Masalah Koordinasi Hambat Pembayaran Insentif Tenaga Kesehatan
Pembayaran insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas menangani Covid-19 di daerah perlu dipercepat. Kendala terkait koordinasi antarorganisasi perangkat daerah agar segera terselesaikan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Tenaga kesehatan beraktivitas di Rumah Sakit Lapangan Darurat Covid-19 Balai Pelatihan Kesehatan Manado, Sulawesi Utara, Senin (19/7/2021). Sebagian nakes mengaku belum mendapatkan insentif karena lambannya pencairan sehingga Pemerintah Provinsi Sulut mendapat teguran dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan pada Agustus 2021, realisasi anggaran untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah mencapai 50 persen. Berbagai kendala yang dihadapi saat ini perlu segera diatasi, terutama terkait kurangnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah.
Kementerian Keuangan mencatat, anggaran yang sudah disiapkan untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah per 28 Juli 2021 sebesar Rp 8,1 triliun. Dari jumlah itu, anggaran yang telah terealisasi baru Rp 2,06 triliun atau 25,31 persen dari anggaran. Bahkan, realisasi untuk insentif tenaga kesehatan di daerah luar Jawa dan Bali hanya 17,29 persen.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih dalam webinar terkait sosialisasi insentif tenaga kesehatan pusat dan daerah yang diikuti dari Jakarta, Jumat (30/7/2021), menyampaikan, insentif yang belum dibayarkan ke tenaga kesehatan menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi tenaga kesehatan. Sejumlah isu terkait adanya sukarelawan yang mundur karena insentifnya tidak dibayarkan juga mulai beredar.
Peraturan terkait pembayaran insentif sudah ada. Anggaran yang dibutuhkan pun sudah tersedia. Namun, implementasinya yang kurang.
”Tentu ini merupakan hal yang manusiawi. Apalagi insentif itu sangat dibutuhkan oleh keluarga yang ada di belakang tenaga kesehatan. Setidaknya jika insentif ini bisa dibayarkan dengan baik, tenaga kesehatan pun bisa lebih tenang dalam bertugas,” tuturnya.
KEMENKEU
Besaran anggaran dan realisasi untuk penanganan Covid-19 di daerah
Ketua Umum Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Harif Fadhillah menambahkan, berbagai kendala yang menjadi penyebab terlambatnya pembayaran insentif tenaga kesehatan perlu segera diselesaikan. Komitmen daerah pun perlu ditingkatkan, terutama pada daerah dengan tingkat realisasi anggaran untuk insentif tenaga kesehatan yang rendah.
”Peraturan terkait pembayaran insentif sudah ada. Anggaran yang dibutuhkan pun sudah tersedia. Namun, implementasinya yang kurang. Karena itu, pengawasan untuk implementasi pembayaran insentif ini yang perlu ditingkatkan agar insentif bisa segera dibayarkan,” katanya.
Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) Putut Hari Satyaka menyampaikan, kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan dan pelaporan pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah yakni kurangnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) dalam pembayaran dan pelaporan insentif. Ini ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman daerah terhadap peraturan yang berlaku.
Selain itu, kendala lain, yaitu lambannya proses pengganggaran di daerah, terutama dalam pelaksanaan sistem informasi pemerintah daerah (SIPD) dan masih ada pemerintah daerah yang menunggu hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebelum menganggarkan kembali sisa dana BOKT (bantuan operasional kesehatan tambahan). Padahal, dalam aturan yang baru penganggaran sisa dana BOKT 2020 untuk pembayaran insentif pada 2021 tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan BPK.
Kompas/Hendra A Setyawan
Petugas medis beristirahat seusai menangani pemeriksaan orang tanpa gejala (OTG) di Rumah Lawan Covid, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (29/12/2020). Tenaga kesehatan menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 di Tanah Air.
Putut menuturkan, total anggaran yang sudah disalurkan ke kas daerah untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan daerah berjumlah Rp 4,1 triliun. Dari jumlah itu, rinciannya Rp 3,1 triliun digunakan untuk pembayaran ke 797.230 tenaga kesehatan atas kinerja pada 2020 yang dibayarkan pada 2020; Rp 250 miliar untuk 51.745 nakes atas kinerja pada 2020 yang dibayarkan pada 2021; dan Rp 24,4 miliar untuk 6.963 tenaga kesehatan atas kinerja tahun 2021 yang dibayarkan pada 2021.
”Sejumlah upaya sudah dilakukan untuk mengatasi kendala yang ada. Itu melalui koordinasi dengan kementerian terkait dan terus mendorong pemda untuk melakukan percepatan. Kementerian Kesehatan juga telah membuat aplikasi pengusulan insentif dan santunan sehingga diharapkan dapat mempercepat proses verifikasi di daerah dan pusat,” kata Putut.
Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Trisa Wahyuni Putri menyampaikan, percepatan pembayaran insentif tenaga kesehatan juga telah diupayakan melalui penerbitan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19. Dalam aturan itu, antara lain, disebutkan insentif yang diberikan akan dikirim langsung ke rekening tenaga kesehatan sehingga bisa mempercepat proses pembayaran.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Petugas kesehatan istirahat sejenak di sela-sela pemeriksaan tes usap Covid-19 di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (20/5/2020).
”Kami memang harus terus melakukan improvisasi dalam sistem pembayaran insentif untuk tenaga kesehatan. Mohon maaf jika ada perubahan. Ini tentu untuk kami bisa memberikan yang terbaik. Pada akhir Juli atau pertengahan Agustus (2021) kami harap anggaran daerah yang terealisasi untuk insentif nakes bisa mencapai 50 persen,” ucapnya.