Varian Delta Masih Paling Berbahaya dan Memunculkan Garis Keturunan Baru
Varian Mu SARS-CoV-2 yang mulai menjadi perhatian WHO mampu menghindari proteksi yang terbentuk, baik oleh infeksi alami maupun vaksin. Namun, varian Delta hingga saat ini masih jadi varian yang paling berbahaya.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Varian Delta yang lebih menular tetap menjadi jenis SARS-CoV-2 yang paling mengkhawatirkan meskipun telah muncul varian Mu. Subvarian Delta bermunculan di Indonesia, sedangkan varian Mu sejauh ini belum ditemukan.
”Varian Delta atau B.1.617.2 beranak pinak menjadi banyak sublineage (garis keturunan). Sudah sampai AY.25 atau B.1.617.25, sedangkan di Indonesia yang ditemukan dominan AY.23 dan AY.24,” kata Kepala Pusat Genom Nasional Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Safarina G. Malik, di Jakarta, Rabu (8/9/2021).
Subvarian AY.23 dan AY.24 ditambahkan sebagai garis keturunan baru pada 17 Agustus 2021. ”Ada tambahan mutasi-mutasi unik sehingga diidentifikasi sebagai lineage baru,” ujarnya.
Varian Delta atau B.1.617.2 beranak pinak menjadi banyak sublineage (garis keturunan). Sudah sampai AY.25 atau B.1.617.25, sedangkan di Indonesia yang ditemukan dominan AY.23 dan AY.24.
Selain banyak ditemukan di Indonesia, AY.23 juga banyak ditemukan di Singapura. Safarina mengatakan, informasi mengenai karakter subvarian Delta ini belum banyak diketahui. Namun, diperkirakan mirip dengan induknya, yaitu B.1.617.2, yang sangat menular.
Terkait dengan varian Mu, Safarina mengatakan, sejauh ini belum ditemukan di Indonesia. ”Hasil WGS (whole genome sequencing) spesimen dari sejumlah daerah belum menemukan varian ini,” ujarnya.
Varian Mu ditambahkan ke daftar varian yang menjadi perhatian (variant of concern) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pekan lalu. Kepala Teknis WHO Maria van Kerkhove kepada pers secara daring, Selasa (7/9/2021), mengatakan, varian Mu memiliki mutasi yang dapat menghindari perlindungan kekebalan yang diberikan oleh infeksi alami atau vaksinasi.
Varian baru ini pertama kali terdeteksi di Kolombia dan sekarang dikonfirmasi setidaknya di 39 negara. ”Namun, varian Delta bagi saya adalah yang paling mengkhawatirkan karena peningkatan penularannya,” kata Kerkhove.
Dia mengingatkan, varian Delta yang pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020 memiliki kemampuan menular dua kali lipat dibandingkan dengan varian awal virus yang muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019. Sejauh ini varian Delta telah menyebar setidaknya ke 170 negara dan dengan cepat menjadi varian dominan di banyak negara tersebut.
Sementara itu, varian Mu, yang juga dikenal oleh para ilmuwan sebagai B.1.621, meningkat prevalensinya di beberapa negara Amerika Selatan, tetapi cenderung menurun di wilayah lain di dunia, terutama jika varian Delta sudah beredar.
”Setiap virus baru yang muncul akan bersaing dengan ’kelas terbaik’ dan saat ini adalah Delta,” kata Kepala Program Kedaruratan Kesehatan WHO Mike Ryan.
Penularan di pedalaman
Pada Rabu (8/9/2021), kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 6.731 kasus dengan jumlah kasus aktif menurun 5.807 sehingga total kasus aktif menjadi 132.823 kasus. Jumlah kasus aktif terbanyak saat ini berada di Jawa Tengah dengan 18.496 kasus, Sumatera Utara 15.685 kasus, dan Papua 11.729 kasus. Daerah lain di luar Jawa yang memiliki kasus aktif cukup tinggi adalah Aceh sebanyak 6.271 kasus, Bali 4.770 kasus, Kalimantan Timur 4.368 kasus, dan Sumatera Barat 3.687 kasus.
Meski demikian, penurunan kasus harian ini juga terjadi seiring dengan jumlah tes yang juga menurun, yaitu 145.660 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 37.982 diperiksa dengan polimerase rantai ganda (PCR) dan 478 diperiksa dengan tes cepat molekuler (TCM), sedangkan sisanya dengan tes cepat antigen. Tingkat kepositifan (positivity rate) dengan PCR dan TCM masih 12,1 persen.
Sementara itu, penambahan kematian harian sebanyak 626 orang, paling banyak dari Jawa Barat (187 orang), disusul Jawa Tengah (145 orang), Jawa Timur (63 orang), Sumatera Utara (37 orang), dan Aceh (30 orang). Bali melaporkan 20 tambahan kematian, Jakarta 14 kematian, sedangkan Kalimantan Timur dan Riau masing-masing 13 kematian. Sisanya tersebar di beberapa provinsi lain.
Sebaran kasus dan kematian tersebut menunjukkan mulai terjadinya pergeseran penularan Covid-19 di luar Jawa. Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi khawatir penularan kasus Covid-19 masih berlangsung di daerah pedalaman, termasuk di lingkungan masyarakat adat. ”Namun, pemeriksaan dan pelacakan di daerah pedalaman tidak berjalan baik,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan, banyak masyarakat adat yang mengalami gejala Covid-19 tetapi tidak diperiksa, apalagi mendapatkan perawatan. Selain itu, ada kecenderungan ”masyarakat adat rata-rata bertahan dengan pengetahuan dan obat-obatan tradisional mereka,” ujarnya.
Di sisi lain, tambah Rukka, banyak masyarakat adat yang masih kesulitan untuk mendapatkan vaksin. ”Sekalipun ada juga kisah sukses, masyarakat adat di Sungai Utik (Kalimantan Barat) yang 90 persen sudah mendapat vaksin. Namun, itu karena mereka aktif mencari vaksin sampai di luar kecamatan lain. Banyak juga masyarakat adat yang belum mau divaksin,” ujarnya.
Menurut Rukka, salah satu hambatan yang menyebabkan lambatnya vaksinasi di kalangan masyarakat adat adalah kesulitan distribusi sampai ke pedalaman. ”Masyarakat adat kalau dilibatkan pasti mau ikut membantu, setidaknya membiayai makan para vaksinator, asal vaksinnya benar ada. Kalau alasannya memang sulit dijangkau, harus gunakan seluruh kekuatan,” tuturnya.