Perundungan di Tempat Kerja Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung dan Diabetes
Studi menunjukkan, perundungan dan pelecehan seksual tidak hanya berdampak besar pada kesehatan mental emosional, tetapi juga kesehatan fisik.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·4 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Para pekerja berjalan menuju kantornya di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (16/6/2021).
Terkuaknya kasus perundungan dan pelecehan seksual yang dialami MS, pria pegawai di salah satu lembaga negara, menunjukkan bahwa siapa pun rentan menjadi korban. Rendahnya kesadaran pekerja, lembaga, dan masyarakat membuat tindakan dehumanisasi yang berdampak nyata bagi kesejahteraan pekerja itu belum menjadi perhatian serius.
Selama ini, perundungan lebih dikenal terjadi pada anak-anak di lingkungan sekolah. Nyatanya, tindakan itu juga bisa terjadi di dunia kerja, lingkungan yang diisi oleh orang-orang dewasa dengan pola pikir yang seharusnya matang. Namun, menegakkan profesionalisme, empati, dan penghargaan atas nilai-nilai umum masyarakat dalam budaya kerja itu tak selalu berjalan mulus.
Padahal, berbagai studi menunjukkan bahwa perundungan dan pelecehan seksual tidak hanya berdampak besar pada kesehatan mental emosional, tetapi juga kesehatan fisiknya. Lebih jauh, penindasan di antara pekerja itu pasti akan memengaruhi produktivitas dan kinerja organisasi atau perusahaan.
Studi yang dipimpin Tianwei Xu dari Universitas Kopenhagen, Denmark, dan rekan terhadap 80.000 pekerja laki-laki dan perempuan di Denmark dan Swedia yang dipublikasikan di European Heart Journal, 7 April 2019, menemukan 8 persen laki-laki dan 13 persen perempuan yang mengaku dirundung di tempat kerja mengembangkan penyakit kardiovaskuler 59 persen lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami perundungan.
Penyakit kardiovaskuler itu, antara lain, berupa serangan jantung dan stroke. Penyakit itu sudah muncul pada empat tahun setelah responden melaporkan mengalami perundungan di tempat kerja. Risiko penyakit kardiovaskuler pada korban perundungan itu tetap tinggi meski faktor indeks massa tubuh dan merokok sudah diperhitungkan.
Semakin sering responden melaporkan perundungan di tempat kerja, semakin besar risiko mereka mengembangkan penyakit yang terkait dengan jantung. (Christian Jarrett)
”Semakin sering responden melaporkan perundungan di tempat kerja, semakin besar risiko mereka mengembangkan penyakit yang terkait dengan jantung,” tulis Christian Jarrett di BBC, 7 Januari 2020.
Selain jantung, studi lain yang dilakukan Xu dan rekan terhadap pekerja di Denmark, Swedia, dan Finlandia, yang dipublikasikan di jurnal Diabetologia, Januari 2018, menunjukkan, pekerja yang mengalami perundungan juga berisiko mengembangkan penyakit diabetes melitus tipe 2 46 persen lebih tinggi dibanding yang tidak mengalami penindasan.
Repotnya, dampak kesehatan fisik akibat perundungan itu tidak hanya dialami korban, tetapi juga orang-orang sekitarnya yang menyaksikan perundungan tersebut.
Penelitian yang dilakukan tim dari Institut Psikologi Kerja Universitas Sheffield, Inggris, dan dipublikasikan di Journal of Occupational Health Psychology, April 2019, menemukan, mereka yang menyaksikan perundungan yang dialami rekan kerjanya juga mengalami penurunan kesejahteraan, khususnya akibat rasa tertekan yang dihadapi. Mereka yang kurang dukungan sosial dan pesimistis lebih rentan mengalami dampak tersebut.
”Mereka yang menyaksikan perundungan di tempat kerja perlu membicarakan persoalan itu terlebih dulu," kata Jeremy Dawson, salah satu peneliti. Membicarakan perundungan itu bisa dilakukan dengan korban langsung untuk menanyakan kondisinya atau dengan orang lain untuk sekadar berbagi pengalaman atau mengambil tindakan atas persoalan tersebut. Mereka yang menyaksikan perundungan itu juga perlu melaporkan tindakan tersebut dengan cara-cara yang mungkin, baik melalui saluran resmi, kepada manajer atau supervisor, maupun kepada rekan tepercaya lainnya.
Rony E Hutahaean, kuasa hukum korban perundungan terhadap karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, MS, saat mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan psikis di RS Polri, Jakarta Timur, Senin (6/9/2021).
Kesehatan mental
Studi lain yang dilakukan Sandy Lim dan rekan dari Universitas Manajemen Singapura yang dipublikasikan di Journal of Applied Psychology, Januari 2008, menemukan pengalaman perundungan yang dialami rekan kerja memengaruhi kesehatan mental pekerja dan ujungnya akan memengaruhi kesehatan fisik mereka juga.
Meski demikian, berbagai studi epidemiologi observasional itu tidak bisa langsung membuktikan bahwa perundungan di tempat kerja memicu penyakit jantung dan diabetes melitus. Berbagai masalah kesehatan mental yang dialami pekerja itu bisa jadi karena mereka sudah memiliki kerentanan sebelum perundungan itu terjadi hingga meningkatkan risiko mereka mengalami perundungan di tempat kerja dan mengembangkan masalah kesehatan fisik di kemudian hari.
Meski demikian, apa pun kerentanan yang dimiliki seseorang hingga menjadi korban, perundungan dan pelecehan seksual di tempat kerja tetap tidak bisa dibenarkan. Korban perundungan dan pelecehan tidak bisa disalahkan.
Namun, Xu dan rekan yakin ada mekanisme logis yang bisa menjelaskan bagaimana perundungan di tempat kerja bisa memicu berbagai persoalan kesehatan fisik. Perundungan akan meningkatkan hormon stres secara kronis atau menahun. Akibatnya, korban perundungan akan mengembangkan perilaku berisiko yang meningkatkan berbagai penyakit fisik, seperti makan atau minum alkohol berlebihan.
Besarnya dampak dari perundungan di tempat kerja, baik pada korban maupun rekan kerja yang menyaksikan perundungan, membuat pimpinan organisasi atau perusahaan dan sesama pekerja perlu membangun kerja sama atau kolaborasi untuk mencegah dan mengambil tindakan tegas jika terjadi perundungan di tempat kerja. Tindakan tegas itu diperlukan sebelum perilaku yang merendahkan martabat kemanusiaan itu mengakar dalam organisasi atau perusahaan, memengaruhi kesejahteraan karyawan, hingga akhirnya menurunkan kinerja perusahaan.