi setelah vaksinasi.
Hal itu bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kesehatan ibu hamil yang telah menerima vaksin Covid-19. Sebelumnya, data dari tiga sistem pemantauan keamanan juga tidak menemukan masalah pada ibu hamil yang divaksinasi di akhir kehamilan.
Data menunjukkan, manfaat vaksin Covid-19 lebih besar daripada risiko vaksinasi yang diketahui atau potensial selama kehamilan. Vaksinasi pada ibu hamil membangun antibodi yang dapat melindungi bayinya. Antibodi itu ditemukan dalam darah tali pusat.
Baca juga: Rentan Tertular Covid-19, Ibu Hamil Diminta Tak Ragu Ikut Vaksinasi Covid-19
Tom T Shimabukuro dan kolega dari CDC menganalisis data 35.691 perempuan berusia 16-54 tahun yang mendaftar di v-safe. Dalam laporan di New England Journal of Medicine, 21 April 2021, disebutkan, nyeri tempat suntikan dilaporkan lebih sering pada ibu hamil daripada yang tidak hamil. Sementara sakit kepala, nyeri otot, dan demam dilaporkan lebih jarang.
Tingkat keguguran setelah vaksinasi 13,9 persen, setara tingkat keguguran pada populasi umum (11-16 persen). Demikian juga jumlah kelahiran prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah.
Survei yang dilakukan Alisa Kachikis dan kolega dari Universitas Washington, AS, juga menunjukkan, ibu hamil dan ibu menyusui yang divaksinasi Covid-19 tidak mengalami reaksi berbeda dibandingkan dengan mereka yang tidak hamil. Januari 2021, tim membuat penelitian yang diluncurkan secara daring. Pada Maret, survei direspons 17.525 orang yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, dan mereka yang berencana hamil dalam waktu dekat.
Pascavaksinasi, 91 persen responden melaporkan rasa sakit di tempat suntikan, kelelahan (31 persen), dan suhu rata-rata 37,7 derajat celsius. Sebagian kecil (5-7 persen) melaporkan penurunan jumlah ASI. Laporan itu diterbitkan 17 Agustus 2021 di JAMA Network Open.
Kekebalan lewat ibu
Sistem kekebalan bayi baru lahir belum berkembang sehingga sulit melawan infeksi. Mereka juga terlalu muda untuk merespons vaksin Covid-19. Antibodi yang diturunkan dari ibu merupakan elemen kunci dari kekebalan bayi.
Vaksinasi pada ibu hamil dan menyusui memberikan kekebalan pada bayi lewat transmisi antibodi melalui plasenta, tali pusat, dan air susu ibu.
Vaksinasi pada ibu hamil dan menyusui memberikan kekebalan pada bayi lewat transmisi antibodi melalui plasenta, tali pusat, dan air susu ibu (ASI). Untuk vaksin Covid-19, manfaat bagi ibu menyusui dan bayinya serta keberadaan antibodi terhadap SARS-CoV-2 dibuktikan dalam sejumlah riset.
Vivian Valcarce dan Lauren Stewart Stafford bersama kolega dari Universitas Florida, AS, membuktikan, ASI dari ibu yang divaksinasi mengandung antibodi yang bisa membantu melindungi bayi dari Covid-19. Hasil penelitian itu dimuat di Breastfeeding Medicine, 20 Agustus 2021.
Tim merekrut 21 tenaga kesehatan Rumah Sakit Shands, Universitas Florida, yang sedang menyusui dari Desember 2020 hingga Maret 2021. Saat itu vaksinasi baru dilaksanakan pada petugas kesehatan. Sampel ASI dan darah mereka diambil tiga kali, yakni sebelum vaksinasi, setelah dosis pertama, dan setelah dosis kedua.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sekresi imunoglobulin (Ig)A dan IgG spesifik SARS-CoV-2 yang signifikan dalam ASI dan plasma darah setelah vaksinasi. Kadar antibodi pada ASI ibu yang divaksinasi jauh lebih tinggi dibandingkan antibodi pada ASI ibu yang pernah terinfeksi Covid-19.
Dua penelitian serupa di Spanyol menguatkan pentingnya ibu untuk mendapatkan vaksinasi. Satu penelitian dilakukan Erika Esteve-Palau dan kolega dari Parc Sanitari Sant Joan de Déu di Sant Boi, Barcelona, Spanyol, pada 33 tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut yang sedang menyusui.
Sampel darah dan ASI peserta diambil dua minggu setelah menerima dosis pertama vaksin, dua minggu setelah dosis kedua, dan dua minggu kemudian. Penelitian dilakukan sepanjang Februari hingga Maret 2021.
Didapatkan antibodi yang terbentuk dalam darah dan ASI meningkat drastis setelah pemberian vaksin dosis kedua, dan terus meningkat setelah satu bulan. Laporan dipublikasikan 11 Agustus 2021 di JAMA Network Open.
Penelitian lain dilakukan Dolores Sabina Romero Ramírez dan kolega dari Rumah Sakit Universitas Nuestra Señora de Candelaria, dan Universitas La Laguna, Tenerife, Spanyol, 2 Februari-4 Maret 2021. Hasilnya dimuat di jurnal Pediatrics, 18 Agustus 2021.
Tim meneliti 98 perempuan yang belum pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan sedang menyusui saat menerima vaksin mRNA Covid-19. Sampel darah dan ASI diambil 14 hari setelah vaksinasi dosis kedua, dibandingkan dengan sampel dari kelompok kontrol, 24 perempuan menyusui yang belum divaksinasi.
Didapatkan, semua peserta yang divaksinasi memiliki antibodi IgG dan 89 persen di antaranya memiliki antibodi IgA terhadap SARS-CoV-2 dalam ASI. Selain itu, sebanyak 22,5 persen perempuan yang divaksinasi memiliki IgM dalam serum darah mereka. Kelompok kontrol tidak memiliki antibodi terhadap virus Covid-19.
Antibodi IgA merupakan jenis antibodi yang paling umum ditemukan dalam tubuh dan berfungsi sebagai pertahanan pertama terhadap berbagai patogen (bakteri atau virus penyebab penyakit). Begitu ada patogen masuk, tubuh juga memproduksi antibodi IgM untuk memperkuat perlawanan.
Kadar IgM akan meningkat dalam waktu singkat saat terjadi infeksi. Kemudian perlahan menurun, digantikan antibodi IgG yang terbentuk belakangan, tetapi mampu bertahan lama dalam tubuh. Jika terjadi reinfeksi, IgG akan lebih berperan.
Berbagai penelitian membuktikan, vaksinasi Covid-19 aman bagi ibu hamil dan menyusui. Selain melindungi ibu, antibodi yang ditimbulkan juga membantu bayi mendapatkan kekebalan lewat plasenta, tali pusat, dan ASI.
Baca juga:Petunjuk Teknis Vaksinasi untuk Ibu Hamil Disiapkan