Inovasi teknologi terbukti dapat memperbaiki habitat yang rusak dan memperkaya sumber daya perikanan agar lebih berkelanjutan. Atraktor cumi yang sudah dipasang di banyak daerah menjadi salah satu contohnya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Produksi cumi-cumi di berbagai wilayah di Indonesia masih bergantung pada tangkapan dan kegiatan ini tidak diiringi dengan pengayaan stok. IPB University kemudian mengembangkan atraktor sebagai tempat berkumpul dan bertelurnya cumi-cumi sehingga praktik penangkapan dapat lebih berkelanjutan.
Selain ikan dan udang, cumi-cumi juga merupakan komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi. Data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat, pada 2017, Indonesia menjadi negara terbesar ketiga produsen cumi-cumi, sotong, dan gurita dengan volume 191.000 ton per tahun.
Namun, mayoritas cumi-cumi belum dibudidayakan sehingga produksinya masih sangat bergantung pada tangkapan di alam. Di sisi lain, intensitas penangkapan yang semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah armada dan modernisasi alat tangkap dapat menyebabkan penangkapan berlebih atau over fishing.
Selain itu, tingginya laju degradasi habitat pemijahan dan pembesaran cumi-cumi di daerah pesisir akibat pencemaran, sedimentasi, konversi lahan, dan penangkapan yang tidak ramah lingkungan berpotensi mengurangi populasi cumi-cumi. Bahkan, sejumlah penelitian menyebut cumi bangka (Loligo chinensis) sudah semakin sulit didapat di perairan Indonesia. Padahal, cumi ini merupakan jenis yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu komoditas ekspor.
Sebelum adanya atraktor ini belum ada nelayan yang menangkap cumi-cumi dengan bantuan teknologi. Jadi, alat ini sebagai daya tarik atau merangsang cumi-cumi datang dan menempelkan telurnya di atraktor.
Sebagai upaya untuk mempertahankan populasi cumi-cumi, diperlukan teknologi terapan yang dapat membantu komoditas perikanan tersebut mudah berkembang biak. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Mulyono S Baskoro kemudian menginisiasi inovasi berupa atraktor cumi-cumi untuk membantu nelayan melakukan praktik penangkapan secara berkelanjutan.
Inovasi ini pertama kali didapat Mulyono saat ia mendapatkan pelatihan di Jepang pada tahun 2003. Setelah itu, Mulyono langsung mengenalkan inovasi tersebut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga menjalin kerja sama pada 2005-2018.
Setiap tahun teknologi ini diterapkan di dua hingga tiga kabupaten di pulau-pulau kecil. Selama bekerja sama dengan KKP, total 570 atraktor telah digunakan di 30 kabupaten di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi dengan melibatkan 5.700 nelayan.
”Sebelum adanya atraktor ini belum ada nelayan yang menangkap cumi-cumi dengan bantuan teknologi. Jadi, alat ini sebagai daya tarik atau merangsang cumi-cumi datang dan menempelkan telurnya di atraktor. Padahal, nelayan tahu kalau cumi-cumi banyak bertelur di jangkar yang tidak dinaikkan dalam jangka waktu lama,” ujarnya, Sabtu (4/9/2021).
Beragam bentuk
Atraktor cumi-cumi dapat dibuat dari berbagai jenis bahan dan bentuk tergantung ketersediaan di daerah masing-masing. Beberapa contoh bahan atraktor cumi-cumi adalah kawat harmonika, bambu, drum bekas, dan pipa pralon. Perakitannya juga tidak membutuhkan peralatan khusus sehingga sangat mudah diterapkan oleh semua orang.
Salah satu atraktor dengan bahan kawat harmonika dibuat dengan konstruksi menyerupai bunga berkelopak empat dengan diamter 120-130 sentimeter (cm) dan tinggi 35-40 cm. Konstruksi dilengkapi untaian tali rami pada setiap kelopaknya dan bagian atas ditutup dengan lembaran terpal berwarna gelap.
Pemasangan lembaran terpal hitam bertujuan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang datang pada tempat cumi-cumi akan melepaskan telurnya. Pemasangan atraktor di dalam perairan dengan kedalaman 5-7 meter dilakukan dengan sistem rangkaian yang terdiri dari lima atau sepuluh atraktor dengan jarak masing-masing 5 meter.
Contoh atraktor cumi-cumi lainnya dengan bahan bambu dibuat dengan konstruksi berbentuk kotak terbuka. Konstruksi tersebut terdiri dari empat tiang bambu dengan panjang dan lebar 60 cm serta tinggi 40 cm. Atraktor dilengkapi untaian tali serabut pada bagian tengah dan bagian atas ditutupi lembaran karung goni. Atraktor dengan bahan bambu ini dapat dipasang di dalam perairan dengan kedalaman 3-7 meter.
”Hasil penelitian kami, pemasangan atraktor dengan kedalaman 3, 5, dan 7 meter ternyata lebih banyak memancing cumi-cumi di kedalaman 5 meter. Hasil ini bahkan lebih banyak jika atraktor tidak hanya dipasang di pinggir terumbu karang,” kata Mulyono.
Meski dibuat dari bahan yang beragam, secara umum atraktor cumi-cumi terdiri atas tiga bagian utama, yaitu rangka, tali rami, dan penutup. Tali rami inilah yang merangsang cumi-cumi untuk menempelkan telurnya. Sebab, saat akan melakukan pemijahan, cumi-cumi memiliki perilaku untuk mencari tempat-tempat yang menggantung.
Setelah tiga minggu, telur cumi-cumi tersebut akan menetas dan mulai tumbuh dewasa selama tiga hingga empat bulan. Setelah itu, barulah nelayan dapat memanen atau menangkap cumi-cumi yang telah dewasa di atraktor tersebut.
Meningkatkan populasi
Menurut Mulyono, dari hasil penelitian sejumlah pihak menunjukkan atraktor dari berbagai bahan dapat meningkatkan populasi cumi-cumi hingga 12-15 persen. Meningkatnya populasi ini juga membuat nelayan mendapat tangkapan yang lebih banyak dan meningkatkan nilai ekonomi mereka.
Sementara dari penelitian Mulyono pada 2006, tingkat efektivitas atraktor berbentuk lingkaran bunga mekar 66,67 persen dan dari ban bekas 50 persen. Secara kumulatif, nilai potensi atau ekonomi total sekitar Rp 30 juta per atraktor per tahun.
Dari sejumlah hasil penelitian tersebut, atraktor cumi-cumi telah terbukti dapat memperbaiki habitat yang rusak dan memperkaya sumber daya perikanan. Efisiensi biaya juga akan dirasakan nelayan karena mereka tidak perlu mengelilingi perairan untuk menangkap cumi-cumi dan hanya tinggal menangkap di atraktor tersebut. Atraktor ini juga bisa diintegrasikan dengan kegiatan lain yang dapat meningkatkan nilai ekonomi seperti budidaya cumi dan wisata bahari.
Secara keseluruhan, KKP mencatat nilai ekspor perikanan Indonesia pada 2020 sebesar 5,2 miliar dolar AS atau lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, yakni 4,9 miliar dolar AS. Cumi-sotong-gurita menjadi andalan ekspor Indonesia saat ini selain udang, tuna- cakalang, rajungan- kepiting, dan rumput laut.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyatakan, saat ini cumi-sotong-gurita, tuna-cakalang, dan rajungan-kepiting masih masuk kategori hasil perikanan tangkap. Sementara udang dan rumput laut sebagian besar merupakan hasil perikanan budidaya. Oleh karena itu, KKP akan memperkuat subsektor budidaya untuk menjaga sumber daya alam perikanan tetap lestari.