Optimalkan Indera, Perangkat Ini Bisa Bantu Penyandang Gangguan Pendengaran
Ahli ilmu saraf dari Stanford University mengembangkan perangkat atau alat yang dapat membantu penyandang tunarungu untuk mendengar menggunakan indera lain, seperti sentuhan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Ahli ilmu saraf dari Stanford University, California, Amerika Serikat, David Eagleman, mengembangkan perangkat atau alat yang dapat membantu penyandang tunarungu untuk mendengar menggunakan indera lain, seperti sentuhan.
”Saat kamu kehilangan salah satu indera, maka indera lain cenderung mengambil alih. Itulah kenapa orang tunanetra bisa mendengar lebih baik atau tunarungu bisa melihat dengan lebih detail,” ujarnya dalam video yang dibuat oleh kreator konten Nas Daily.
Menurut David, telinga bagian dalam hanya menangkap suara dari lingkungan sekitar dan memecahnya menjadi sejumlah frekuensi sebelum akhirnya dikirimkan ke otak. Hal ini juga dapat dilakukan dengan menangkap informasi tersebut di kulit dan mengirimkannya ke otak melalui saluran yang tak biasa.
Mengetahui skema dan rangkaian kerja otak tersebut membuat David mengembangkan perangkat bernama Neosensory Buzz yang dapat mengubah suara menjadi pola getaran. Perangkat berbentuk seperti jam tangan tersebut kemudian akan mengirimkan getaran melalui sistem saraf ke otak sehingga dapat membantu penyandang tunarungu ataupun orang dengan indera normal mengetahui suara dari orang lain atau lingkungan sekitar.
Otak juga selalu berusaha untuk mendapatkan informasi di seluruh indera. Otak hanya mencari tahu apa yang harus dilakukan setelah informasi masuk ke jaringannya.
Buzz dapat diprogram sesuai keinginan pengguna menggunakan tiga mode berbeda. Pertama adalah mode sehari-hari yang berguna untuk menyesuaikan dengan lingkungan pengguna atau menghilangkan suara. Kedua adalah mode tidur untuk menyaring suara, seperti dengkuran. Terakhir adalah mode musik yang memungkinkan pengguna untuk merasakan denyut nadi bersama dengan nuansa melodi.
Tahun ini, Neosensory yang merupakan perusahaan pengembang alat tersebut akan meluncurkan perangkat baru yang dirancang khusus untuk penyandang tunarungu yang mengalami gangguan pendengaran frekuensi tinggi. Pengembangan dilakukan menggunakan perangkat keras yang sama, tetapi diprogram dengan algoritma berbeda.
Teknologi ini akan menangkap fonem frekuensi tinggi dan mengubahnya menjadi getaran yang sangat khusus pada bagian tertentu dari pergelangan tangan. Fonem adalah satuan bunyi yang membedakan satu kata dengan kata lain. Sebagai contoh, penyandang tunarungu yang mengalami gangguan pendengaran frekuensi tinggi sering mengalami masalah dalam membedakan konsonan f, h, dan s.
”Orang dengan gangguan pendengaran karena faktor usia hanya beberapa fonem yang mulai sulit didengar. Perangkat ini akan memberi tahu fonem mana yang baru saja diucapkan. Ini memungkinkan penyandang tunarungu untuk memahami apa yang tengah dibicarakan, seperti saat pidato,” tuturnya.
David dan Scott Novich dari Baylor College of Medicine mulai meneliti substitusi sensorik untuk penyandang tunarungu pada tahun 2013. Teknologi yang mereka kembangkan pada dasarnya berfokus pada pengiriman aliran data ke otak melalui sentuhan atau haptic feedback.
”Otak manusia tidak tahu dan tidak peduli dari mana ia mendapatkan data. Pada dasarnya, otak juga selalu berusaha untuk mendapatkan informasi di seluruh indera. Otak hanya mencari tahu apa yang harus dilakukan setelah informasi masuk ke jaringannya,” katanya.
Selain gelang tersebut, David dan Scott juga mengembangkan rompi bantu dengar bernama VEST (versatile extra-sensory transducer). Rompi pendengar ini dipresentasikan pada 18 November 2014 dalam pertemuan tahunan The Society for Neuroscience ke-44 di Washington DC, Amerika Serikat.
Rompi ini merupakan perangkat yang mengandalkan substitusi sensorik atau melibatkan informasi yang masuk dari satu sensor ke sensor yang lain. Rompi yang bisa dikenakan di luar atau dalam pakaian ini memiliki mikrofon untuk menangkap suara dari lingkungan sekitar dan mengirimkan ke tablet Android atau telepon pintar. Android atau telepon pintar akan mengubah suara itu menjadi getaran dengan pola unik melalui dua lusin titik getar (Kompas, 13/12/2014).