Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik
Transisi menuju penggunaan kendaraan listrik memerlukan keberadaan stasiun pengisian daya. BPPT telah mulai menguji coba stasiun pengisian kendaraan listrik di sejumlah tempat.
Pemerintah telah mendorong percepatan kendaraan listrik nasional. Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, pada 2021 potensi pemanfaatan mobil listrik di Indonesia mencapai 125.000 unit dan motor listrik sebanyak 1,34 juta unit. Potensi ini akan semakin meningkat pada 2030 dengan estimasi penggunaan mobil listrik sebesar 2,19 juta unit dan motor listrik sebesar 13 juta unit.
Pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), serta swasta pun telah berkomitmen untuk menggunakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan operasional. Setidaknya, potensi penggunaan kendaraan listrik dari pihak-pihak tersebut pada 2025 mencapai 19.220 unit mobil listrik, 757.139 unit motor listrik, dan 10.227 unit bus listrik.
Untuk mendukung hal tersebut, kesiapan infrastruktur penunjang menjadi sangat penting. Itu antara lain, kesiapan industri komponen kendaraan bermotor listrik, ketersediaan baterai kualitas tinggi dengan densitas daya tinggi, serta ketersediaan listrik. Selain itu, ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik sangat penting.
Baca juga : Swasta Dukung Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Eniya Listiani Dewi menuturkan, pengembangan teknologi untuk pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) terus dilakukan. Saat ini setidaknya ada lima SPKLU yang dibangun, yakni di BPPT Thamrin, Puspiptek Serpong, PT LEN Bandung, Lenteng Agung, dan MT Haryono. Kelimanya hasil kerja sama dengan PT PLN, PT Pertamina, dan PT LEN.
Meskipun sebagian besar komponen pada SPKLU ini masih impor, sejumlah komponen berpotensi untuk dikembangkan di dalam negeri. Komponen tersebut, antara lain konverter AC-DC (arus listrik bolak-balik-searah) yang 25 persennya bisa didapatkan di dalam negeri. Ada pula, komponen colokan listrik (plug-in) yang 10 persen bisa dari dalam negeri, sistem pengamanan sebesar 10 persen dari dalam negeri, serta pusat kontrol yang 10 persen berpotensi disediakan di dalam negeri.
Eniya menyampaikan, perangkat stasiun pengisian daya ini tidak sekadar menyalurkan daya dari perangkat stasiun pengisian ke kendaraan listrik. Namun, diperlukan juga sistem back end berupa sistem pengelolaan stasiun pengisian daya (CSMS) yang digunakan untuk mengoperasikan dan memantau stasiun pengisian daya. Selain back end diperlukan juga sistem front end untuk interaksi dengan pengguna.
”Charging station (CS/stasiun pengisian) baru bisa mengisi daya pada kendaraan listrik jika CS dapat berkomunikasi dengan mobil listrik dan mengetahui apakah kondisi kendaraan siap atau tidak untuk dilakukan pengisian,” katanya.
Pelanggan yang paling sering menggunakan stasiun pengisian tersebut adalah taksi konvensional listrik dan taksi daring listrik.
Apabila kendaraan telah siap, perangkat pada stasiun pengisian akan berkomunikasi dengan CSMS untuk mengirimkan data pengisian kendaraan listrik seperti data pelanggan yang melakukan pengisian. Penggunanya juga harus terdaftar karena data yang diperlukan akan dikirim ke CSMS untuk diotorisasi.
Pengembangan ”Sonic”
Eniya mengatakan, pada 2021, BPPT telah menargetkan bisa menghasilkan purwarupa stasiun pengisian dengan daya cepat untuk kendaraan bermotor listrik roda dua yang diberi nama Sonik R2. Tingkat kesiapan dari teknologi ini pada level 6. Kerja sama dengan industri untuk hilirisasi juga sudah dilakukan bersama PT Wika Industri Manufaktur (PT WIMA) dan PT Wiksa Daya Pratama.
Sementara untuk kendaraan bermotor listrik roda empat, produk purwarupa yang akan disiapkan adalah stasiun pengisian daya AC (arus listrik bolak-balik) dengan daya 22 kilowatt (kW) yang disebut Sonic AC dan purwarupa DC (arus listrik searah) yang disebut Sonic DC dengan daya 50 kW. Untuk hilirisasi produk purwarupa Sonic AC akan bekerja sama dengan PT LEN Industri.
Untuk stasiun pengisian daya cepat kendaraan bermotor listrik roda empat dilengkapi dengan tiga jenis colokan listrik dengan kapasitas daya DC 50 kW dan daya AC 22 kW. Stasiun pengisian ini juga memiliki sistem pembayaran yang terintegrasi dengan CSMS. Waktu pengisian yang dibutuhkan 30-60 menit.
Waktu cepat bisa digunakan untuk pengisian daya dengan kapasitas baterai 40 kW. Untuk komponen pada alat ini diklaim memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sampai 40 persen. Proses riset dan pengembangan dari dalam negeri juga berkontribusi sampai 20 persen.
”BPPT juga tengah mengembangkan aplikasi mobile berbasis Android dan iOS yang digunakan untuk menunjang penggunaan stasiun pengisian daya listrik ini,” kata Eniya.
Sistem manajemen stasiun pengisian telah dikembangkan berbasis web. Sistem ini sudah digunakan untuk stasiun pengisian di BPPT, Puspitek Serpong, PT LEN Bandung, MT Haryono, dan Lenteng Agung. Nantinya, pada pengembangan selanjutnya akan menggunakan protokol OCPP (Open Charge Point Protocol) 2.0 untuk mendukung sistem dari kendaraan ke jaringan listrik.
Baca juga : Manfaatkan Energi Bersih untuk Isi Daya Kendaraan Listrik
Dari enam stasiun pengisian yang dikembangkan BPPT, pada 2021, setidaknya sudah digunakan 968 kali dengan konsumsi energi 16,9 megawatt. Jika dijumlahkan sejak 2019-2021, sudah ada 3.023 transaksi yang dilakukan dengan total konsumsi 71,89 megawatt.
SPKLU Lenteng Agung dan SPKLU MT Haryono paling banyak digunakan karena aksesnya paling mudah dan layanan operasional yang dibuka selama 24 jam. Sementara ini, pelanggan yang paling sering menggunakan stasiun pengisian tersebut adalah taksi konvensional listrik dan taksi daring listrik.
Direktur Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, pengisian daya listrik untuk SPKLU di MT Haryono dan Lenteng Agung yang dibuka dengan kerja sama BPPT dengan Pertamina masih gratis. Namun, setelah perizinan selesai akan diterapkan tarif. Karena itu, pelanggan untuk sementara ini diharapkan bisa memanfaatkan layanan pengisian bebas biaya ini dengan baik.
Perubahan iklim
Kepala BPPT Hammam Riza menyampaikan, pemanfaatan kendaraan listrik yang lebih luas diperlukan sebagai bagian dari kesadaran akan perubahan iklim. Banyak negara pun telah berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan kendaraan listrik, seperti China, Korea, dan Jerman.
Kebijakan pendukung pun telah diterbitkan untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim. Tidak hanya itu, penggunaan kendaraan listrik juga diharapkan mampu mengurangi emisi karbon yang selama ini dihasilkan dari kendaraan berbahan bakar bensin.
Meski begitu, Hamma menuturkan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar penggunaan kendaraan listrik bisa optimal. Itu antara lain, kecepatan transisi penggunaan kendaraan bermotor bakar ke kendaraan bermotor listrik, kecepatan produksi kendaraan listrik dalam negeri, pengembangan teknologi motor traksi untuk kendaraan listrik, produksi teknologi baterai listrik, dan penyediaan stasiun pengisian di seluruh wilayah Indonesia.
”Semua hal ini harus kita coba jawab bersama. Karena itu, BPPT akan melakukan proses kaji terap dan uji coba di beberapa lokasi yang sudah dibangun,” kata Hammam.