Organisasi Profesi Desak Pemerintah Menyusun Peta Jalan Penanganan Pandemi
Sejumlah organisasi profesi dan asosiasi kesehatan mendesak pemerintah untuk segera memperkuat upaya penanganan pandemi Covid-19. Pemerintah dinilai belum konsisten memproritaskan penanggulangan masalah kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi profesi dan asosiasi kesehatan mendesak pemerintah untuk segera menyusun dan menetapkan peta jalan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain itu, pemeriksaan, pelacakan, dan isolasi perlu diperkuat secara merata di semua wilayah.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PB IBI) Emi Nurjasmi ketika mewakili Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/8/2021), menyampaikan, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia belum teratasi dengan baik. Pemerintah dinilai belum konsisten memprioritaskan masalah kesehatan sebagai fokus penanganan pandemi.
Setidaknya ada empat catatan yang perlu segera dibenahi pemerintah. Salah satunya, pelaksanaan 3T (tes, lacak, isolasi) yang belum maksimal. Jumlah pemeriksaan kasus Covid-19 harus sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dengan tingkat kasus positif (positivity rate) 20 persen, seharusnya jumlah orang yang diperiksa 400.000 orang per hari. Sementara per 18 Agustus 2021, jumlah orang yang diperiksa baru 78.626 orang per hari.
”Kami meminta Presiden memperkuat pelaksanaan testing, tracing, dan treatment (3T) mengacu pada standar global yang ditetapkan oleh WHO. Inkonsistensi pelaksanaan 3T menjadi penyebab masih meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia,” ujarnya.
Adapun tiga hal lain yang juga menjadi perhatian adalah kasus Covid-19 masih tinggi, banyaknya dokter dan tenaga kesehatan meninggal dalam menghadapi pandemi Covid-19, serta rendahnya capaian vaksinasi di Indonesia.
Emi memaparkan, Presiden diminta meningkatkan alokasi anggaran untuk memperkuat ketahanan sistem kesehatan masyarakat, termasuk memperkuat 3T demi mempercepat penanganan pandemi. Pelaksanaan 3T merupakan kunci pengendalian pandemi sehingga perlu dilakukan secara optimal.
Kami meminta Presiden memperkuat pelaksanaan testing, tracing, dan treatment (3T) mengacu kepada standar global yang telah ditetapkan oleh WHO. Inkonsistensi pelaksanaan 3T menjadi penyebab meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia.
Aspek hulu
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menambahkan, pengendalian pada aspek hulu, yakni mencegah orang agar tak terinfeksi, perlu terus diutamakan. Selama ini upaya pencegahan dengan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) sudah dilakukan, tetapi hasilnya belum maksimal. Karena itu, upaya lain dengan 3T perlu ditingkatkan.
Menurut dia, dengan menemukan orang yang terinfeksi sejak dini, hal itu bisa mencegah perburukan akibat Covid-19. Dengan demikian, potensi untuk dirawat di rumah sakit bisa dicegah.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menuturkan, penanganan pandemi di sisi hulu perlu dilakukan dengan baik sesuai kaidah epidemiologi. Upaya pemeriksaan di Indonesia belum dilakukan berbasis pelacakan, tetapi masih didominasi dari pemeriksaan untuk penapisan keperluan perjalanan dinas atau perjalanan ke luar kota.
Ketua Subbidang Tracing Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Koesmedi Priharto menyampaikan, inventarisasi telah dilakukan untuk melihat kendala yang dihadapi setiap daerah dalam penanganan Covid-19. Monitoring juga dijalankan sampai ke tingkat terkecil masyarakat di tingkat kelurahan.
”Jadi, kami secara rutin menerima laporan dari daerah, berapa warga yang positif (Covid-19), berapa yang menjalani isolasi mandiri, dan berapa kebutuhan obat dan logistik lainnya. Itu semua akan dipenuhi bersama-sama,” tuturnya.
Emi menuturkan, capaian vaksinasi di Indonesia masih rendah. Dari total sasaran 208 juta orang yang harus divaksinasi, baru 14 persen yang sudah menjalani vaksinasi dosis lengkap. Itu pun belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
”Karena itu, kami minta Presiden untuk mempercepat capaian target vaksinasi nasional yang efektif. Pemerintah harus bekerja keras untuk memastikan ketersediaan vaksin, distribusi vaksin, dan pelaksanaan vaksinasi agar berjalan dengan baik dengan mengoptimalkan sumber daya kesehatan yang ada,” ucapnya.
Selain itu, pemerintah diminta memperbaiki sektor hilir penanganan Covid-19 dengan menjamin tersedianya tempat perawatan, obat, oksigen, alat kesehatan, kelengkapan diagnostik, vaksin dan rantai dingin, serta sarana pendukung lainnya. Edukasi kepada masyarakat tentang pelaksanaan isolasi mandiri juga perlu diperkuat untuk mencegah perburukan penyakit.
Secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan, masyarakat diharapkan tidak memilih-milih jenis vaksin yang akan diterima. Seluruh jenis vaksin yang tersedia saat ini aman dan efektif untuk melawan virus penyebab Covid-19.
Saat ini sudah ada lima jenis vaksin Covid-19 yang diterima di Indonesia, yakni vaksin CoronaVac buatan Sinovac, vaksin Covid-19 buatan PT Bio Farma yang diolah dengan bahan baku dari Sinovac, vaksin AstraZeneca, vaksin Moderna, dan vaksin Sinopharm. Diharapkan dalam waktu dekat akan tersedia pula vaksin dari Pfizer.
”Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan mengatur peruntukan dari masing-masing jenis vaksin berdasarkan sejumlah pertimbangan, seperti wilayah yang membutuhkan, logistik, fasilitas penyimpanan, dan kelompok masyarakat yang membutuhkan. Pengaturan ini didasarkan pada kajian berbasis sains dan rekomendasi dari para ahli,” tutur Johnny.