Kasus Demensia Global Diperkirakan Meningkat Tiga Kali Lipat pada 2050
Peneliti menemukan peningkatan 6,8 juta kasus demensia secara global antara 2019 dan 2050, terutama karena perubahan pada faktor risiko, seperti kegemukan/obesitas, gula darah, dan merokok.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
DENVER, SELASA — Tren positif dalam akses pendidikan global diperkirakan menurunkan prevalensi demensia di seluruh dunia sebesar 6,2 juta kasus pada tahun 2050. Sementara itu, tren antisipasi merokok, indeks massa tubuh tinggi, dan gula darah tinggi diprediksi akan meningkatkan prevalensi dengan angka yang hampir sama: 6,8 juta kasus.
Hal ini dilaporkan dalam data prevalensi global baru saat Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer (AAIC) 2021 di Denver, Colorado, Amerika Serikat, secara virtual. Dengan dimasukkannya prakiraan ini, para peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington School of Medicine melaporkan dalam AAIC 2021 bahwa mereka memperkirakan jumlah orang dengan demensia akan hampir tiga kali lipat menjadi lebih dari 152 juta orang pada tahun 2050. Prevalensi diproyeksikan berada di timur sub-Sahara Afrika, Afrika Utara, dan Timur Tengah.
”Perbaikan gaya hidup pada orang dewasa di negara maju dan tempat lain—termasuk peningkatan akses ke pendidikan dan perhatian yang lebih besar pada masalah kesehatan jantung—telah mengurangi insiden dalam beberapa tahun terakhir, tetapi jumlah total dengan demensia masih meningkat karena penuaan dari populasi,” kata Maria C Carrillo, PhD, Kepala Sains Asosiasi Alzheimer, dalam laman internet organisasi mereka, 27 Juli 2021.
Para peneliti menemukan bahwa perubahan dalam tingkat pendidikan akan menyebabkan penurunan prevalensi demensia 6,2 juta orang secara global antara 2019 dan 2050.
Di sisi lain, obesitas, diabetes, dan gaya hidup menetap pada orang yang lebih muda meningkat dengan cepat, dan ini merupakan faktor risiko demensia. Lembaga Riset Amerika terkait Penuaan (US National Institute on Aging) memperkirakan, orang yang berusia di atas 65 tahun akan menjadi 16 persen dari populasi dunia pada tahun 2050, naik dari 8 persen pada tahun 2010.
Juga dilaporkan dalam AAIC 2021 adalah dua studi prevalensi/insiden lain. Temuan utama, di antaranya, setiap tahun diperkirakan 10 dari setiap 100.000 orang mengalami demensia dengan onset dini (sebelum usia 65 tahun). Ini sesuai dengan 350.000 kasus baru demensia onset dini per tahun, secara global.
Temuan kedua, dari 1999 hingga 2019, angka kematian AS akibat alzheimer pada populasi keseluruhan meningkat secara signifikan dari 16 menjadi 30 kematian per 100.000, meningkat 88 persen. Ketiga, di antara semua wilayah AS, tingkat kematian akibat alzheimer paling tinggi di daerah perdesaan di wilayah timur selatan tengah AS, di mana tingkat kematian akibat alzheimer adalah 274 per 100.000 pada mereka yang berusia di atas 65 tahun.
Untuk lebih akurat memperkirakan prevalensi demensia global dan menghasilkan perkiraan tingkat negara, Emma Nichols, MPH, peneliti di Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington School of Medicine, dan rekan memanfaatkan data dari 1999 hingga 2019 dari Global Burden of Disease Study, satu set komprehensif perkiraan tren kesehatan di seluruh dunia. Penelitian ini juga bertujuan untuk memperbaiki prakiraan sebelumnya dengan memasukkan informasi tren faktor risiko demensia.
Nichols dan tim menemukan bahwa demensia akan meningkat dari 57,4 (50,4 hingga 65,1) juta kasus secara global pada tahun 2019 menjadi sekitar 152,8 (130,8 hingga 175,6) juta kasus pada tahun 2050. Peningkatan tertinggi diamati di Afrika sub-Sahara timur, Afrika Utara, dan Timur Tengah.
Analisis mereka menunjukkan bahwa peningkatan yang diproyeksikan dalam kasus sebagian besar dapat dikaitkan dengan pertumbuhan populasi dan penuaan. Sebagai catatan, kepentingan relatif dari kedua faktor ini bervariasi menurut wilayah dunia.
Terlebih lagi, Nichols dan tim memperkirakan prevalensi demensia yang disebabkan oleh merokok, indeks massa tubuh (BMI) tinggi, dan glukosa plasma puasa yang tinggi. Mereka menemukan peningkatan 6,8 juta kasus demensia secara global antara 2019 dan 2050, terutama karena perubahan pada faktor risiko ini.
Secara terpisah dan sebaliknya, para peneliti menemukan bahwa perubahan dalam tingkat pendidikan akan menyebabkan penurunan prevalensi demensia 6,2 juta orang secara global antara 2019 dan 2050. Secara bersama-sama, tren yang berlawanan ini hampir menyeimbangkan satu sama lain.
”Perkiraan ini akan memungkinkan pembuat kebijakan dan pembuat keputusan untuk lebih memahami perkiraan peningkatan jumlah individu dengan demensia serta pendorong peningkatan ini dalam pengaturan geografis tertentu,” kata Nichols.
Lebih lanjut, ia mengatakan, hal ini mendorong kebutuhan vital untuk penelitian yang berfokus pada penemuan pengobatan pengubah penyakit dan intervensi berbiaya rendah yang efektif untuk pencegahan atau penundaan onset (waktu kemunculan) demensia.
Baru-baru ini diterbitkan di Alzheimer & Dementia: The Journal of the Alzheimer’s Association, Nichols dan tim menggunakan kumpulan data yang sama untuk memperkirakan bahwa tingkat kematian akibat alzheimer meningkat sebesar 38,0 persen antara tahun 1990 dan 2019.
”Tanpa perawatan yang efektif untuk menghentikan, memperlambat, atau mencegah alzheimer dan semua demensia, jumlah ini akan tumbuh melampaui tahun 2050 dan terus berdampak pada individu, pengasuh, sistem kesehatan, dan pemerintah secara global,” kata Carrillo.
Karena itu, selain terapi, menurut dia, sangat penting untuk mengungkap intervensi yang disesuaikan dengan budaya yang mengurangi risiko demensia melalui faktor gaya hidup, seperti pendidikan, diet, dan olahraga.