Komitmen Daerah Menguat, Kebijakan Larangan Iklan Rokok Dipertegas
Paparan iklan, sponsor, dan promosi rokok pada anak-anak di Indonesia masih sangat tinggi. Upaya perlindungan dengan penerapan larangan iklan rokok pun harus diperkuat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komitmen pemerintah daerah melalui kebijakan kawasan tanpa rokok sangat berpengaruh pada upaya pengendalian tembakau di masyarakat. Komitmen tersebut termasuk pada kebijakan terkait larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, butuh upaya yang kuat untuk melindungi anak dari ancaman rokok. Berbagai tantangan masih dihadapi, antara lain mudahnya akses anak untuk membeli rokok dengan harga murah, banyaknya orang yang merokok di sebarang tempat, serta paparan iklan rokok yang masif.
”Kita harus memastikan anak terlindungi dari paparan asap rokok dan paparan iklan rokok. Upaya yang sangat kuat masih dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut,” ujarnya dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Kamis (12/8/2021).
Hasil Survei Yayasan Lentera Anak pada 2015 menunjukkan, 85 persen sekolah, mulai dari TK hingga SMA, di lima kota dikepung iklan rokok. Padahal, berbagai studi menunjukkan paparan iklan rokok sejak usia dini dapat meningkatkan persepsi positif dan keinginan untuk merokok.
Dalam studi yang dilakukan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) pada 2007 menyebutkan, 46,3 persen remaja mengakui bahwa iklan rokok mempengaruhi mereka untuk mulai merokok. Studi Surgeon General dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyatakan, iklan rokok mendorong anak-anak mencoba merokok serta menganggap rokok merupakan hal yang biasa.
Oleh sebab itu, Lisda menuturkan, komitmen seluruh pihak, termasuk pemerintah, sangat diperlukan untuk melindungi anak dari paparan iklan dan promosi rokok. Penilaian dalam pemberian penghargaan Kota Layak Anak sudah sangat baik. Itu terutama pada indikator kesehatan yang memuat kawasan tanpa rokok dan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Kita harus memastikan anak terlindungi dari paparan asap rokok dan paparan iklan rokok. Upaya yang sangat kuat masih dibutuhkan untuk mengatasi hal tersebut.
Walikota Sawahlunto Deri Asta menyampaikan, komitmen pemerintah daerah untuk melindungi anak dari paparan iklan rokok akan diperkuat melalui revisi peraturan daerah terkait kawasan tanpa rokok. Dalam revisi tersebut akan dimasukkan pasal terkait pelarangan iklan rokok.
Aturan tersebut merujuk pada peraturan wali kota tentang larangan reklame produk rokok. Dengan begitu, ia pun memastikan sudah tidak ada iklan rokok di Sawahlunto, Sumatera Barat.
”Sambil menyiapkan revisi dari aturan ini, edukasi juga terus dilakukan kepada masyarakat mengenai penerapan Kota Layak Anak. Jadi, masyarakat juga bisa ikut mendukung upaya perlindungan anak dari dampak buruk rokok. Kita tahu sponsor dari industri rokok sangat besar, tetapi dampak buruk kepada anak lebih besar,” kata Deri.
Komitmen untuk melindungi anak dari paparan rokok juga muncul dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyatakan, sebanyak 40 persen RW di kota Yogyakarta sudah mendeklarasikan sebagai kawasan tanpa rokok. Artinya, masyarakat di lingkungan tersebut sudah berkomitmen untuk tidak merokok di rumah ataupun ketika ada kegiatan tertentu, kecuali di tempat-tempat khusus.
Menurut dia, masyarakat sangat berperan untuk mendukung keberhasilan penerapan aturan kawasan tanpa rokok. Pemantauan terhadap pelaksanaan pun terus dilakukan untuk memastikan aturan yang telah dibuat dapat terimplementasikan dengan baik.
”Kami juga sudah membuat aturan khusus larangan merokok di tempat umum, seperti di Malioboro. Sosialisasi terus dilakukan beserta dengan pemantauan dari para petugas. Sanksi juga sudah kami atur meski belum diberlakukan dengan optimal,” kata Heroe.
Terkait dengan status Kota Layak Anak beserta peraturan kawasan tanpa rokok dan iklan rokok, Yayasan Lentera Anak mengamati masih banyak pelanggaran yang ditemukan di sejumlah daerah yang sudah menyandang Kota Layak Anak.
Di Yogyakarta, misalnya, sekalipun sudah memiliki Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok, iklan rokok masih banyak ditemukan. Kondisi serupa juga ditemui di Kota Surakarta, Kota Denpasar, dan Kota Surabaya. Selain reklame di luar ruang, iklan rokok banyak dijumpai di warung dan pertokoan.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Agustina Erni menyampaikan, penguatan aturan terkait kawasan tanpa rokok menjadi bagian dari upaya perlindungan anak terhadap ancaman rokok. Jumlah perokok pemula di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, jumlah anak perokok usia 10-18 tahun pada 2018 meningkat menjadi 9,1 persen atau sekitar 3,2 juta anak dari sebelumnya 7,2 persen pada 2013.
”Kita harus terus dorong daerah-daerah lain untuk bisa menerapkan kawasan tanpa rokok. Dengan harapan, jumlah perokok anak pun bisa turun menjadi 8,7 persen pada 2024 sesuai dengan target dari RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024,” ujarnya.