Saat Bintang-bintang Seukuran Matahari Memakan Planetnya
Pernahkan Anda membayangkan Matahari memakan planet-planetnya, termasuk Bumi. Fenomena unik ini sungguh terjadi pada sistem keplanetan di luar Tata Surya.
Oleh
Muchamad Zaid Wahyudi
·5 menit baca
Sejak ditemukannya bintang muda yang memakan sendiri planet-planetnya, belum diketahui seberapa sering hal itu terjadi di alam semesta. Padahal, jumlah sistem keplanetan atau bintang yang memiliki planet makin banyak ditemukan.
Bukti langsung pertama yang menunjukkan bintang-bintang muda memakan sendiri planetnya itu diperoleh dari bintang RW Aur A, bintang muda yang berjarak 450 tahun cahaya dari Bumi dan berada di aras rasi Taurus dan Auriga. Bintang ini adalah bintang ganda yang mengitari bintang kembarannya bernama RW Aur B.
Berdasarkan pengamatan sejak 1930-an, seperti dikutip dari Earth Sky, 24 Juli 2018, bintang RW Aur A mengalamai peredupan secara teratur selama sebulan dan kemudian cerah kembali selama beberapa dekade. Seiring bertambahnya waktu, peredupan terjadi makin sering.
Pada 2011, peredupan terjadi selama setengah tahun. Setelah itu, peredupan kembali pada pertengahan 2014 dan cerah kembali pada 2016. Lalu pada Januari 2017 bintang meredup lagi.
Setidaknya seperempat sistem keplanetan yang mengorbit pada bintang seukuran Matahari memiliki masa lalu yang kacau dan dinamis.
Pengamatan yang dilakukan tim astronom dari Institut Riset Astrofisika dan Antariksa Kavli di Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Amerika Serikat, menemukan bahwa peredupan itu terjadi karena bintang tertutup awan debu dan gas yang sangat tebal. Studi yang dipimpin Hans Moritz Guenther dan dilakukan dengan menggunakan teleskop sinar X milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Chandra X-Ray Observatory.
Awan debu dan gas itu berasal dari tabrakan di antara dua planetesimal atau calon planet. Temuan yang diumumkan pada 2018 dan dipublikasikan di The Astronomical Journal itu menunjukkan awan debu dan gas itu mengelilingi bintang di bagian tengah hingga membentuk piringan cakram. Lama-kelamaan, materi awan debu dan gas itu makin dekat bintang hingga akhirnya ditelan oleh sang bintang induk.
Proses peredupan ulang itu diduga Guenther berasal dari tabrakan ulang dari sisa-sisa tabrakan planetesimal sebelumnya. ”Jika kita memiliki dua benda yang bertabrakan, pecahan benda tersebut akan terpecah di sejumlah orbit hingga peluang mereka untuk bertabrakan kembali menjadi makin besar,” katanya.
Piringan materi yang berisi puing-puing planetesimal dan mengelilingi bintang induk itu ternyata memiliki kandungan besi lebih tinggi 10 kali dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Hal ini janggal karena bintang muda yang panas umumnya memiliki zat besi yang rendah.
Kelebihan zat besi itu diduga berasal dari planetesimal batuan yang bertabrakan sebelumnya. Planet batuan memang memiliki kandungan besi lebih banyak dan saat planet itu ditelan oleh bintang induknya, maka material planet akan memperkaya unsur-unsur kimia yang ada di bintang induk.
Cukup sering
Jika proses bintang memakan planetnya sendiri sudah terbukti, lantas seberapa sering peristiwa itu terjadi? Terlebih, saat ini sudah makin banyak sistem keplanetan atau tata surya di luar Matahari yang ditemukan.
Sejak sistem keplanetan di luar Tata Surya yang mengelilingi bintang ditemukan pada 1995, sudah ditemukan 3.572 sistem keplanetan yang terdiri atas 4.834 planet hingga 2 September 2021. Di antara banyak sistem keplanetan itu, Tata Surya dengan Matahari sebagai bintang induknya nyatanya tidaklah istimewa.
Meski demikian, Tata Surya tetaplah unik. Sang bintang induk, yaitu Matahari, ditemukan sendirian. Padahal, lebih separuh bintang yang ditemukan merupakan sistem bintang dengan dua atau lebih bintang induk. Sebaliknya, bintang yang sendirian relatif jarang ditemukan.
Selain itu, planet-planet yang mengelilingi Tata Surya memiliki bentuk orbit yang hampir bulat sempurna alias tidak terlalu elips. Jalur lintasan planet-planet itu juga stabil, hampir tidak mengalami perubahan bentuk lintasan sejak planet-planet itu terbentuk.
Kestabilan orbit planet itulah yang tidak banyak dimiliki sistem keplanetan lainnya. Mereka umumnya mengalami sejarah pembentukan di masa lalu yang kacau hingga sulit menopang adanya kehidupan di sistem keplanetan tersebut.
Untuk mengetahui seberapa banyak sistem keplanetan yang kacau tersebut dibandingkan dengan sistem keplanetan yang stabil dan mendukung adanya kehidupan seperti Tata Surya, Lorenzo Spina dari Observatorium Astronomi Padova, Italia, dan juga dosen Universitas Monash, Australia, beserta rekan menganalisis komposisi kimia bintang dalam sistem bintang ganda.
Sistem keplanetan yang terdiri atas dua bintang induk itu dipilih karena kedua bintang tersebut bisanya terbentuk bersamaan dan berasal dari material gas yang sama. Dengan demikian, kandungan unsur dalam kedua bintang itu juga sama.
Sejumlah ahli pernah menduga, Matahari kita sejatinya juga bintang ganda dengan planet Jupiter sebagai kembarannya, tetapi gagal menjadi bintang. Komponen planet gas Jupiter sama dengan Matahari, yaitu hidrogen dan helium. Namun, anggapan ini dibantah ahli lain karena massa Jupiter terlalu kecil, hanya 0,1 persen dari massa Matahari. Dengan massa yang sangat kecil, proses pembangkitan energi fusi seperti yang terjadi di dalam bintang sulit terwujud.
Dari analisis terhadap 107 sistem keplanetan dengan bintang ganda seukuran Matahari diketahui bahwa 20 persen hingga 35 persen bintang induk pada sistem keplantean tersebut telah memakan planetnya. Angka prediksi paling kuat berada di angka 27 persen.
”Kondisi itu menunjukkan setidaknya seperempat sistem keplanetan yang mengorbit pada bintang seukuran Matahari memiliki masa lalu yang kacau dan dinamis,” tulis Spina di The Conversation, Selasa (31/8/2021). Hasil studi itu dipublikakan di jurnal Nature Astronomy pada waktu yang sama.
Dalam analisis Spina dan tim diketahui, jika planet jatuh ke bintang induknya, baik pada salah satu bintang maupun pada kedua bintang dalam sistem bintang ganda tersebut, planet akan menyatu dengan lapisan luar bintang. Akibatnya, komposisi kimia bintang menjadi berubah.
Unsur yang paling mudah ditemukan di bintang yang memakan planetnya itu di antaranya adalah besi, unsur yang membentuk planet batuan. Jika kandungan elemen ini lebih banyak daripada seharusnya, bintang itu diperkirakan telah memakan planet-planetnya di masa lalu.