”Homo Sapiens” Tertua di Wallacea Ditemukan di Karst Maros-Bone
Kolaborasi para peneliti Indonesia dengan tim internasional yang dipimpin arkeolog dari Institut Max Planck menemukan fosil ”Homo sapiens” di kawasan karst Sulawesi Selatan yang merupakan zona Wallacea.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fosil Homo sapiens atau manusia modern berumur sekitar 7.000 tahun lalu ditemukan di kawasan karst di Sulawesi Selatan. Temuan yang relatif utuh dan lengkap ini merupakan fosil Homo sapiens tertua yang pernah ditemukan di zona Wallacea. Analisis genetik menunjukkan ada kaitan dengan leluhur Papua serta Aborigin di Australia.
Temuan yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 25 Agustus 2021 ini merupakan hasil riset kolaborasi para peneliti Indonesia dengan tim internasional yang dipimpin arkeolog dari Institut Max Planck, Johannes Krause.
”Fosil ini ditemukan di Leang Panninge di Kecamatan Mallawa, perbatasan Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone, sekitar 100 kilometer dari Makassar,” kata Iwan Sumantri, arkeolog Universitas Hasannudian, Makassar, yang terlibat kajian ini, Kamis (26/8/2021).
Menurut Iwan, temuan tersebut merupakan hasil penelitian intensif sejak dua tahun lalu. ”Sebelumnya juga sudah ada ekskavasi. Fosil ini dari penguburan, setidaknya ada perlakuan. Posisinya di mulut goa,” kara Iwan.
Menurut artikel dalam paper ini, fosil ini merupakan sosok wanita muda yang diduga seorang pemburu dan peramu. Ekstraksi DNA dari tulang petrous terdapat tepat di bawah telinga, menunjukkan sosok ini terkubur di goa batu kapur Leang Panninge sekitar 7,3-7,2 ribu tahun yang lalu.
Fosil ini ditemukan di Leang Panninge di Kecamatan Mallawa, perbatasan Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone, sekitar 100 kilometer dari Makassar.
Sekalipun manusia modern diperkirakan telah tiba di Asia Tenggara, termasuk Nusantara, sejak sekitar 50.000 tahun lalu, lukisan babi di situs Leang Bulu’ Sipong yang merupakan satu dari ratusan goa di daerah Karst Maros-Pangkep diperkirakan berumur 44.000 tahun lalu. Ini salah satu jejak tertua manusia modern awal yang ditemukan di kawasan tersebut.
Meski demikian, jejak fosil manusia modern awal yang ditemukan di kawasan ini masih sangat terbatas. Bahkan, di Asia Tenggara, sejauh ini hanya dua genom manusia pra-Neolitik yang telah diurutkan. Keduanya berasal dari situs pemburu-pengumpul Hòabìnhian daratan di Pha Faen di Laos, bertanggal 7939–7751 tahun yang lalu dan dari Goa Cha di Malaysia berumur 4.400–4.200 tahun yang lalu.
Papua dan Denisovan
Melalui analisis genetik ditemukan bahwa sosok wanita muda yang ditemukan di Leang Panninge ini memiliki keterkaitan dengan leluhur Papua dan Aborigin-Australia. ”Analisis genetik menunjukkan bahwa penjelajah pra-Neolitikum ini memiliki kaitan dengan penghuni situs Toalean dan berbagi mutasi genetik serta memiliki kesamaan morfologis paling banyak dengan kelompok Papua dan Aborigin Australia saat ini,” tulis Krause dan tim.
Sekalipun memiliki kemiripan dengan leluhur Papua dan Aborigin, DNA fosil ini menunjukkan garis keturunan manusia berbeda yang sebelumnya tidak diketahui, yang diperkirakan mengalami pemisahan di antara populasi ini sekitar 37.000 tahun yang lalu.
”Kami juga menemukan jejak Denisovan dan nenek moyang yang terkait dengan Asia dalam genom Leang Panninge, dan menyimpulkan adanya aliran skala besar mereka dari wilayah tersebut,” ujar Krause.
Denisovan adalah kelompok manusia purba yang telah punah yang diketahui terutama dari temuan di Siberia dan Tibet. ”Fakta bahwa gen mereka ditemukan pada pemburu-peramu Leang Panninge mendukung hipotesis kami sebelumnya bahwa Denisovan menempati wilayah geografis yang jauh lebih besar,” kata Krause.
Kepulauan Wallacea membentuk batu loncatan dalam penyebaran manusia modern pertama dari Eurasia ke Oseania. Salah satu penemuan arkeologi paling khas di wilayah ini adalah kompleks teknologi Toalean, yang berasal dari periode yang jauh lebih baru antara 8.000 dan 1.500 tahun yang lalu.
Di antara benda-benda yang diproduksi oleh orang-orang dari budaya Toalean adalah panah batu khas. ”Kami dapat menetapkan penguburan di Leang Panninge sebagai bagian dari budaya Toalean,” kata Adam Brumm, arkeolog senior dari Australia, yang terlibat kajian ini. ”Ini luar biasa karena ini adalah kerangka pertama yang sebagian besar lengkap dan terpelihara dengan baik yang terkait dengan budaya Toalean.”
Selain menemukan jejak DNA Denisovan, individu Leang Panninge ini juga membawa sebagian besar genomnya dari populasi Asia kuno. ”Itu mengejutkan karena kita tahu tentang penyebaran manusia modern dari Asia Timur ke wilayah Wallacea, tetapi sebelumnya dianggap itu terjadi jauh kemudian, sekitar 3.500 tahun yang lalu. Itu lama setelah orang ini hidup,” sebut Krause.