Organisasi Kesehatan Dunia menambahkan varian Mu atau B.1.621 dalam kategori varian baru yang jadi perhatian. Sejauh ini, varian Mu belum terdeteksi di Indonesia.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus baru Covid-19 secara global cenderung stagnan, kecuali untuk wilayah Pasifik Barat yang melaporkan peningkatan 7 persen dibandingkan minggu sebelumnya. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menambahkan varian Mu atau B.1.621 dalam kategori varian baru yang menjadi perhatian.
Pengumuman itu disampaikan WHO dalam buletin pandemi mingguan yang dikeluarkan pada Selasa (31/8/2021). Disebutkan, varian tersebut memiliki mutasi yang menunjukkan risiko resistensi terhadap vaksin dan menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahaminya.
Varian Mu memiliki konstelasi mutasi yang menunjukkan sifat potensial untuk lolos dari kekebalan.
”Varian Mu memiliki konstelasi mutasi yang menunjukkan sifat potensial untuk lolos dari kekebalan,” sebut buletin itu.
Varian yang awalnya ditemukan di Kolombia pada awal tahun itu saat ini telah dilaporkan di beberapa bagian Amerika Selatan dan Eropa. WHO mengatakan, prevalensi globalnya telah menurun hingga di bawah 0,1, tapi di Kolombia mencapai 39 persen dan Ekuador 13 persen dengan tren meningkat.
Dikenal juga sebagai varian B.1.621, varian Mu sekarang telah terdaftar sebagai salah satu dari lima varian yang menjadi perhatian (variant of concern) WHO. Selain Mu, empat varian lain yang masuk kategori ini adalah Eta yang pertama kali terdeteksi di beberapa negara pada Desember 2020, lalu Iota pertama kali terdeteksi di AS pada November 2020, Kappa pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020, dan Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Desember 2020.
Itu berarti varian-varian ini dipandang sebagai masalah potensial yang lebih kecil daripada strain Delta atau Alfa dari virus SARS-CoV-2, yang telah ditetapkan sebagai varian yang menjadi kekhawatiran (variant of concern) karena virulensinya yang tinggi. Selain Alfa dan Delta, varian yang juga masuk kategori ini adalah Beta dan Gamma.
Sejauh ini, varian Mu belum terdeteksi di Indonesia. Data Jejaring Surveilans Genom Indonesia yang hingga 30 Agustus telah mendaftarkan 5.741 data urutan genom utuh (WGS) ke GISAID masih menunjukkan dominasi varian Delta atau B.1.617.2 dengan sebaran di seluruh provinsi di Indonesia, dengan temuan yang terbanyak di Jakarta, yaitu di 751 spesimen, Jawa Barat 322 spesimen, dan Kalimantan Timur di 299 spesimen.
Selain varian Mu, baru-baru ini, ilmuwan Afrika Selatan yang tergabung dalam KwaZulu-Natal Research and Innovation and Sequencing Platform telah melaporkan adanya varian virus korona baru SARS-CoV-2 yang memiliki jumlah mutasi yang mengkhawatirkan. Hasil kajian ini dilaporkan di www.medrxiv.org dan belum mendapatkan peninjauan dari sejawat.
Varian yang disebut C.1.2. ini pertama kali diidentifikasi pada Mei 2021 di dua provinsi di Afrika Selatan. Varian ini disebut mutasinya hampir dua kali lebih cepat daripada yang diamati pada varian global lainnya. Disebutkan, mutasi pada virus ”terkait dengan peningkatan penularan” dan peningkatan kemampuan untuk menghindari antibodi.
Sejauh ini, frekuensinya varian ini masih relatif rendah, yaitu kurang dari 3 persen genom yang diurutkan sejak pertama kali diambil pada Mei 2021. Meskipun demikian, varian ini telah meningkat dari 0,2 persen menjadi 2 persen sejak bulan lalu. Pada 13 Agustus, varian itu telah ditemukan di enam dari sembilan provinsi Afrika Selatan, selain juga di Republik Demokratik Kongo, Mauritius, Portugal, Selandia Baru, dan Swiss, China, dan Inggris.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, Indonesia harus terus mewaspadai varian-varian baru yang kemungkinan akan terus muncul di berbagai negara. Apalagi, saat ini ada kecenderungan kenaikan kasus di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat.
Menurut Dicky, vaksinasi tidak bisa menjamin tidak terinfeksi, walaupun terbukti bisa menurunkan risiko keparahan dan kematian pasien. Namun, selama tidak memakai masker dan menjaga jarak penularan masih akan terjadi. ”Justru dikhawatirkan di negara yang vaksinasinya tinggi, tetapi penularannya juga tinggi akan muncul varian yang bisa menyiasati vaksin. Penggunaan booster vaksin yang tak terkontrol juga rentan memicu mutasi virus,” katanya.
Oleh karena itu, dia mengingatkan pentingnya tetap memakai masker dan menaati protokol kesehatan. Sementara untuk antisipasi masuknya varian baru dari luar, bisa dilakukan dengan penapisan dini dan sistem karantina yang baik.
Penularan global
Laporan epidemiologi WHO ini juga menyebutkan, dalam seminggu kasus Covid-19 yang dilaporkan masih di bawah 4,4 juta kasus baru sehingga relatif sama dengan minggu sebelumnya. Dalam minggu lalu, semua wilayah melaporkan stagnan atau penurunan, kecuali untuk Wilayah Pasifik Barat yang:
melaporkan peningkatan 7 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya.
Jumlah kematian yang dilaporkan secara global minggu ini juga serupa dengan minggu lalu, dengan lebih dari 67.000 kematian baru dilaporkan. Wilayah Mediterania Timur dan Pasifik Barat melaporkan peningkatan jumlah
kematian mingguan, masing-masing 9 persen dan 16 persen, sedangkan Wilayah Asia Tenggara melaporkan penurunan terbesar, yang mencapai 20 persen.
Jumlah kumulatif kasus yang dilaporkan secara global sekarang mencapai hampir 216 juta dan jumlah kumulatif kematian 4,5 juta.
Secara global, kasus varian Alfa telah dilaporkan di 193 negara atau ada penambahan satu negara baru sejak minggu lalu. Sementara Beta ditemukan di 141 negara atau tidak ada penambahan negara baru.
Adapun, varian Gamma dilaporkan di 91 negara dan varian Delta ditemukan di 170 negara atau ada penambahan tujuh negara baru dibandingkan minggu sebelumnya.