Pastikan Aksesibilitas Vaksinasi pada Kelompok Rentan
Vaksinasi pada kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas dan masyarakat adat, masih terbatas. Sosialisasi dan aksesibilitas pada layanan vaksinasi harus difasilitasi lebih baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kurangnya pemahaman masyarakat terkait manfaat vaksin menjadi salah satu kendala dalam percepatan vaksinasi Covid-19. Hal tersebut terutama ditemui pada pelaksanaan vaksinasi bagi kelompok rentan. Akses yang terbatas juga menjadi hambatan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, layanan vaksinasi Covid-19 untuk masyarakat adat masih sangat terbatas. Masyarakat harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan vaksinasi.
”Minat dari masyarakat adat untuk divaksinasi berkurang sampai 75 persen karena harus pergi ke kota terlebih dahulu. Meski vaksin gratis, mereka pasti butuh ongkos perjalanan juga makan,” katanya dalam webinar bertajuk ”Tantangan Akselerasi Vaksinasi Kelompok Rentan” yang diikuti dari Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Rukka menambahkan, perjalanan yang cukup jauh membuat masyarakat adat rentan tertular Covid-19. Ketidakpastian akan ketersediaan vaksin pun menjadi penyebab masyarakat adat enggan untuk datang ke sentra vaksinasi.
Meskipun pemerintah beberapa kali menyampaikan stok vaksin aman, ia mengatakan, ketersediaan vaksin untuk masyarakat adat di sejumlah wilayah masih terbatas. Jadwal vaksinasi juga tidak pasti, sementara masyarakat tidak bisa langsung meninggalkan mata pencarian mereka.
Karena itu, Rukka berharap akses vaksinasi untuk masyarakat harus lebih mudah. Vaksinasi bisa dilakukan di setiap desa. Pelaksanaannya pun perlu dilengkapi dengan pemeriksaan kesehatan yang baik untuk penapisan awal sebelum menerima vaksin.
”Banyak masyarakat adat yang bahkan belum pernah sama sekali mendapatkan imunisasi. Pemeriksaan ataupun penapisan kesehatan diperlukan untuk mengetahui kondisi masyarakat sebelum mendapatkan vaksinasi. Ini penting untuk mencegah KIPI (kejadian ikutan pasca-imunisasi),” tuturnya.
Co-founder Organisasi Harapan Nusantara, Buyung Ridwan Tanjung menyampaikan, berbagai kendala juga dihadapi dalam pelaksanaan vaksinasi bagi penyandang disabilitas. Dari beberapa pelaksanaan vaksinasi tidak ada layanan khusus yang disediakan, seperti transportasi, cek kesehatan tambahan, serta sosialisasi.
Menurut dia, sosialisasi pada penyandang disabilitas butuh pendekatan khusus. Selain sosialisasi dari ahli, seperti dokter, psikolog juga berperan untuk bisa meyakinkan mereka untuk divaksinasi. Kehadiran sukarelawan yang bisa menjadi juru bicara isyarat juga diperlukan.
Masyarakat dengan disabilitas masuk dalam kelompok rentan karena memiliki hambatan fisik dan komunikasi untuk menyampaikan gejala penyakit yang dialami. Akses pada fasilitas kesehatan juga terbatas. Hal ini pula yang dialami pada masyarakat adat.
Co-founder dan CEO Katadata.co.id Metta Dharmasaputra menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi seharusnya menjadi momentum yang baik bagi kelompok rentan. Selain mendapatkan perlindungan dari vaksin, program vaksinasi juga bisa menjadi langkah untuk mendapatkan nomor induk kependudukan (NIK). Pemerintah melalui program vaksinasi telah mempermudah akses masyarakat disabilitas untuk mendapatkan NIK.
Mengutip data dari Kementerian Sosial, Metta menyampaikan, vaksinasi pada masyarakat disabilitas ditargetkan bisa menyasar 564.000 orang pada akhir 2021. Sementara hingga Juli 2021, jumlah masyarakat disabilitas yang divaksinasi sebanyak 20.000 orang.
”Sosialisasi serta edukasi tentangan keamanan vaksin menjadi kunci sukses untuk mempercepat vaksinasi Covid-19 pada masyarakat, termasuk kelompok rentan. Pelibatan tokoh masyarakat juga tokoh agama bisa memengaruhi penerimaan masyarakat pada vaksinasi,” ucap Metta.
Rukka menambahkan, sosialisasi melalui petugas puskesmas, kepala adat, juga tokoh masyarakat bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat akan vaksinasi. Panduan sederhana bisa disiapkan sebagai bahan edukasi kepada masyarakat.
”Sosialisasi pada masyarakat adat tidak bisa dilakukan melalui media massa karena hanya sedikit yang bisa menjangkau media massa. Pendekatan sosialisasi pun harus menyesuaikan kondisi setiap wilayah,” katanya.