Mengungkap Keberadaan Virus yang Terperangkap 15.000 Tahun Dalam Gletser
Studi mengungkap keberadaan virus yang terperangkap selama 15.000 tahun di dalam lapisan es di Tibet. Temuan itu menunjukkan proses panjang evolusi virus yang menjadi musuh manusia sepanjang sejarah peradaban.
Manusia berjuang melawan virus sejak sebelum spesies kita berevolusi menjadi bentuk modernnya. Untuk beberapa penyakit yang disebabkan virus, temuan vaksin dan obat antivirus mampu mencegah penyebaran infeksi secara luas dan menyembuhkan penderita.
Namun, kita masih jauh dari memenangkan perang melawan virus. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa virus telah berpindah dari hewan ke manusia dan memicu wabah cukup besar, merenggut ribuan nyawa sebagaimana terjadi saat ini ketika SARS-CoV-2, virus korona tipe baru, mewabah di banyak negara.
Para ilmuwan pun berlomba memperoleh jawaban apakah virus merupakan bentuk yang disederhanakan atau puncak tertinggi dari elemen genetika lebih kecil yang bergabung. Salah satu upaya para peneliti mengungkap misteri tersebut yakni melacak jejak virus hingga ke es gletser.
Tim peneliti menemukan virus berusia hampir 15.000 tahun dalam dua sampel es yang diambil dari dataran tinggi Tibet, China. Sebagian besar virus yang bertahan karena beku itu tak seperti virus yang dikatalogkan. Temuan dipublikasikan di jurnal Microbiome baru-baru ini, membantu memahami cara virus berevolusi.
Gletser ini terbentuk secara bertahap, bersama dengan debu dan gas. Banyak virus juga tersimpan di es itu.( Zhi-Ping Zhong)
"Gletser ini terbentuk secara bertahap, bersama dengan debu dan gas. Banyak virus juga tersimpan di es itu," kata Zhi-Ping Zhong, penulis utama studi dan peneliti di The Ohio State University Byrd Polar and Climate Research Center yang berfokus pada mikrobiologi. Gletser merupakan lapisan besar es yang bergerak turun perlahan-lahan di lereng gunung atau di dataran.
"Gletser di China barat tidak dipelajari dengan baik. Kami memakai informasi ini untuk mencerminkan lingkungan masa lalu. Dan virus menjadi bagian lingkungan itu," ujarnya. Tim peneliti menganalisis inti es yang diambil pada tahun 2015 dari lapisan es Guliya di Cina barat.
Inti es dikumpulkan di ketinggian, puncak Guliya, sekitar 22.000 kaki di atas permukaan laut. Inti es mengandung lapisan es yang menumpuk dari tahun ke tahun, menjebak apa pun di atmosfer saat tiap lapisan membeku. Lapisan-lapisan itu menciptakan semacam garis waktu yang telah digunakan para ilmuwan untuk lebih memahami perubahan iklim, mikroba, virus, dan gas.
Baca juga Virus Purba Terperangkap dalam Gletser Es Selama 15.000 Tahun
Para peneliti menentukan bahwa es itu berusia hampir 15.000 tahun menggunakan kombinasi teknik tradisional dan baru.
Ketika menganalisis es, mereka menemukan kode genetik untuk 33 virus. Empat dari virus tersebut telah diidentifikasi oleh komunitas ilmiah. Tapi setidaknya 28 di antaranya adalah novel. Sekitar setengah dari mereka tampaknya selamat pada saat mereka dibekukan bukan karena es, tetapi karena itu.
"Ini merupakan virus yang berkembang biak di lingkungan ekstrem," kata Matthew Sullivan, rekan penulis studi, profesor mikrobiologi di Ohio State dan direktur Center of Microbiome Science Ohio State, sebagaimana dikutip Sciencedaily, Selasa (20/7/2021). Virus itu memiliki tanda gen yang membantu mereka menginfeksi sel di lingkungan dingin.
Para ilmuwan juga menciptakan metode baru untuk menganalisis mikroba dan virus dalam es tanpa mencemarinya. Metode yang dikembangkan Zhi-Ping untuk mendekontaminasi inti dan mempelajari mikroba dan virus dalam es membantu mencari urutan genetik ini di lingkungan es ekstrem lainnya misalnya Planet Mars.
Virus tak memiliki gen universal sama. Jadi tim peneliti mencari tahu di mana ia cocok dengan lanskap virus yang dikenal, melibatkan beberapa langkah. Untuk membandingkan dengan virus yang sudah dikenal, para ilmuwan membandingkan set gen. Selama ini set gen virus dikatalogkan dalam database ilmiah.
Perbandingan basis data itu menunjukkan, empat virus di inti lapisan es Guliya sebelumnya telah diidentifikasi dan berasal dari keluarga virus yang biasanya menginfeksi bakteri. Para peneliti menemukan virus dalam konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada yang ditemukan di lautan atau tanah.
Baca juga Musuh Terkuat Manusia
Analisis peneliti menunjukkan, virus kemungkinan berasal dari tanah atau tanaman, bukan dari hewan atau manusia. Hal itu diketahui berdasarkan lingkungan dan database virus yang diketahui.
Studi tentang virus di gletser relatif baru. Hanya dua studi sebelumnya yang mengidentifikasi virus di es gletser purba. Namun, ilmu pengetahuan menjadi lebih penting seiring perubahan iklim, kata Lonnie Thompson, penulis senior studi itu, profesor ilmu bumi di Ohio State, dan peneliti senior di Byrd Center.
"Kami hanya tahu sedikit tentang virus dan mikroba di lingkungan ekstrem ini, dan apa yang sebenarnya ada di sana. Dokumentasi dan pemahaman tentang itu sangat penting: Bagaimana bakteri dan virus merespons perubahan iklim? Apa yang terjadi ketika kita beralih dari zaman es ke periode hangat seperti sekarang ini?" kata Thompson.
Studi ini merupakan upaya lintas disiplin ilmu antara Ohio State\'s Byrd Center dan Center for Microbiome Science-nya. Inti es Guliya 2015 dianalisis sebagai bagian program kolaboratif Byrd Polar and Climate Research Center dan Institute of Tibetan Plateau Research dari Chinese Academy of Sciences, didanai US National Science Foundation dan Chinese Academy of Sciences.
Sebelumnya, riset juga mengungkap bakteri dan virus purba terkurung di lapisan es. Sebagaimana dikutip BBC, 4 Mei 2017, dalam studi tahun 2005, tim peneliti NASA menemukan bakteri Carnobacterium pleistocenium yang terkurung di kolam beku di Alaska selama 32.000 tahun.
Dua tahun kemudian, para ilmuwan berhasil menghidupkan kembali bakteri yang selama 8 juta tahun tertidur dalam es, di bawah permukaan gletser di Lembah Beacon dan Mullins di Antartika. Dalam studi yang sama, bakteri juga dihidupkan kembali dari es yang berusia lebih dari 100.000 tahun.
Baca juga Evolusi Bersama Virus
Namun tak semua bakteri dapat hidup kembali setelah dibekukan dalam lapisan es. Bakteri antraks dapat membentuk spora amat kuat sehingga bisa bertahan lebih dari satu abad. Bakteri lain yang dapat membentuk spora dan dapat bertahan hidup di lapisan es antara lain tetanus.
Sejumlah virus juga bisa bertahan untuk waktu lama. Dalam studi tahun 2014, tim yang dipimpin Claverie menghidupkan kembali dua virus yang telah terperangkap dalam lapisan es Siberia selama 30.000 tahun. Dua virus itu dikenal sebagai Pithovirus sibericum dan Mollivirus sibericum.
Kedua virus tersebut merupakan virus raksasa karena tidak seperti virus pada umumnya, keberadaan dua virus itu dapat dilihat di bawah mikroskop biasa. Mereka ditemukan 100 kaki di bawah tanah di tundra pantai. Begitu mereka dihidupkan kembali, virus-virus itu dengan cepat menjadi menular.
Claveria menyatakan, virus dari manusia pertama yang menghuni Kutub Utara bisa muncul. Kita bahkan dapat melihat virus dari spesies hominin yang sudah lama punah, seperti Neanderthal dan Denisova, di Siberia yang penuh dengan berbagai penyakit yang disebabkan virus.
Sisa-sisa Neanderthal pada 30.000-40.000 tahun lalu ditemukan di Rusia. ”Kemungkinan kita dapat menemukan virus dari Neanderthal yang telah lama punah menunjukkan anggapan virus dapat diberantas dari planet ini salah dan memberikan kita rasa aman yang salah pula,” kata Claveria.
Meski pengetahuan dan teknologi kedokteran kian maju, umat manusia masih kewalahan menghadapi ancaman berbagai virus mematikan. Sejumlah riset pun mengungkap dampak perubahan iklim terhadap daya tahan virus terhadap berbagai kondisi lingkungan, termasuk yang ekstrem.
Seiring perjalanan evolusi virus, pertempuran umat manusia menghadapi serangan virus masih jauh dari usai. Temuan virus yang terperangkap selama ribuan tahun di lapisan es menunjukkan perjalanan panjang interaksi manusia dengan berbagai macam virus.