Waspadai Banjir dan Tanah Longsor, Musim Hujan Bakal Lebih Awal dan Lebih Basah
BMKG meminta masyarakat waspada banjir dan longsor terkait perkiraan majunya musim hujan yang diiringi intensitas lebih tinggi di sejumlah daerah. Namun, di Aceh, Sumatera Utara, dan Riau diperkirakan kurang hujan.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musim hujan tahun ini diperkirakan datang lebih awal di sebagian besar wilayah Indonesia. Selain itu, banyak wilayah akan mengalami intensitas hujan yang lebih tinggi dari rata-rata normalnya sehingga risiko banjir dan longsor diperkirakan bakal meningkat.
Peringatan dini ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam pertemuan pers tentang perkiraan musim hujan 2021/2022 secara daring, Kamis (26/8/2021). ”Perlu menjadi perhatian bersama, terutama di wilayah-wilayah rawan banjir, tanah longsor, dan tanah bergerak karena intensitas hujan yang diperkirakan lebih tinggi,” kata Dwikorita.
Sejumlah wilayah di Indonesia juga diprediksi akan mengalami intensitas hujan lebih tinggi dari biasanya, di antaranya sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian barat hingga selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian barat, Pulau Seram bagian selatan, dan Papua bagian selatan.
Dari total 342 zona musim (ZOM) di Indonesia, 14,6 persen diprediksi akan mengawali musim hujan pada September 2021, meliputi Sumatera bagian tengah dan sebagian Kalimantan. Sementara 39,1 persen wilayah akan memasuki musim hujan pada Oktober 2021, meliputi Sumatera bagian selatan, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali. Sementara itu, 28,7 persen wilayah lain akan memasuki musim hujan pada November 2021, meliputi sebagian Lampung, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
Tetap waspada kebakaran hutan dan lahan, seperti di pesisir timur Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Pada Februari 2020, hujan di kawasan tersebut diperkirakan sangat rendah.
”Jika dibandingkan rerata klimatologis periode 1981-2010, maka awal musim hujan 2021/2022 di Indonesia diprakirakan maju di 157 ZOM (45,9 persen), sama dengan rata-rata di 132 ZOM (38,6 persen), dan mundur di 53 ZOM (15,5 persen),” katanya.
Sifat hujan selama musim hujan kali ini yang diprakirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya terdapat di 244 ZOM (71,4 persen). Sebanyak 88 ZOM (25,7 persen) akan mengalami kondisi musim hujan di atas normal atau lebih basah dari biasanya dan 10 ZOM (2,9 persen) akan mengalami musim hujan di bawah normal.
Dwikorita mengingatkan masyarakat agar lebih mewaspadai cuaca ekstrem. ”Waspada hujan lebat disertai petir. Terutama di musim peralihan di bulan Agustus dan September ini mulai terjadi angin kencang dan puting beliung. Selain itu, juga ada peluang cuaca tidak menentu, yang bisa mengganggu ketahanan tubuh,” katanya.
Meski demikian, menurut Dwikorita, karena hujan lebih maju dan lebih basah, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menambah aktivitas tanam. Manfaat lain, air hujan yang melimpah ini bisa dipanen untuk mengisi danau atau waduk/embung ataupun sumur resapan guna mengantisipasi periode musim kemarau ke depan.
Pelaksana Tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Karyoko mengatakan, sekalipun rata-rata curah hujan di Indonesia di atas normal, ada juga sebagian daerah yang akan mengalami kurang hujan. ”Tetap waspada kebakaran hutan dan lahan, seperti di pesisir timur Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Pada Februari 2020, hujan di kawasan tersebut diperkirakan sangat rendah,” katanya.
Indeks ENSO
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengatakan, saat ini El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) sama-sama dalam keadaan netral, setidaknya hingga Januari 2022. Keduanya merupakan faktor iklim penting yang memengaruhi variabilitas curah hujan di Indonesia, terutama pada skala waktu inter-annual.
”Sebagian besar pusat layanan iklim dunia memperkirakan ENSO tahun ini akan netral. Namun, ada tiga pusat layanan iklim, yaitu di Amerika Serikat, Kanada, dan Ausralia yang menyatakan ada kecenderungan terjadi La Nina di akhir tahun ini. Jadi, mengacu dari tiga model ini, kemungkinannya tetap ada,” ujar Dodo.
Kepala Pusat Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menambahkan, mengacu siklus normalnya, kondisi suhu permukaan laut di Pasifik saat ini cenderung menurun. Sementara La Nina diindikasikan dengan penguatan suhu permukaan laut.
”Untuk peluang El Nino sangat kecil. Yang jelas, menjelang akhir tahun, iklim di Indoneisa cenderung basah. Kalau memang terjadi La Nina akan lebih basah lagi, terutama dampaknya pada transisi musim kemarau ke hujan,” katanya.
Banjir di Kalimantan
Di Kalimantan, banjir telah melanda sejumlah wilayah. Sejak pekan lalu, banjir melanda Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dan pada Senin (23/8/2021) melanda Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kapuas Hulu menunjukkan, banjir baru mulai surut pada Rabu (25/8/2021). Banjir yang dipicu hujan berdurasi panjang ini tidak mengakibatkan korban jiwa ataupun luka-luka, tetapi sebanyak 1.355 keluarga atau 3.025 jiwa terdampak.
Selain menyebabkan beberapa wilayah terendam, banjir ini juga mengakibatkan 29 fasilitas umum terdampak. Tinggi muka air pada saat terjadi banjir berkisar 1,5 meter hingga 3,5 meter. Desa-desa terdampak di tiga kecamatan antara lain Desa Temuyuk, Desa Suruk, Desa Beringin, Desa Bakong Permai, Desa Pantas Bersatu, Desa Nanga Semangut, dan Desa Semangut Utara di Kecamatan Bunut Hulu.
Sementara di Kecamatan Mentebah, desa terdampak meliputi Desa Nanga Mentebah dan Tanjung Intan. Selanjutnya, di Kecamatan Boyan Tanjung, desa terdampak adalah Desa Nanga Boyan dan Nanga Danau.