Menghasilkan Gas Sintetis dari Penangkapan Karbon Dioksida
Senyawa karbon dioksida yang ditangkap dari pembakaran bisa dimanfaatkan lebih lanjut menghasilkan metana, penyusun utama bahan bakar gas.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
Penggunaan bahan bakar gas meski dinilai bersih bagi lingkungan tetap saja itu berasal dari fosil yang tidak ramah pada iklim. Para peneliti baru-baru ini menawarkan gas alam sintetik yang diperoleh dari hasil pengolahan karbon dioksida yang ditangkap atau disimpan.
Karbon dioksida (CO2) merupakan senyawa utama hasil pembakaran bahan bakar fosil, baik pada kendaraan maupun pembangkit listrik. Ekses pembakaran ini jika terlepas ke udara dan terakumulasi hingga menimbulkan efek gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global serta krisis iklim.
Perkembangan teknologi kemudian mampu menciptakan alat untuk menangkap (capture) dan menyimpan (storage) senyawa zat asam arang tersebut. CO2 yang tersimpan ini yang dimanfaatkan peneliti untuk menghasilkan gas metana, komponen utama bahan bakar gas.
Hasil kajian peneliti di Department of Energy’s Pasific Northewst National Laboratory (PNNL) di Amerika Serikat ini diterbitkan dalam jurnal ChemSusChem yang dikelola Chemistry Europe pada 21 Agustus 2021.
Saya akan senang ketika saya dapat membuat proses ini bekerja untuk metanol seefisien yang dilakukan untuk metana sekarang. Itu tujuan jangka panjang saya.
Merujuk pada siaran pers PNNL, 2 September 2021, proses kimia itu diklaim lebih efisien, baik dari sisi bahan material maupun energi yang dibutuhkan. Ujungnya, diperoleh harga gas (sintetik) yang lebih murah.
Proses kimia tersebut dimungkinkan berkat EEMPA, pelarut yang dikembangkan PNNL, mengambil CO2 dari gas buang pembangkit listrik, mengikat gas rumah kaca tersebut sehingga dapat diubah menjadi bahan kimia yang berguna.
Awal tahun ini, peneliti PNNL mengungkapkan bahwa menggunakan EEMPA di pembangkit listrik dapat memangkas harga penangkapan karbon hingga 19 persen lebih rendah dari biaya industri standar. Ini diklaim merupakan harga penangkapan karbon terendah yang didokumentasikan. Kini dalam kajian yang terbit dalam jurnal ChemSusChem itu peneliti kembali menawarkan ”insentif” baru dalam memproduksi gas alam yang lebih murah.
Jika dibandingkan dengan metode konversi metana konvensional, proses baru ini membutuhkan investasi awal dengan biaya 32 persen lebih rendah. Biaya operasi dan pemeliharaan lebih murah 35 persen sehingga harga jual gas alam sintetis turun 12 persen.
Peran metana
Berbagai metode untuk mengubah CO2 menjadi metana telah lama dikenal. Namun, sebagian besar proses bergantung pada suhu tinggi dan sering kali terlalu mahal untuk penggunaan komersial secara luas.
Selain diproduksi oleh alam, metana dapat dihasilkan dari sumber CO2 terbarukan atau daur ulang dan dapat dipakai sebagai bahan bakar itu sendiri atau sebagai pembawa energi H2 (hidrogen). Meskipun merupakan gas rumah kaca dan memerlukan manajemen rantai pasokan yang cermat, metana memiliki banyak aplikasi, mulai dari penggunaan rumah tangga hingga proses industri, kata penulis utama dan ahli kimia PNNL, Jotheeswari Kothandaraman.
”Saat ini sebagian besar gas alam yang digunakan di AS harus dipompa keluar dari tanah dan permintaan diperkirakan akan meningkat seiring waktu, bahkan di bawah jalur mitigasi perubahan iklim,” kata Kothandaraman.
Karena itu, ia menyatakan, metana yang dihasilkan dari limbah CO2 menawarkan alternatif untuk bahan bakar dengan jejak karbon rendah.
Menghitung biaya
Untuk mengeksplorasi penggunaan EEMPA dalam mengubah CO2 menjadi metana, Kothandaraman dan rekan penulisnya mempelajari dasar molekuler reaksi. Mereka kemudian menghitung biaya untuk menjalankan proses dalam skala besar di pembangkit listrik 550 megawatt.
Secara konvensional, operator pabrik dapat menangkap CO2 dengan menggunakan pelarut khusus yang menyiram gas buang sebelum dikeluarkan dari cerobong pabrik. Namun, pelarut tradisional ini memiliki kandungan air yang relatif tinggi, membuat konversi metana menjadi sulit.
Penggunaan EEMPA, sebagai gantinya, mengurangi energi yang dibutuhkan untuk memicu reaksi semacam itu. Penghematan sebagian berasal dari kemampuan EEMPA untuk membuat CO2 lebih mudah larut, yang berarti lebih sedikit tekanan yang dibutuhkan untuk menjalankan konversi.
Penilaian penulis, proses ini menghasilkan penghematan biaya karena CO2 yang ditangkap oleh EEMPA dapat diubah menjadi metana di lokasi. Secara tradisional, CO2 dipisahkan dari pelarut yang kaya air dan dikirim ke luar lokasi untuk diubah atau disimpan di bawah tanah. Dengan metode ini, CO2 yang ditangkap dapat dicampur dengan hidrogen terbarukan dan katalis dalam ruang sederhana, kemudian dipanaskan hingga setengah tekanan yang digunakan dalam metode konvensional untuk membuat metana.
Reaksinya efisien, kata para penulis, mengubah lebih dari 90 persen CO2 yang ditangkap menjadi metana meskipun jejak gas rumah kaca akhir bergantung pada peruntukan lanjutan dari metana. EEMPA menangkap lebih dari 95 persen CO2 yang dipancarkan dalam gas buang. Proses baru juga mengeluarkan panas berlebih, menyediakan uap untuk pembangkit listrik.
Menghasilkan lebih banyak dari CO2
Proses kimia yang disorot dalam makalah ini merupakan satu jalur di antara banyak jalur, kata Kothandaraman, di mana CO2 yang ditangkap dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan kimia berharga lainnya. ”Saya akan senang ketika dapat membuat proses ini bekerja untuk metanol seefisien yang dilakukan untuk metana sekarang. Itu tujuan jangka panjang saya,” katanya.
Metanol memiliki lebih banyak aplikasi daripada metana, kata Kothandaraman, yang telah berusaha mengungkap reaksi katalitik yang dapat menghasilkan metanol dari CO2 selama kira-kira satu dekade. Membuat plastik dari CO2 yang ditangkap adalah rute lain yang direncanakan tim untuk dijelajahi.
”Penting bahwa kita tidak hanya menangkap CO2, tetapi menemukan cara yang berharga untuk menggunakannya,” kata Ron Kent, Manajer Pengembangan Teknologi Lanjutan di SoCalGas. ”Penelitian ini menawarkan jalur hemat biaya untuk membuat sesuatu yang berharga dari buang CO2.”
Studi ini didukung oleh SoCalGas dan Department of Energy\'s Technology Commercialization Fund and Office of Science.