Sebanyak 28 Daerah Belum Mengalokasikan Anggaran Insentif Tenaga Kesehatan
Pembayaran insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 di sejumlah daerah masih rendah. Karena itu, pembayaran insentif bagi garda depan penanganan pandemi ini mesti dipercepat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 28 kabupaten atau kota belum mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan daerah yang menangani Covid-19. Hal ini menyebabkan pembayaran insentif untuk tenaga kesehatan menjadi terhambat. Padahal, sebagian besar daerah tersebut memiliki tingkat penularan Covid-19 yang tinggi.
Dari 28 daerah yang belum mengalokasikan anggaran insentif tenaga kesehatan (nakes), 18 daerah di antaranya masuk dalam status penularan level 3 dan level 4. Daerah tersebut meliputi antara lain Kabupaten Aceh Tengah, Kota Langsa, Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Menagin, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Bekasi, Kota Makassar, Kota Kupang, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kota Sorong.
”Kami berharap daerah-daerah ini bisa segera mengalokasikan anggaran insentif nakesnya dan membayarkan kewajiban itu kepada tenaga kesehatan yang telah bekerja di garda terdepan. Itu terutama untuk wilayah dengan level 3 dan level 4 yang pasti kasus Covid-19-nya tinggi,” kata Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Mochamad Ardian Noervianto, di Jakarta, Jumat (20/8/2021).
Menurut Ardian, Menteri Dalam Negeri telah mengirimkan surat teguran bagi daerah-daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk insentif tenaga kesehatan yang menangani kasus Covid-19. Surat teguran ini juga diberikan untuk daerah dengan realisasi anggaran kurang dari 25 persen. Apabila realisasi tidak segera ditingkatkan sampai 50 persen, daerah-daerah tersebut tidak dapat mencairkan tambahan penghasilan pegawai daerah untuk semester kedua.
Menurut Ardian, ada dua hal yang menyebabkan rendahnya realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan daerah. Salah satu penyebabnya adalah tingginya desain penganggaran untuk insentif tenaga kesehatan sehingga perlu memfokuskan ulang anggaran. Selain itu, jumlah kasus penularan Covid-19 juga rendah sehingga serapan anggaran minim.
Kami harap daerah-daerah ini bisa segera mengalokasikan anggaran insentif nakesnya dan membayarkan kewajiban itu kepada tenaga kesehatan yang telah bekerja di garda terdepan. Ini terutama untuk wilayah dengan level 3 dan level 4 yang kasus Covid-19-nya tinggi.
Meski begitu, pemerintah daerah harus memperkuat koordinasi antarpemangku kepentingan, terutama dengan fasilitas kesehatan, dinas kesehatan, badan pengelola keuangan daerah, dan aparat pengawas internal pemerintah daerah. Itu bertujuan merumuskan alokasi kebutuhan anggaran pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah tahun 2021 dan tunggakan pada 2020.
“Koordinasi ini penting untuk mendukung percepatan pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah,” kata Ardian.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari menyampaikan, pemantauan perkembangan pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah terus dilakukan. Sejauh ini, meski belum optimal, tren pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah mengalami perbaikan.
Realisasi pembayaran
Pada 4 Juni 2021, realisasi pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah baru 3,83 persen dari total anggaran yang disediakan melalui dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) tahun anggaran 2021. Jumlah itu meningkat menjadi 37,30 persen per 10 Agustus 2021 atau Rp 3,3 triliun. Adapun total alokasi anggaran untuk insentif tenaga kesehatan daerah Rp 8,9 triliun.
Pemerintah pusat telah mendorong daerah untuk memakai delapan persen dari DAU atau DBH tahun anggaran 2021 yang diterima sebagai anggaran kesehatan, termasuk untuk insentif tenaga kesehatan. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 dalam Rangka Mendukung Penanganan Pandemi Covid-19 dan Dampaknya.
”Monitoring terus kita lakukan melalui aplikasi yang disediakan. Kami terus mengingatkan agar daerah. Kami juga selalu mengingatkan tiap fasilitas kesehatan yang belum mengusulkan pembayaran insentif untuk tenaga kesehatan yang bertugas. Penundaan pembayaran insentif bisa jadi tunggakan besar. Jangan sampai ini jadi beban untuk tahun anggaran 2022,” katanya.
Terkait pembayaran insentif tenaga kesehatan yang jadi tanggung jawab pemerintah pusat, realisasi anggaran mencapai 69,4 persen atau Rp 6,3 triliun. Itu terdiri dari tunggakan insentif untuk tahun anggaran 2020 yang sudah terbayar sampai 99,3 persen yakni Rp 1,4 triliun, insentif tenaga kesehatan untuk tahun anggaran 2021 sebesar Rp 4,7 triliun (62,6 persen dari pagu), dan santuan kematian sebesar Rp 78, 6 miliar (91,5 persen dari pagu yang dianggarkan).