Optimalkan Vaksinasi Covid-19 di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Kecepatan vaksinasi menentukan keberhasilan pembentukan kekebalan komunitas di masyarakat. Pelaksanaan vaksinasi pun perlu diperluas dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekebalan komunitas yang terbentuk dari vaksinasi bergantung pada tingkat kecepatan vaksinasi serta efikasi dari vaksin yang diberikan. Oleh karena itu, ketersediaan dan distribusi menjadi sangat penting. Pelaksanaan vaksinasi pun perlu diperluas dengan mengoptimalkan fasilitas kesehatan di masyarakat.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menyampaikan, herd immunity atau kekebalan komunitasyang terbentuk dari vaksinasi dipengaruhi oleh edukasi vaksin dan jumlah penduduk yang sudah divaksinasi lengkap. Semakin rendah tingkat efikasi vaksin, jumlah penduduk yang harus divaksinasi harus lebih besar.
Mengutip jurnal yang diterbitkan di Australia, ia menyampaikan, kekebalan komunitas dari pemberian vaksin dengan efikasi 95 persen baru bisa terbentuk jika jumlah penduduk yang divaksinasi lengkap mencapai 63 persen. Jika efikasi vaksin sekitar 70 persen, vaksinasi harus diberikan pada 86 persen penduduk. Sementara jika efikasi hanya 50 persen, kekebalan komunitas tidak bisa terbentuk.
”Saya usulkan untuk betul-betul mengkaji dan menganalisis secara mendalam target vaksinasi Covid-19. Efikasi vaksin Sinovac yang banyak diberikan kepada masyarakat saat ini sekitar 70 persen, artinya 80 persen penduduk harus divaksinasi. Itu pun harus dicapai dengan cepat karena efikasi bisa menurun,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (25/8/2021).
Slamet mengatakan, masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin selama 6-12 bulan perlu segera mendapatkan vaksin penguat (booster). Dengan begitu, pada Januari-Februari 2022 seluruh masyarakat sudah mendapatkan vaksinasi lengkap yang kemudian diperkuat dengan vaksin booster.
Sejumlah upaya harus dilakukan untuk meningkatkan capaian cakupan vaksinasi di masyarakat. Selain memastikan ketersediaan vaksin, distribusi juga perlu dimaksimalkan. Hal itu bisa dilakukan dengan memperkuat fasilitas kesehatan di masyarakat.
Slamet menyampaikan, distribusi vaksin bisa dilakukan lewat dinas kesehatan, puskesmas, rumah sakit, klinik, dan praktik kedokteran ataupun praktik bidan dan perawat. Selain itu, lembaga lain juga bisa memperkuat distribusi vaksin yang sudah dilakukan di fasilitas kesehatan.
”Dengan mengaktifkan fasilitas kesehatan, kita harap satu sampai lima juta (penerima vaksin) setiap hari bisa dicapai. Selain mempercepat, kita juga bisa mencegah kerumunan di masyarakat,” ucap Slamet.
Efikasi vaksin Sinovac yang banyak diberikan kepada masyarakat saat ini sekitar 70 persen, artinya 80 persen penduduk harus divaksinasi. Itu pun harus dicapai dengan cepat karena efikasi bisa menurun.
Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) Mohammad Subuh menambahkan, tantangan lain yang dihadapi dalam pelaksanaan vaksinasi di daerah ialah stok yang terbatas dan tidak berkelanjutan. Padahal, animo masyarakat untuk melakukan vaksinasi sudah tinggi.
Keterbatasan stok vaksin di sejumlah daerah ini disebabkan oleh alokasi vaksin yang belum sesuai target sasaran vaksinasi. Selain itu, jumlah sasaran vaksinasi Sinovac dosis kedua yang tertunda juga masih tinggi di beberapa daerah.
Subuh menyebutkan, banyak juga tenaga kesehatan yang belum mendapatkan vaksin dosis ketiga. Sebagian daerah melaporkan, dukungan operasional untuk pemberian vaksin dosis ketiga bagi tenaga kesehatan belum memadai. Jumlah sumber daya manusia juga masih kurang di tengah beban pelayanan yang tinggi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Aliya Mustika Ilham, menuturkan, isu terkait pemberian vaksinasi penguat atau vaksinasi booster kepada sejumlah pejabat pemerintahan juga perlu disikapi dengan tegas. Jika isu tersebut memang benar, ia menilai, pemerintah pusat tidak tegas dalam penyaluran vaksinasi.
”Perlu pengetatan dan pengawasan yang lebih kuat dalam mekanisme distribusi dan sasaran vaksinasi. Dengan ketersediaan yang masih terbatas, vaksin booster seharusnya hanya untuk tenaga kesehatan,” lanjutnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 25 Agustus 2021, jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama sebanyak 59,3 juta, sementara yang sudah mendapatkan dosis lengkap sebanyak 33,3 juta orang atau 16,01 persen dari target yang ditetapkan. Untuk dosis ketiga pada tenaga kesehatan, jumlah yang sudah menerima dosis ketiga sebanyak 501.930 orang atau 34,17 dari target tenaga kesehatan yang harus divaksinasi.
Suntikan dosis ketiga
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah berencana memberikan suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 untuk masyarakat umum pada awal tahun 2022. Suntikan ketiga ini akan diberikan setelah sebagian besar penduduk sudah mendapatkan vaksinasi lengkap sampai dosis kedua.
Namun, mekanisme vaksinasi dosis ketiga ini akan berbeda. Masyarakat yang ingin mendapatkan vaksinasi dosis ketiga perlu membayar sesuai dengan harga vaksin. Sementara pemerintah hanya akan menanggung biaya vaksin masyarakat yang masuk dalam kelompok penerima bantuan iuran yang diberikan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
”Nanti kita akan sediakan beberapa jenis vaksin sehingga masyarakat yang ingin mendapatkan booster yang memiliki uang bisa memilih vaksin. Sementara masyarakat penerima bantuan iuran akan diberikan subsidi,” ucap Budi.