Dukung Penelitian Bioteknologi untuk Inovasi Kesehatan
Kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur riset bidang bioteknologi masih terbatas. Padahal, penelitian bidang itu bisa menghasilkan inovasi kesehatan. Karena itu, swasta perlu dilibatkan secara aktif.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai inovasi bidang kesehatan makin dibutuhkan, terutama pada masa pandemi Covid-19. Karena itu, sumber daya manusia dan riset di perguruan tinggi perlu disiapkan untuk memperkuat peran bioteknologi yang mendukung layanan kesehatan.
Dukungan memajukan bioteknologi untuk menghasilkan inovasi kesehatan ini bisa dilakukan para pelaku usaha. Dukungan itu salah satunya diwujudkan melalui program Pfizer Biotech Fellowship dalam rangka merayakan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional dan HUT RI.
Sejauh ini, kemajuan bioteknologi bidang kesehatan memberikan dampak positif bagi umat manusia beberapa dekade terakhir. Contohnya, pengembangan vaksin untuk menghambat penyebaran penyakit dan wabah hingga pemetaan DNA manusia. Sektor bioteknologi menjadi garda terdepan penciptaan terobosan baru dan kemajuan bidang kesehatan dunia.
Namun, hasil studi Global Biotechnology Innovation Scorecard oleh Thinkbiotech menunjukkan, Indonesia hanya menempati posisi ke-52 dari 54 negara dalam hal perkembangan bioteknologi. Studi ini mempertimbangkan beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan bioteknologi, antara lain inovasi dan riset serta ekosistem pendidikan dan sumber daya manusia (SDM). Hal ini menunjukkan bioteknologi Indonesia memiliki ruang luas untuk bertumbuh.
Director Policy & Public Affairs Pfizer Indonesia Bambang Chriswanto, Selasa (10/8/2021), mengatakan, pada tahun 2021, Pfizer Indonesia memberikan dukungan kepada mahasiswa S-1 dan S-2 serta dosen bidang bioteknologi untuk mendapatkan dana pendidikan serta berdiskusi langsung dengan komunitas periset global.
”Selama ini kami banyak mendukung program bagi tenaga kesehatan, kini mulai membantu juga di perguruan tinggi. Ini perjalanan baru Pfizer Indonesia untuk fokus mendukung tumbuhnya riset aplikatif demi memajukan dunia kesehatan Indonesia di masa depan,” kata Bambang.
Dari penelitian salah satu lembaga studi independen, ternyata bidang bioteknologi belum diminati lulusan SMA. Ada mispersepsi bahwa bidang bioteknologi ini belum potensial sehingga kurang menarik minat anak muda.
Sosialisasi dan transformasi
”Dengan sosialisasi dan transformasi didukung industri, serta konteks pandemi Covid-19, kami berharap jadi momentum segar meningkatkan peran program studi bioteknologi. Kami bermimpi sentra pendidikan dan penelitian bioteknologi Indonesia maju di regional dan dunia. Kami memulai dengan mendukung sosialisasi dan konektivitas bagi mahasiswa dan dosen Indonesia di nasional dan global,” ujarnya.
Bambang menambahkan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan dosen bioteknologi makin penting di dunia kesehatan lantaran tingginya kebutuhan di masyarakat. SDM unggul bidang bioteknologi mampu mendukung inovasi kesehatan untuk mengurangi beban negara dan masyarakat mengatasi penyakit menular dan tidak menular.
Menurut Ketua Ikatan Program Studi Bioteknologi Indonesia (IPSBI) dan Dekan Fakultas Teknobiologi Universitas Surabaya Sulistyo Emantoko, bioteknologi memanfatkan makhluk hidup secara keseluruhan atau sebagian untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia.
Bioteknologi tak hanya untuk mendukung pangan, tetapi juga dibutuhkan untuk bidang kesehatan, terutama setelah ada proyek pengurutan DNA manusia. SDM dan riset di bidang bioteknologi dapat mendukung lahirnya inovasi, antara lain metode pengobatan dan obat, termasuk vaksin Covid-19.
Menurut Emantoko, di Indonesia program studi bioteknologi baru muncul pada tahun 2017. Saat ini ada 11 perguruan tinggi negeri dan swasta yang memiliki prodi bioteknologi untuk program S-1 dan S-2.
”Mahasiswa saat ini merupakan peneliti, pelaku usaha, dan pemimpin industri di masa depan yang akan mewujudkan bioteknologi kesehatan Indonesia yang unggul. Dengan dukungan berbagai pihak, seperti Pfizer Indonesia, kami memfasilitasi dan memberi kesempatan mereka meningkatkan kapabilitas, termasuk kerja sama ataupun berpartisipasi dalam inisiatif melibatkan mahasiswa, dosen, dan peneliti di perguruan tinggi,” kata Emantoko.
Direktur Eksekutif Tenggara Strategics Riyadi Suparno menjelaskan, program Pfizer Biotech Fellowship ditujukan untuk mahasiswa S-1 dengan penulisan esai sesuai tema. Ada tiga kelompok mahasiswa S-1 yang akan mendapat dana Rp 50 juta sampai Rp 75 juta.
Mahasiswa saat ini merupakan peneliti, pelaku usaha, dan pemimpin industri di masa depan yang akan mewujudkan bioteknologi kesehatan Indonesia yang unggul.
Selain itu, program tersebut mendukung riset mahasiswa S-2 bioteknologi dengan dana Rp 50 juta untuk masing-masing dari lima pemenang, termasuk mendapat kesempatan berinteraksi dengan ahli bioteknologi baik di dalam negeri maupun global. ”Para dosen di perguruan tinggi yang mempunyai prodi bioteknologi juga akan mendapat program training of trainers,” kata Riyadi.
Pfizer Biotech Fellowship mengundang peserta dari 11 fakultas bioteknologi di Indonesia. Sebelas kampus tersebut meliputi Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Andalas, Universitas Jember, Universitas Surabaya, Unika Atma Jaya, Universitas Esa Unggul, Universitas Pelita Harapan, i3L, Universitas Kristen Duta Wacana, dan Universitas Teknologi Sumbawa. Program beasiswa yang diberikan bersifat tidak mengikat dan tidak merupakan bagian dari proses perekrutan perusahaan.