Atasi Kesenjangan Digital, SES Kembangkan Konstelasi Satelit Orbit Menengah
Hingga akhir 2024, SES akan meluncurkan 11 satelit bernama O3b mPOWER secara bertahap. Peluncuran satelit ini diharapkan mampu melayani kebutuhan internet untuk wilayah Indonesia yang lebih luas, khususnya di Papua.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
Kondisi geografis Indonesia yang luas dan berpulau membuat penggunaan teknologi satelit untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah adalah keniscayaan. Meski Indonesia sudah memiliki jaringan serat optik yang menghubungkan semua pulau besar dan gugus pulau, satelit tetap diperlukan untuk menjangkau daerah-daerah yang tak tercakup layanan tersebut.
”Meningkatnya konektivitas akan mendorong tumbuhnya ekonomi, mengatasi kesenjangan digital antarwilayah, hingga memacu peningkatan kualitas sumber daya manusia dan produktivitas kerja,” kata Direktur Riset Northern Sky Research (NSR) Jose del Rosario dalam taklimat media virtual SES Networks yang diselenggarakan dari Jakarta, Kamis (19/8/2021).
NSR adalah konsultan riset dan pemasaran industri satelit dan teknologi antariksa yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Sementara SES adalah perusahaan layanan jasa satelit yang berbasis di Luksembourg.
Besarnya jumlah penduduk dan ukuran ekonomi Indonesia sebagai yang terbesar di Asia Tenggara membuat kebutuhan akan layanan teknologi telekomunikasi dan informatika akan sangat besar. Belum lagi, kebutuhan masyarakat akan akses internet yang andal juga makin meningkat seiring bertambahnya kebutuhan masyarakat.
Jika pada masa lalu satelit lebih banyak digunakan untuk kebutuhan telepon jarak jauh dan televisi satelit, kini kebutuhan atas layanan internet via satelit yang langsung ke masyarakat makin banyak diperlukan. Penggunaannya pun semakin beragam, baik untuk menopang transportasi laut dan udara, jasa keuangan, maupun untuk menopang kebutuhan langsung masyarakat, baik untuk konektivitas, hiburan, navigasi, maupun pendidikan.
”Data akan menjadi kebutuhan masa depan. Pita lebar (broadband) akan terus berevolusi ke tingkat yang lebih tinggi hingga perusahaan telekomunikasi akan memakai berbagai solusi untuk memenuhi kebutuhan konsumen langsung,” ujar Jose.
Karena itu, penggunaan teknologi satelit pun akan semakin bervariasi ke depan. Jika selama ini penggunaan satelit dengan orbit geostasioner (GEO) mendominasi, ke depan penggunaan satelit dengan orbit menengah (MEO) dan orbit rendah Bumi (LEO) akan semakin berkembang. Ketiga jenis satelit tersebut memiliki kelebihan tersendiri yang saling melengkapi.
Keberadaan 11 satelit O3b mPOWER itu, lanjut Harsh, diharapkan akan mampu melayani kebutuhan internet untuk wilayah Indonesia yang lebih luas, khususnya di Papua yang masih mengalami ketimpangan akses internet cukup besar.
Direktur Pemasaran Wilayah Asia Tenggara SES Harsh Verma mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan jasa satelit yang semakin besar di Indonesia dan mengatasi ketimpangan digital antara wilayah perkotaan dan perdesaan, SES akan menambah jumlah satelitnya yang menjangkau wilayah Indonesia.
Luncurkan 11 satelit
Mulai akhir 2021 hingga akhir 2024, SES akan meluncurkan 11 satelit bernama O3b mPOWER secara bertahap. Semua satelit tersebut merupakan satelit dengan orbit menengah yang akan di letakkan pada ketinggian 7.825 kilometer di atas Bumi. Kesebelas satelit O3b mPOWER itu akan melengkapi 20 satelit O3b milik SES yang sudah ada yang juga merupakan satelit MEO.
Sebanyak tiga satelit O3b mPOWER akan diluncurkan pada kuartal keempat 2021 dan tiga satelit berikutnya pada kuartal pertama 2022. Dengan adanya enam satelit yang membentuk konstelasi, layanan sudah bisa diberikan kepada masyarakat mulai kuartal ketiga 2022. Selanjutnya, tiga satelit berikutnya akan diluncurkan pada paruh akhir 2022 dan dua satelit sisa diluncurkan pada paruh akhir 2024.
”Pancaran satelit MEO ini mampu menjangkau semua wilayah kepulauan Indonesia,” kata Harsh. Teknologi satelit MEO dipilih karena mampu menyediakan kecepatan transfer data (throughput) yang tinggi dan tingkat latensi (jeda waktu pengiriman data) yang lebih baik dibandingkan dengan satelit GEO yang diletakkan di ketinggian 36.000 kilometer dari Bumi.
Saat ini, SES mengoperasikan 54 satelit GEO pancaran luas (wide beams) dan 3 satelit GEO pancaran tertentu (spot beams) atau high-throughput satellite (HTS). Sebanyak lima satelit GEO pancaran luas milik SES mampu melayani kebutuhan jasa satelit di Indonesia.
Selain itu, satelit MEO dipilih karena dianggap lebih efisien dari segi bisnis. Dengan satelit MEO, jumlah satelit dalam konstelasi yang dibutuhkan untuk menjangkau seluruh wilayah Bumi lebih sedikit dibandingkan dengan satelit LEO. Secara teknologi dan bisnis, satelit LEO juga dianggap belum teruji meski saat ini menjadi tren di industri satelit global.
”Sistem satelit MEO SES sudah melayani konsumen sejak 2014,” ujarnya.
Keberadaan 11 satelit O3b mPOWER itu, lanjut Harsh, diharapkan akan mampu melayani kebutuhan internet untuk wilayah Indonesia yang lebih luas, khususnya di Papua yang masih mengalami ketimpangan akses internet cukup besar. Terlebih, wilayah pedalaman Papua banyak yang belum terjangkau jaringan serat optik Palapa Ring.
Dengan demikian, kehadiran satelit O3b mPOWER yang akan beroperasi mulai tahun depan itu diharapkan akan semakin meningkatkan penetrasi internet masyarakat. Selain itu, SES juga membangun dua stasiun Bumi penerima data satelit di Jakarta dan Cikarang, Jawa Barat.
Kehadiran satelit baru itu juga akan mempercepat program pemerintah untuk memperluas infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi serta meningkatkan kecepatan transfer data yang ada melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bakti-Kemkominfo). Keterlibatan SES dalam program Bakti-Kemkominfo itu mampu meningkatkan pengguna internet di Indonesia dari 63,95 persen pada 2018 menjadi 72,81 persen pada 2020.