Atasi Ketimpangan Vaksinasi
Vaksinasi sangat penting untuk mengatasi pandemi Covid-19. Namun, cakupan vaksinasi di Indonesia belum merata, antara lain, akibat keterbatasan pasokan vaksin.
JAKARTA, KOMPAS — Distribusi dan cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia masih timpang. Sejumlah tenaga kesehatan di daerah seperti Papua, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo masih belum mendapatkan vaksin, sedangkan Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau memiliki tingkat vaksinasi tertinggi untuk masyarakat umum.
Ketimpangan vaksin ini menjadi salah satu sorotan dari laporan situasi Covid-19 di Indonesia dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang dirilis Rabu (28/7/2021). Tenaga kesehatan (nakes) di Papua yang belum mendapat vaksin sama sekali mencapai 20 persen, sedangkan di Maluku 15 persen, Gorontalo dan Sulawesi Tengah masing-masing 10 persen.
Daerah lain yang banyak nakesnya belum mendapatkan vaksinasi meliputi Maluku Utara, Aceh, Bengkulu, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, Jambi, Papua Barat, dan Sumatera Barat. Sementara daerah yang cakupan vaksinnya untuk lanjut usia paling rendah adalah Aceh, Maluku Utara, dan Sumatera Barat.
Sebaliknya, sejumlah daerah yang sudah mendapatkan cakupan vaksinasi dosis pertama tertinggi bagi warga lanjut usia (lansia) meliputi Jakarta, disusul Bali, Yogyakarta, dan Kepulauan Riau. Untuk dosis kedua Jakarta paling tinggi, disusul Yogyakarta, Bali, dan Kepulauan Riau.
Untuk vaksinasi bagi usia di atas 18 tahun untuk dosis pertama yang tertinggi yakni Bali, disusul Jakarta, Kepulauan Riau, Yogyakarta, dan Sulawesi Utara. Untuk cakupan dosis kedua yang tertinggi terdapat di Jakarta, disusul Bali, Yogyakarta, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah.
Juru Bicara untuk Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Kamis (29/7/2021), mengatakan, saat ini pasokan vaksin memang terbatas. ”Pasokan vaksin yang Indonesia terima baru berjumlah 30 persen atau 151,9 juta dari total kebutuhan sekitar 462 juta dosis,” kata dia.
Baca juga: Akhir Agustus, DKI Targetkan 7,5 Juta Warga Sudah Mendapat Vaksin
Selain itu, pemerintah menetapkan skala prioritas daerah yang menerima vaksin yaitu pada daerah dengan jumlah kasus penularan tinggi. ”Sampai Desember 2021, kita masih akan terima 80 juta vaksin,” tuturnya.
Secara terpisah, Juru Bicara Bio Farma untuk Vaksinasi Covid-19 Bambang Heriyanto mengklaim stok vaksin Covid-19 di tingkat pusat aman. Percepatan distribusi vaksin Covid-19 ke seluruh pelosok daerah terus dilakukan.
Kini, total vaksin atau bahan baku produksi yang diterima Bio Farma dari Sinovac 144,7 juta dosis. Pada Agustus 2021, Indonesia akan mendapat 45 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac, AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer.
Masyarakat adat
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Rukka Sombolinggi juga menyoroti soal ketimpangan vaksin, terutama di kalangan masyarakat adat.
”Saat ini pandemi sudah meluas di pedalaman. Banyak masyarakat adat yang tidak terdampak selama gelombang sebelumnya sekarang sudah kena,” ujarnya.
Beberapa laporan penularan di lingkungan masyarakat adat, lanjut Rukka, misalnya terjadi di Apau Kayan di Kalimantan Utara, Aru di Maluku, Kulawi dan Morowali di Sulawesi Tengah, Tana Toraja dan Toraja Utara di Sulawesi Selatan, Enggano di Bengkulu, sejumlah desa adat di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
”Ada beberapa kasus kluster keluarga yang meninggal pada saat isolasi mandiri karena fasilitas dan layanan kesehatan yang jauh dari jangkauan. Namun demikian, detail jumlah yang positif Covid-19 belum ada karena tes dan tracing tidak berjalan baik di wilayah-wilayah terpencil,” tuturnya.
Baca juga: Cakupan Vaksinasi Warga Lansia di Pontianak Lamban
Keterbatasan juga terjadi terhadap akses vaksin. ”Sebagian masyarakat adat memang belum mau menerima vaksin, namun banyak juga yang antusias, tetapi vaksinnya belum ada,” katanya.
Menurut Rukka, ada sekitar 40-70 juta jiwa masyarakat adat tersebar di Indonesia, 20 juta jiwa di antaranya telah menjadi anggota AMAN. Dari jumlah tersebut, hingga saat ini terdapat 510.975 warga yang mendaftarkan diri untuk vaksinasi dan sekitar 20.000 dari mereka sudah menjalani vaksinasi tahap pertama. Keterbatasan akses vaksinasi dan ketiadaan nomor induk kependudukan (NIK) menjadi kendala utama rendahnya pendaftar.
”Bagi masyarakat adat yang tinggal di pedalaman atau pulau terluar, kewajiban memiliki NIK menjadi sandungan signifikan untuk bisa menjangkau program vaksinasi pemerintah,” kata Rukka.
Ada beberapa kasus kluster keluarga yang meninggal pada saat isolasi mandiri karena fasilitas dan layanan kesehatan yang jauh dari jangkauan.
Oleh karena itu, AMAN dan sejumlah organisasi lain mengusulkan agar pemerintah memberikan diskresi bagi masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan kelompok anak tanpa akta agar mendapatkan vaksin meski tanpa NIK. Selain itu, mereka meminta agar surat keterangan dari ketua adat, RT/RW, kepala desa, atau organisasi yang menaungi bisa menjadi pengganti NIK dan dikukuhkan lewat surat edaran kementerian terkait.
”AMAN dan organisasi yang bergabung dalam koalisi bersedia membantu pemerintah dalam penyediaan data dan surat keterangan yang dibutuhkan masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan anak-anak,” kata dia.
Sementara itu, sejumlah anak di Tanah Air terutama di daerah-daerah yang tinggal di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) mengaku hingga kini belum mendapat vaksin. Mereka berharap secepatnya bisa mengikuti Program Vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak di atas 12 tahun.
Baca juga: Jangan Abaikan Risiko Covid-19 pada Anak
”Saya belum mendapat vaksin karena stok vaksin di daerah saya habis, Saya berharap banyak orang mendapat pemahaman vaksin agar mau divaksin, sehingga tidak membahayakan dirinya sendiri dan orang lain,” kata Rambu Kudu (16), anak dari Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, saat hadir dalam temu media yang diadakan Wahana Visi Indonesia, Kamis (29/7/2021) secara daring.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur, warga yang belum divaksin Covid-19 dosis pertama menanti jatah vaksin dari pemerintah pusat. Tambahan vaksin awal Agustus nanti dialokasikan untuk suntikan kedua.
Kepala Dinas Kota Balikpapan Andi Sri Juliarty mengatakan, dirinya mendapat surat pemberitahuan bahwa 10.000 dosis vaksin jatah kota itu akan tiba Senin (2/8/2021). Vaksin akan disuntikkan ke warga yang sudah mendapat dosis pertama.
Adapun Kalimantan Barat mendapat 1.920 vial vaksin Moderna, kemarin, untuk pemberian dosis ketiga bagi para tenaga kesehatan yang amat rentan tertular Covid-19. Menurut Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, satu vial vaksin Moderna bisa untuk 14-15 orang.
Bantuan vaksin
Untuk mempercepat vaksinasi, Muhammadiyah dan Kepolisian Negara RI akan terus bekerja sama. Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, pihaknya mendapat 2 juta dosis vaksin Covid-19 bertahap.
Untuk mendukung vaksinasi Covid-19, Inggris Raya akan segera mengirim bantuan vaksin AstraZeneca ke berbagai negara. Indonesia dijadwalkan akan menerima 600.000 dosis vaksin ini.
Menteri Luar Negeri Inggris Raya Dominic Raab mengatakan, Inggris Raya akan mengirimkan sembilan juta dosis vaksin AstraZeneca, pengiriman pertama dari 100 juta dosis yang dijanjikan untuk didistribusikan sampai 2022. ”Kami melakukan ini untuk membantu mereka yang paling rentan, tetapi juga karena kami tahu bahwa kita tidak akan aman sampai semua orang aman,” ujarnya.
Wakil Duta Besar Inggris Raya untuk Indonesia dan Timor Leste Rob Fenn mengatakan, ”Kami ingin melakukan apa yang kami bisa untuk membantu Indonesia, sebagai mitra dekat dan rekan kami. Pemerintah Inggris Raya yakin vaksin yang kami sumbangkan hari ini akan digunakan dengan baik, di garis depan di Indonesia, untuk menyelamatkan nyawa, dan sekaligus menguatkan perekonomian.”
Bantuan untuk Indonesia ini dilakukan bersamaan dengan bantuan vaksin Inggris Raya kepada negara-negara anggota ASEAN. ”Kita berjuang bersama dalam melawan Covid-19. Kita dapat mengalahkan virus ini, dan membangun masa depan yang lebih sehat, untuk semua rakyat Indonesia, Inggris dan dunia,” kata Fenn.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tingginya kematian akibat Covid-19 tak hanya terjadi di Jawa dan Bali. Dari 10 provinsi dengan tingkat kematian tertinggi, lima area di antaranya di luar Jawa-Bali, yakni Kalimantan Timur, Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan.
Kondisi itu mesti menjadi alarm bagi setiap pemerintah daerah untuk meningkatkan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan agar kematian bisa dicegah. Antisipasi kenaikan kasus antara lain dilakukan dengan menambah tempat isolasi terpusat, rumah sakit lapangan, serta memastikan ketersediaan obat dan tenaga kesehatan. (DEONISIA ARLINTA/ERIKA KURNIA/SONYA HELLEN SINOMBOR/EMANUEL EDI SAPUTRA/SUCIPTO)