Tingkatkan Akses Air Minum dan Sanitasi bagi Masyarakat
Advokasi dan kolaborasi diperlukan untuk kian meningkatkan akses sanitasi dan air minum. Hingga kini permasalahan kebutuhan mendasar bagi masyarakat ini belum juga tuntas diselesaikan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan air minum dan sanitasi perlu dituntaskan segera mengingat dampaknya yang sangat penting bagi masyarakat. Ini membutuhkan peningkatan advokasi dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk meningkatkan akses penyediaan air minum dan sanitasi yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Josaphat Rizal Primana menyampaikan, penyediaan air minum dan sanitasi yang aman dapat mengurangi indeks risiko penyakit 0,39 persen. Anak-anak yang tinggal di hunian tanpa air minum dan sanitasi yang aman lebih rentan terhadap tengkes atau stunting.
”Menurut data WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), rata-rata untuk setiap 1 dollar AS yang diinvestasikan pada sanitasi memberikan manfaat balik 5,5 dollar AS. Adapun untuk sektor air minum memberikan manfaat sebesar 2 dollar AS,” ujarnya dalam kick off meeting Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KASN) Ke-8 secara daring, Jumat (6/8/2021).
Meski demikian, kata Josaphat, akses penyediaan air di Indonesia masih tertinggal dari negara Asia Tenggara lainnya. Akses air perpipaan di Indonesia masih 20 persen. Sementara di Filipina sudah 40 persen, Vietnam 43 persen, dan Malaysia 95 persen.
Selain terbukti dapat meningkatkan kesehatan masyarakat pada masa pandemi, ketersediaan air minum dan sanitasi aman diyakini dapat mencegah penularan virus.
Selain itu, peningkatan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia yang cepat juga tidak diiringi dengan pembangunan atau penyediaan air minum. WHO mencatat, PDB Indonesia tahun 2010-2018 meningkat 1,8 kali lipat. Sementara akses perpipaan air minum dan air limbah domestik hanya meningkat 1,34 kali dalam periode yang sama.
Josaphat menyatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan dan mempercepat penyediaan air minum dan sanitasi melalui kolaborasi antarsektor, salah satunya melalui Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KASN) yang rutin diadakan dua tahunan. Kegiatan ke-8 ini bertujuan untuk memperkuat profil sektor air minum dan sanitasi, mengikat komitmen pemangku kepentingan, meningkatkan kolaborasi dan partisipasi, serta media publikasi dan advokasi menuju Sector Ministerial Meeting-Sanitation Water for All (SMM-SWA) pada 2022.
Beberapa hasil dari KASN yang telah dilakukan, antara lain, terbentuknya Deklarasi Jakarta sebagai komitmen menyukseskan pembangunan sanitasi. Selain itu, adanya percepatan pemenuhan pelayanan melalui penyusunan strategi sanitasi kabupaten/kota dan meningkatkan keanggotaan aliansi kabupaten/kota peduli sampah (AKKOPSI).
Tahun ini, KASN ke-8 akan diadakan pada 9 November 2021. Namun, rangkaian kegiatan sudah dimulai sejak Juli hingga Oktober yang berfokus pada kampanye publik dan komunikasi kepada media. Komitmen seluruh pihak saat acara puncak juga akan langsung diluncurkan dan dideklarasikan.
Wali Kota Jambi Syarif Fasha mengatakan, sejak didirikan pada 2009, AKKOPSI senantiasa terlibat dan menjadi bagian strategis dalam upaya pemenuhan akses air minum dan sanitasi yang layak bagi seluruh masyarakat. Berbagai agenda juga telah dilakukan untuk membangun komitmen dan kolaborasi untuk mewujudkan pelayanan ini, salah satunya melalui forum City Sanitation Summit yang rutin diadakan setiap tahun.
”Komitmen ini sekaligus mendukung agenda RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selain terbukti dapat meningkatkan kesehatan masyarakat pada masa pandemi, ketersediaan air minum dan sanitasi aman diyakini dapat mencegah penularan virus,” katanya.
Ia menambahkan, momentum KASN ke-8 ini akan meneguhkan komitmen seluruh pemangku kepentingan, penggiat, dan kelompok masyarakat untuk berkolaborasi dan menciptakan lebih banyak inovasi. Hal ini termasuk dalam upaya mencari sumber pendanaan serta mengoptimalkan peran dari perusahaan daerah agar lebih profesional dalam mengoptimalkan pelayanan air minum dan sanitasi.
Syarif mengakui bahwa dari pengalamannya menangani air minum di daerah, salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah pipa. Sebab, sebagian besar pipa yang digunakan kabupaten/kota menggunakan produk lama dan sudah lebih dari 25 tahun. Ini membuat setiap hari terdapat keluhan seperti kebocoran pipa.
”Pipa ini cukup mahal sehingga kabupaten/kota tidak mampu membelinya terlalu banyak dan butuh intervensi dari pusat. Kerja sanitasi ini tidak bisa hanya ditentukan oleh kabupaten/kota, tetapi juga didukung oleh pemerintah pusat,” ujarnya.