Angka kejadian kanker paru serta kasus kematian akibat kanker paru terus meningkat. Tingginya konsumsi rokok menjadi penyebabnya. Kesadaran untuk deteksi dini pun diperlukan untuk mencegah kondisi yang lebih berat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Deteksi dini menjadi kunci penanganan kanker paru. Semakin dini kanker ditemukan, tingkat kesembuhan semakin tinggi. Karena itu, kewaspadaan akan gejala dan tanda yang timbul perlu ditingkatkan. Salah satunya jika mengalami batuk yang berkepanjangan.
Staf pengajar Divisi Hematologi dan Onkologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Ikhwan Rinaldi menyampaikan, umumnya gejala kanker paru berupa rasa sesak di dada. Kemudian juga mengalami batuk, bahkan batuk darah.
”Jika seseorang mengalami batuk darah itu bisa menandakan kanker sudah menyebabkan robekan pada pembuluh darah di paru. Karena itu, segera periksakan diri jangan sampai menunggu ada batuk yang berkepanjangan,” tuturnya di Jakarta, Kamis (26/8/2021).
Ikhwan menambahkan, gejala lain dari kanker paru adalah nyeri dada, susah menelan, suara serak, sesak, serta muka dan tangan membengkak. Gejala ini terjadi apabila sel kanker sudah menyebar ke dalam dada. Sementara gejala lain yang timbul jika kanker menyebar di luar dada, antara lain nyeri tulang, kelumpuhan, sakit kepala, kejang, mual dan muntah, serta berat badan turun.
Jika seseorang mengalami batuk darah itu bisa menandakan kanker sudah menyebabkan robekan pada pembuluh darah di paru. Karena itu, segera periksakan diri jangan sampai menunggu ada batuk yang berkepanjangan.
Menyadari gejala-gejala tersebut amat penting agar risiko kanker paru bisa dideteksi lebih dini. Angka harapan hidup pada pasien kanker paru bisa meningkat jika intervensi dilakukan sejak dini.
Pasien kanker paru yang didiagnosis setelah stadium lanjut hanya memiliki angka harapan hidup lima tahun sekitar 5,2 persen. Hal ini berbeda jika kanker ditemukan pada stadium awal. Angka harapan hidup lima tahun bisa mencapai 57 persen.
”Kesadaran untuk melakukan deteksi dini juga perlu ditingkatkan kepada orang dengan faktor risiko, terutama kepada perokok. Merokok menjadi penyebab 80 persen kematian pada kanker. Merokok juga berisiko 20-50 kali terkena kanker paru,” ucap Ikhwan.
Sekretaris Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia Evlina Suzanna menambahkan, risiko kanker paru pada perokok terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Umumnya, dampak rokok muncul setelah 30 tahun penggunaan. Hal ini pula yang menyebabkan kejadian kanker paru semakin meningkat di usia lanjut.
Berdasarkan data Global Burden of Cancer (Globocan) 2020, angka kasus kanker paru di Indonesia naik hampir empat kali lipat pada usia 40-44 tahun dari usia 35-39 tahun. Jumlah ini terus meningkat sampai usia lebih dari 70 tahun.
Karena itu, Evlina mengimbau masyarakat untuk melakukan penapisan rutin untuk mendeteksi kanker paru sejak usia dini. Penapisan bisa dilakukan setidaknya setiap satu tahun sekali, terutama pada masyarakat dengan faktor risiko tinggi. Selain perokok aktif, perokok pasif juga rentan mengalami kanker paru. Pajanan polusi pun bisa memicu terjadinya kanker paru.
Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia Aru Wisaksono Sudoyo menyatakan, deteksi dini dan menghindari rokok merupakan dua hal penting dalam upaya menanggulangi kanker paru di masyarakat. Jika kedua hal tersebut bisa dilakukan optimal, kasus kanker paru bisa ditekan. Kanker menjadi persoalan kesehatan dengan beban biaya yang besar bagi negara.
Pemerintah diharapkan bisa memberikan layanan deteksi dini secara luas kepada masyarakat. Dengan penemuan yang lebih dini, intervensi lebih mudah dilakukan serta biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Harapan hidup juga lebih meningkat.
Di Indonesia, angka kejadian kanker paru meningkat dari sebelumnya 30.023 kasus pada 2018 menjadi 34.783 kasus pada 2020. Angka kematian akibat kanker paru juga meningkat dari sebelumnya 26.069 kasus pada 2018 menjadi 30.843 pada 2020.
Mutasi
Evlina mengatakan, pemeriksaan lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk menentukan stadium dari kanker paru. Itu antara lain dengan melihat ukuran tumor serta ada atau tidaknya penyebaran ke getah bening dan organ lain. Pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen juga bisa dijalankan.
Dengan pengembangan teknologi terkini, Evlina menyampaikan, jenis mutasi dari kanker paru bisa diketahui. Pemeriksaan ini terutama kepada pasien dengan kanker paru NSCLC (non-small cell lung cancer). Jenis mutasi yang biasa ditemukan adalah kanker paru dengan subtipe EGFR (epidermal growth factor receptor) dan ALK (anaplastic lymphoma kinase).
”Pemeriksaan mutasi kepada pasien NSCLC penting untuk dilakukan guna menentukan terapi target yang diberikan. Pemberian terapi yang tepat kepada pasien NSCLC dengan ALK positif dapat memberikan kualitas dan harapan hidup yang lebih baik,” ujarnya.
Evlina menyampaikan, pemberian terapi target ALK (ALK inhibitor) dapat meningkatkan harapan hidup pasien hingga 89,6 bulan. Sementara pada pasien ALK positif yang mendapatkan terapi selain ALK inhibitor memiliki harapan hidup selama 28,2 bulan.
Hal serupa juga terlihat pada pasien yang mendapatkan terapi target EGFR. Pada pasien yang mendapatkan terapi target memiliki angka harapan hidup hingga 24,3 bulan, sedangkan yang tidak memiliki harapan hidup rata-rata selama 10,8 bulan.