Covid-19 Tidak Menghentikan Saya untuk Tetap Menyusui
Sebagai ibu, Elgia dan Caecilia tetap bisa memberikan air susunya bagi si bayi meski mereka terinfeksi Covid-19. Korona ternyata bukan halangan untuk tetap memenuhi hak bayi akan ASI.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
“Soal ASI, saya memang keras kepala. Selagi badan saya masih segar tidak ada alasan buat saya tidak memberikan ASI ke anak saya. (ASI) Itu hak anak saya,” ujar Elgiana Anggun (27), ibu dari Thomas (9 bulan). Elgia merupakan seorang ibu penyintas Covid-19 yang terdiagnosis pada Maret 2021 lalu.
Ketika pertama kali terdiagnosis mengalami Covid-19, hal pertama yang Elgia lakukan yaitu menghubungi dokter untuk menanyakan apakah ia masih bisa menyusui anaknya. Saat itu, lewat layanan konsultasi daring, dokter menyampaikan bahwa Elgia masih bisa menyusui langsung tapi dengan protokol kesehatan yang ketat. Saat itu, dia kebetulan tidak mengalami gejala yang berat.
Sejak awal, Elgia berkomitmen untuk memberikan ASI eksklusif. Meski tidak mudah, ia tetap berusaha memberikan ASI secara langsung pada anaknya yang saat itu berusia empat bulan. Baru ketika malam hari, ASI diberikan melalui botol.
"Sedih sekali rasanya. Karena ketika menyusui kita benar-benar harus mengurangi kontak. Jadi saya menyusui tanpa mengajak bicara Thomas, tanpa bercanda dengan Thomas. Menyentuh pun hanya pada bagian tubuhnya yang ditutupi baju. Secara fisik memang dekat tetapi berasa jauh banget,” katanya.
Sedih sekali rasanya. Karena ketika menyusui kita benar-benar harus mengurangi kontak. Jadi saya menyusui tanpa mengajak bicara Thomas, tanpa bercanda dengan Thomas. Menyentuh pun hanya pada bagian tubuhnya yang ditutupi baju. Secara fisik memang dekat tetapi berasa jauh banget.(Elgiana Anggun)
Hal lain yang cukup berat ketika malam hari mendengar anaknya menangis. Ia hanya bisa mendengar dari kamar terpisah. Beruntung, mertuanya dengan sigap selalu membantu dan menggantikan untuk mengurus Thomas.
Komitmen untuk tetap menyusui saat tertular Covid-19 memang tidak mudah, apalagi putranya saat itu harus menyusu setiap tiga jam. Sebelum menyusui, Elgia pastikan untuk mandi terlebih dahulu, mencuci tangan, berganti pakaian, juga menggunakan dua masker. Itu dilakukan setiap akan menyusui anaknya. Ia harus memastikan risiko penularan bisa diminimalisir.
Semangat serupa juga ada dalam diri Caecilia Jessica (27). Baru sebulan lalu ia terkonfirmasi positif Covid-19. Kala itu, anaknya Gifta baru berusia 10 bulan yang juga masih mendapatkan ASI.
Namun, kondisi Caecilia berbeda dengan Elgia. Ketika terkonfirmasi positif, mertuanya yang juga tinggal serumah meminta dia untuk melakukan isolasi mandiri di rumah terpisah. Selama menjalani isolasi mandiri itu pula ia tidak bisa memberikan ASI secara langsung pada putrinya. Selama 15 hari, ASI diberikan secara diperah.
“Perasaan saya sempat merasa hancur saat itu. Mengetahui kalau saya positif Covid-19 sudah cukup berat, namun itu ditambah lagi ditolak oleh keluarga. Saya juga harus jauh dari anak saya. Tetapi bagaimanapun saya mau anak saya tetap mendapatkan ASI,” ucapnya.
Ketika ia sembuh, anaknya pun tidak langsung mau menyusu secara langsung. Hal itu semakin membuat ia sedih. Baru dua hari kemudian, anaknya mau mendapatkan ASI secara langsung.
Padahal, menurut dokter spesialis anak yang juga Bendahara Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rosalina D Roeslani, sekalipun tertular Covid-19, ibu tetap bisa menyusui anaknya secara langsung apabila kondisinya tanpa gejala atau gejala ringan. Belum ada penelitian yang membuktikan adanya penularan Covid-19 lewat ASI.
Kemungkinan penularan terjadi dari kontaminasi dalam proses pemerahan. Karena itu, ketika akan menyusui atau melakukan pemerahan ASI, kebersihan diri dari ibu serta protokol kesehatan harus dipastikan dilakukan secara ketat.
Sebaliknya, Rosalina mengatakan, manfaat dari ASI justru jauh lebih besar untuk diberikan pada anak. ASI yang diberikan dari ibu yang positif Covid-19 atau pernah terinfeksi Covid-19 mengandung antibodi dari virus Sars-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19. Dengan begitu, anak pun bisa mendapatkan antibodi tersebut melalui ASI.
“Jadi manfaat ASI sangat besar untuk anak. Dari ibu yang positif Covid-19, antibodi bisa diberikan lewat ASI. Selain itu, berbagai manfaat lain seperti kandungan laktoferin serta kandungan bioaktif seperti probiotik dan prebiotik sangat penting untuk mencegah infeksi penyakit lainnya. ASI juga menjadi sumber nutrisi terbaik bagi anak,” katanya.
Anggota Satuan Tugas ASI IDAI Wiryani Pambudi menambahkan, konsumsi obat-obatan pada pasien Covid-19 juga masih dalam kadar aman jika terekskresi melalui ASI. Hal itu pun sudah dibuktikan dari sejumlah penelitian.
Apabila masih memungkinkan, pemberian ASI dari ibu yang terinfeksi Covid-19 bisa dilakukan secara langsung. Sementara pada ibu dengan kondisi sedang dan berat, ASI bisa diberikan melalui proses pemerahan. Ahli laktasi bisa turut membantu pemerahan saat ibu dirawat di rumah sakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah merekomendasikan inisiasi menyusui dini (IMD) tetap bisa dilakukan pada ibu dengan suspek atau terkonfirmasi Covid-19.
Kementerian Kesehatan pun telah mengeluarkan panduan bagi ibu menyusui yang sedang melakukan isolasi mandiri. Ibu yang menjalani isolasi mandiri bisa menyusui secara langsung dengan melaksanakan prosedur pencegahan penularan Covid-19, yakni dengan selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah kontak dengan bayi, jika perlu bisa mandi terlebih dahulu; rutin membersihkan benda-benda di sekitar dengan infektan; memakai masker; serta menghindari menyentuh bagian mata, hidung, dan mulut.
Apabila ibu tidak mampu menyusui bayinya, pemberian ASI dilakukan dengan cara memerah. Ketika memerah ASI, ibu tetap melaksanakan prosedur pencegahan penularan Covid-19. Ibu juga dapat menghubungi tenaga kesehatan untuk mendapatkan layanan konseling menyusui serta mendapat dukungan dasar psikososial.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi menyatakan, keberhasilan dalam menyusui juga bergantung pada dukungan dari orang disekitar, termasuk suami serta anggota keluarga lainya. Itu sebabnya, menyusui merupakan tanggung jawab bersama.
Wiryani pun mengungkapkan, seluruh anak harus dipastikan mendapatkan perlindungan dan dukungan untuk mendapatkan haknya untuk disusui selama pandemi, sekalipun ibunya terinfeksi Covid-19. Ibu pun perlu dipastikan bisa mengakses fasilitas telekonseling terkait proses laktasi dengan mudah di masa pandemi.
“Menyusui tidak boleh terputus dengan adanya riwayat kontak ibu dengan orang yang terdiagnosis Covid-19 atau sekalipun ibu sudah terkonfirmasi positif,” kata dia.