Sejarah Berulang, Pandemi Menurunkan Tingkat Kelahiran
Ketidakstabilan tiba-tiba akibat pandemi Covid-19 membuat keluarga-keluarga di negara kaya memilih untuk menunda kelahiran. Jumlah kelahiran di negara-negara kaya turun signifikan selama pandemi.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat kelahiran di negara-negara kaya telah menurun signifikan selama pandemi Covid-19. Indonesia juga tercatat mengalami penurunan kelahiran, sekalipun penambahan penduduk masih tinggi.
Penurunan tingkat kelahiran di negara kaya ini merupakan hasil penelitian tim peneliti dari Universitas Bocconi di Italia yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 7 September 2021 dan bisa diakses daring sejak Rabu (1/9/2021). Arnstein Aassve, Profesor Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Bocconi, dan rekan-rekannya mengamati tingkat kelahiran di 22 negara berpenghasilan tinggi, termasuk AS, dari 2016 hingga awal 2021.
Mereka menemukan bahwa tujuh dari 22 negara ini memiliki penurunan angka kelahiran yang signifikan secara statistik pada bulan-bulan terakhir tahun 2020 dan bulan-bulan pertama tahun 2021, dibandingkan dengan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya. Hongaria, Italia, Spanyol, dan Portugal mengalami penurunan terbesar masing-masing sebesar 8,5, 9,1, 8,4 dan 6,6 persen.
”AS mengalami penurunan sebesar 3,8 persen, tetapi ini tidak signifikan secara statistik. Hal ini diduga karena efek pandemi lebih menyebar di negara itu dan karena penelitian ini hanya memiliki data di AS hingga Desember 2020,” ujar Aassve, seperti ditulis Scientificamerican.com.
Tim peneliti juga menemukan, tingkat kelahiran berfluktuasi secara musiman dalam satu tahun, dan banyak negara dalam penelitian ini telah mengalami penurunan angka selama bertahun-tahun sebelum pandemi. Namun, penurunan tingkat kelahiran yang dimulai sembilan bulan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan darurat kesehatan masyarakat pada 30 Januari 2020, terlihat lebih mencolok.
Kami sangat yakin bahwa efek (pandemi) bagi negara-negara itu nyata. (Arnstein Aassve)
”Kami sangat yakin bahwa efek (pandemi) bagi negara-negara itu nyata,” kata Aassve. ”Meskipun mereka mungkin memiliki sedikit tren penurunan ringan (sebelumnya), kami cukup yakin tentang fakta bahwa ada dampak pandemi.”
Di awal pandemi, banyak pakar mengkhawatirkan akan ada ledakan bayi di seluruh dunia karena orang-orang terpaksa tinggal di rumah. Namun, sejarawan mencatat bahwa sebenarnya terjadi baby-bust atau penurunan tingkat kelahiran bayi selama pandemi flu tahun 1918.
Orang-orang yang hidup di masa yang tidak pasti, umumnya cenderung menunda memiliki anak sampai keadaan kembali normal. Dalam catatan sejarah, ledakan kelahiran baru terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia II sekitar tahun 1950-an. Kini, para peneliti telah menemukan bahwa sejarah ternyata berulang, setidaknya terjadi di negara-negara kaya.
Para peneliti juga mencatat bahwa penurunan dimulai sekitar sembilan bulan setelah pandemi dimulai, menunjukkan bahwa orang-orang bereaksi. Ketidakstabilan tiba-tiba membuat mereka memilih untuk tidak memiliki anak.
Beberapa negara dalam studi ini, termasuk beberapa negara Skandinavia, Swiss dan Korea Selatan, melihat tren yang sedikit positif dalam tingkat kelahiran, tetapi tidak signifikan secara statistik. Meskipun terlalu dini untuk menafsirkan data ini, orang dapat berspekulasi bahwa jaring pengaman sosial yang lebih kuat telah mengimbangi beberapa ketidakpastian yang terkait dengan memiliki anak selama pandemi.
Para peneliti hanya memasukkan negara-negara berpenghasilan tinggi dalam analisis mereka karena kualitas data yang tersedia. Negara-negara yang lebih kaya juga lebih mungkin memiliki akses ke kontrasepsi, dan perempuan di dalamnya lebih mungkin memiliki peluang dan agensi yang lebih besar.
Tim peneliti juga mencatat bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah penurunan akan diikuti dengan ledakan kelahiran setelah kondisi membaik ke titik di mana orang merasa nyaman memiliki anak.
”Kami benar-benar memperkirakan akan ada penurunan angka kelahiran sebagai akibat dari pandemi (Covid-19) sebagaimana sejarah bencana secara umum,” kata Philip Cohen, profesor sosiologi di University of Maryland, yang tidak terlibat dalam studi ini.
Studi Cohen, yang diterbitkan di edisi pracetak baru-baru ini dan belum ditinjau oleh rekan sejawat, juga menunjukkan bahwa Florida dan Ohio mengalami penurunan tingkat kelahiran selama pandemi. Dia menemukan penurunan yang lebih curam di negara-negara yang mengalami lebih banyak kasus Covid-19 dan tingkat mobilitas yang lebih rendah.
Situasi di Indonesia
Sejauh ini dampak pandemi terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia belum diketahui karena belum tersedianya data. Namun, berdasarkan hasil survei dan data Sensus Penduduk Indonesia, angka fertilitas dinamika kependudukan mengalami penurunan. Dari 2,6 per wanita pada periode Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2012 menjadi 2,4 anak pada SDKI 2017.
Sementara berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 270,020 juta jiwa. Bila dibandingkan dengan hasil 10 tahun sebelumnya, terdapat penambahan penduduk sebanyak 32,65 juta jiwa atau rata-rata 3,26 juta per tahun.
Sementara itu, Indonesia juga mengalami kematian ibu hamil yang sangat tinggi. Berdasarkan data dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) hingga April 2021, terdapat 536 ibu hamil di Indonesia terpapar Covid-19. Dari jumlah tersebut 16 orang meninggal atau diperkirakan setiap 1.000 ibu hamil, 32 di antaranya meninggal.