Pembaruan Dokumen Penurunan Emisi, Bekal Indonesia ke Glasgow
Komitmen Indonesia dalam meningkatkan ambisi penurunan emisi yang tertuang dalam pembaruan dokumen NDC akan menjadi bekal dalam konferensi perubahan iklim atau COP 26 di Glasgow.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia terus berkomitmen mencegah kenaikan suhu dan menanggulangi perubahan iklim dengan memperbarui dokumen kontribusi nasional penurunan emisi. Upaya tersebut akan menjadi bekal Indonesia dalam konferensi perubahan iklim atau COP 26 yang berlangsung Oktober nanti di Glasgow, Skotlandia.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi mengemukakan, Indonesia telah menyampaikan pembaruan dokumen kontribusi nasional (NDC) penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris 2015 pada Juli lalu. Di waktu yang sama, Indonesia juga menyampaikan strategi jangka panjang tentang rendah karbon dan ketahanan iklim (LTS-LCCR).
”NDC Indonesia mungkin berbeda dengan negara lain. Indonesia memasukkan adaptasi perubahan iklim sebagai elemen yang sama pentingnya dengan mitigasi. Target yang ditetapkan dalam NDC melingkupi upaya dalam mencapai ketahanan ekonomi, sosial, sumber penghidupan, ekosistem, dan lanskap,” ujarnya dalam webinar tentang peningkatan ambisi penurunan emisi Indonesia, Rabu (25/8/2021).
Dalam pembaruan NDC, Indonesia tidak mengubah angka target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29-41 persen pada tahun 2030. Namun, Indonesia melakukan peningkatan ambisi implementasi, seperti komitmen terkait elemen adaptasi perubahan iklim dan kerangka transparansi.
Sektor kehutanan dan tata guna lahan dapat mencapai net sink atau emisi yang dikeluarkan lebih kecil dari serapannya pada 2030.
Menurut Laksmi, hal terpenting bukanlah menaikkan target persentase jumlah penurunan emisi, melainkan upaya atau ambisi dalam memastikan target tersebut tercapai. Strategi pencapaian target inilah yang direfleksikan dalam dokumen NDC.
”Dalam pembaruan NDC terdapat informasi terkait kondisi saat ini, seperti visi misi di tingkat nasional yang relevan. Ada juga penjelasan yang lebih rinci terkait elemen adaptasi dan memasukkan komitmen di sektor permukiman hingga kelautan,” tuturnya.
Selain itu, KLHK juga mengembangkan sejumlah perangkat dan kebijakan untuk memastikan target dalam NDC dapat tercapai. Sejumlah perangkat dan kebijakan yang dikembangkan antara lain Sistem Inventori Gas Rumah Kaca (SIGN-SMART), Sistem Registri Nasional (SRN), Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK), dan Program Kampung Iklim (Proklim).
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengatakan, sektor kehutanan dan tata guna lahan memiliki porsi terbesar dalam target penurunan emisi sebesar 59 persen. Agar penurunan emisi di sektor ini dapat tercapai, KLHK menetapkan dan melakukan sejumlah aksi mitigasi.
Aksi mitigasi di sektor kehutanan, antara lain, menurunkan deforestasi dan degradasi hutan, membangun hutan tanaman, mengelola hutan lestari dan lahan gambut, melakukan rehabilitasi, serta konservasi. Dengan berbagai upaya tersebut, Ruandha meyakini sektor kehutanan dan tata guna lahan dapat mencapai net sink atau emisi yang dikeluarkan lebih kecil dari serapannya pada 2030.
”Dari hitungan kami, apabila Indonesia bisa menjaga tidak terjadi kebakaran hutan di lahan gambut itu merupakan suatu upaya yang luar biasa untuk menurunkan emisi secara signifikan. Upaya terpenting lainnya adalah penegakan hukum sehingga bisa menjaga hutan kita dengan baik,” ucapnya.
Sektor energi
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengemukakan, Kementerian ESDM telah menerbitkan grand strategy energi nasional dengan salah satu fokus pemanfaatan energi bersih. Sejumlah tantangan utama strategi ini mulai dari pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang masih rendah hingga infrastruktur gas dan listrik yang belum terintegrasi.
”Mengingat EBT berkontribusi separuh dari upaya pencapaian NDC, kami sudah punya angka-angka termasuk untuk mencapai target penurunan gas rumah kaca pada 2030. Nantinya juga bisa dikembangkan sebagai strategi jangka panjang untuk net zero emission (nol emisi),” katanya.
Jika sejumlah target pemanfaatan energi bersih dari Kementerian ESDM tercapai, Dadan meyakini Indonesia mampu menurunkan emisi gas sebesar 36,72 juta ton setara karbon dioksida pada 2030 tanpa bantuan internasional. Angka tersebut diperoleh dari pemanfaatan bahan bakar nabati, penerapan efisiensi energi, transisi rendah karbon, dan reklamasi pascatambang.