Dekat di mata namun jauh dari hati. Peribahasa itu bisa jadi mewakili sikap kita ketika melihat fenomena perubahan iklim yang kini tengah berlangsung. Beragam bencana di sekitar kita yang terlahir akibat perubahan iklim belum menumbuhkan kesadaran banyak orang bahwa perubahan iklim itu nyata.
Penyair Sapardi Djoko Damono pernah menulis puisinya yang berjudul Hujan Bulan Juni pada 1989 lalu. Kala itu hujan yang terjadi di bulan Juni adalah sebuah peristiwa yang istimewa mengingat bulan Juni biasanya sudah masuk musim kemarau namun masih dijumpai hujan sesekali. Sapardi menulis, hujan yang datang pada bulan Juni sungguh tabah, bijak, dan arif, karena mengetahui kerinduan yang dirasakan pohon-pohon dan menghapus keraguan manusia bahwa hujan bisa saja turun di bulan Juni.
Setelah 30 tahun lebih sejak sajak itu tercipta, hujan di bulan Juni tak lagi istimewa, tetapi berubah menjadi bencana. Hampir setiap hari kini kita bisa menjumpai hujan yang turun di bulan Juni bahkan hingga bulan Agustus yang menjadi puncak musim kemarau. Anomali hujan itu datang dengan intensitas besar, mengirimkan banjir bandang, menggenangi dan menenggelamkan kawasan permukiman di sejumlah pelosok bumi.