Beras Fortifikasi untuk Penuhi Gizi Masyarakat
Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi pada Badan Riset dan Inovasi Nasional mengembangkan beras fortifikasi agar kaya akan berbagai vitamin dan mineral.
Indonesia dihadapkan pada masalah gizi yang cukup berat. Kementerian Kesehatan pada 2019 mencatat, prevalensi anak yang mengalami tengkes atau stunting sebesar 27,67 persen dan kurus atau wasting sebesar 10,2 persen.
Tidak hanya itu, prevalensi perempuan hamil yang mengalami kurang energi kronis mencapai 17,3 persen dan perempuan hamil anemia mencapai 48,9 persen. Anemia umumnya disebabkan karena kurang zat besi
Persoalan gizi tersebut bukan perkara sederhana. Intervensi dalam penanganan harus serius dan dijalankan dengan komitmen yang kuat. Masa depan bangsa dipertaruhkan apabila sumber daya manusia yang dimiliki tidak berkualitas.
Situasi pandemi Covid-19 saat ini dikhawatirkan semakin memperburuk persoalan tersebut. Badan Pusat Statistik mencatat, persentase penduduk miskin pada Maret 2020 meningkat 0,56 poin menjadi 9,78 persen dari September 2019. Dengan pendapatan yang berkurang, akses masyarakat pada pangan dengan gizi seimbang semakin sulit.
Kita harus pastikan kandungan yang ada di dalam beras ini bisa bertahan sampai berapa lama. Itu juga termasuk untuk menganalisa ketahanan vitamin dan mineral terhadap proses dan suhu ketika dimasak.
Masalah gizi tidak bisa dituntaskan jika hanya mengandalkan aspek kesehatan saja. Seluruh pihak harus bahu membahu untuk mendukung upaya yang berjalan. Pemerintah pun telah berkomitmen untuk menekan angka tengkes menjadi 14 persen pada 2024.
Komitmen tersebut tampak dalam penerbitan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Dalam aturan ini, sinergi dan kolaborasi lintas sektor lebih ditekankan.
Dalam mengatasi persoalan gizi, pemanfaatan teknologi menjadi bagian penting yang harus diperhatikan. Dengan teknologi, upaya pemenuhan gizi masyarakat bisa dilakukan lebih optimal.
Hal tersebut telah dibuktikan oleh para peneliti dari Balai Besar Teknologi Pati, Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (sebelumnya BPPT) pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Melalui proses fortifikasi, beras yang dikonsumsi masyarakat bisa ditambahkan dengan mikronutrien seperti vitamin dan mineral.
Kepala Kantor Balai Besar Teknologi Pati Hardaning Pranamuda menyampaikan, fortifikasi beras dilakukan dengan menambah vitamin A, B1, B3, B6, B9, B12, zat besi, dan Zinc. Kandungan vitamin dan mineral yang ditambahkan tersebut telah mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Program Pangan Dunia (WFP).
Selama ini, proses fortifikasi dilakukan juga pada garam dengan menambah kandungan Iodium, tepung terigu dengan penambahan zat besi, seng, dan vitamin B, serta minyak goreng yang ditambah dengan kandungan vitamin A.
Hardaning mengatakan, secara teknis, vitamin dan mineral dicampur ke dalam tepung beras. Setelah dicampur, tepung beras diolah dengan teknologi ekstrusi dengan mesin ekstruder agar bisa dibentuk menyerupai bulir beras. Bulir yang sudah diolah ini disebut sebagai kernel beras terfortifikasi (FRK). Bahan baku yang digunakan merupakan bahan lokal sehingga lebih murah.
“FRK ini akan dicampurkan dengan beras biasa dengan perbandingan satu banding 99. Jadi, satu persen bagian FRK dan 99 persen bagian beras biasa. Campuran beras inilah yang disebut sebagai beras terfortifikasi yang akan dikonsumsi oleh masyarakat,” kata dia.
Saat ini, beras fortifikasi yang dihasilkan oleh Balai Besar Teknologi Pati telah dikerjasamakan dengan Perum Bulog. Beras ini diharapkan bisa disalurkan pada masyarakat luas untuk mendukung ketahanan pangan nasional sekaligus memenuhi kecukupan gizi masyarakat.
Baca juga : Atasi ”Stunting”, Fortifikasi Pangan Diperluas
Hardaning menuturkan, Perum Bulog sebenarnya sudah mendistribusikan beras fortifikasi sebelumnya dengan merek Fortivit. Namun, FRK yang menjadi campuran beras tersebut selama ini harus diimpor.
“Dengan kerja sama BRIN dengan Bulog diharapkan mampu meningkatkan kandungan lokal dari Fortivit serta mendorong percepatan perbaikan gizi masyarakat melalui penyediaan beras sehat dengan jangkauan yang lebih luas,” tuturnya.
Hardaning mengatakan, seluruh proses pengembangan FRK dilakukan di Balai Besar Teknologi Pati yang berada di Lampung. Kapasitas produksi sekitar 1-1,5 ton per hari. Pengembangan beras fortifikasi ini mulai dilakukan pada Januari 2021. Proses pengembangan lebih mudah karena sebelumnya Balai Besar Teknologi Pati sudah berpengalaman dalam melakukan proses fortifikasi pada produk pangan lainnya.
Untuk sementara, beras fortifikasi ini masih diproduksi secara terbatas. Berbagai pengembangan harus dilakukan, terutama untuk menganalisa ketahanan vitamin dan mineral yang terkandung dalam beras.
“Kita harus pastikan kandungan yang ada di dalam beras ini bisa bertahan sampai berapa lama. Itu juga termasuk untuk menganalisa ketahanan vitamin dan mineral terhadap proses dan suhu ketika dimasak. Ini penting agar kandungan gizi tetap terjaga dan bermanfaat secara optimal bagi masyarakat,” ucap Hardaning.
Keberlanjutan
Ia menambahkan, beras fortifikasi yang sudah dihasilkan ini diharapkan bisa mendapat dukungan regulasi dan kebijakan yang kuat dari pemerintah. Beras ini bisa bermanfaat bagi masyarakat apabila bisa diproduksi dalam jumlah yang lebih besar dan disalurkan secara lebih luas.
Selain itu, Standar Nasional Indonesia (SNI) fortifikasi beras juga diperlukan sebagai landasan untuk mengawasi produk-produk pangan terfortifikasi yang beredar di pasaran. Nantinya, Balai Besar Teknologi Pati juga akan memproduksi produk FRK saja. Produk ini akan diproduksi dengan kemasan khusus sehingga masyarakat bisa mencampurnya dengan beras yang dimiliki di rumah sesuai dengan keinginan.
Baca jugan: Mengolah Beras Patah Jadi Susu Beras Fortifikasi
“Diharapkan fortifikasi beras ini dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan gizi masyarakat, menciptakan ketahanan tubuh terhadap penyakit, terutama dapat melindungi anak-anak Indonesia untuk dapat tumbuh dengan sehat,” kata Hardaning.
Sebelumnya, Kepala BPPT Hammam Riza dalam acara Launching 10 Produk Inovasi TFRIC-19 Next Gen: Berburu Inovasi Melawan Covid-19 pada 21 Agustus 2021 mengatakan, beras terfortifikasi merupakan salah satu produk unggulan yang dikembangkan oleh tim Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19. Dengan memastikan gizi yang cukup, kekebalan tubuh masyarakat untuk melawan berbagai infeksi termasuk Covid-19 bisa terjaga.
“Dalam upaya mengatasi pandemi ini BPPT terus bekerjasama dengan mitra terkait. Dengan membentuk ekosistem inovasi ini diharapkan menjadi langkah solutif dan nyata untuk menghasilkan karya-karya anak bangsa yang bermanfaat,” kata dia.
Baca juga : Waspadai Gizi Ibu dan Anak