Kecerdasan Buatan Dukung Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca
Teknologi kecerdasan buatan terus dikembangkan untuk membantu dalam pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang lebih efektif dan efisien.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan teknologi modifikasi cuaca merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membasahi lahan gambut dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Dikembangkannya data perkiraan tinggi muka air tanah menggunakan kecerdasan buatan dapat mendukung operasi teknologi modifikasi cuaca lebih efektif dan efisien.
Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Yudi Anantasena mengemukakan, permintaan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) semakin meningkat seiring tingginya frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi ataupun kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia.
”TMC awalnya dimanfaatkan untuk tujuan pengelolaan sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air irigasi dan PLTA. Tetapi, dalam satu dekade terakhir justru banyak dimanfaatkan untuk tujuan mitigasi bencana hidrometerologi, khususnya karhutla,” ujarnya dalam webinar tentang implementasi kecerdasan buatan dalam mendukung pelaksanaan operasi TMC, Selasa (27/7/2021).
Menurut Yudi, dari data selama lima tahun terakhir, deteksi titik panas selalu terjadi pada bulan-bulan musim kering di provinsi rawan karhutla. Namun, terkadang BPPT baru diminta membantu menerapkan TMC ketika kondisi karhutla memburuk. Padahal, pada musim seperti itu, kondisi atmosfer relatif kering dan kurang mendukung untuk pertumbuhan awan potensial untuk disemai sehingga kurang efisien, baik secara fisik maupun materi.
Pencegahan dapat dilakukan oleh TMC dengan cara pembasahan di lahan gambut sehingga TMC seharusnya dilakukan pada musim transisi, di mana jumlah awan potensial masih tersedia.
Selain itu, dilakukannya operasi TMC pada saat titik panas atau asap sudah banyak muncul juga dipandang kurang efektif. Hal ini karena operasi TMC bukan untuk membuat hujan secara langsung, tetapi mengoptimalkan awan-awan yang ada agar hujan turun lebih cepat atau lebih banyak.
”Paradigma operasi TMC untuk penanggulangan karhutla seharusnya sudah bergeser ke arah pencegahan munculnya titik api di lahan gambut. Pencegahan dapat dilakukan oleh TMC dengan cara pembasahan di lahan gambut sehingga TMC seharusnya dilakukan pada musim transisi, di mana jumlah awan potensial masih tersedia,” katanya.
Perekayasa Muda Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Saraswati Dewi mengatakan, dibutuhkan sebuah data penunjang yang dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan TMC untuk mitigasi bencana karhutla.
Tujuan data penunjang berupa perkiraan tinggi muka air tanah (TMAT) lahan gambut, yaitu agar gugus tugas fungsional dapat membuat keputusan yang optimal dalam mencegah karhutla berdasarkan prediksi berbasis bukti. Gugus tugas ini terdiri dari BPPT, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan tim pemadam kebakaran.
Dalam membangun sistem perkiraan TMAT ini, BBTMC-BPPT menggunakan data dari sistem pemantauan air lahan gambut (Sipalaga) milik Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Namun, BBTMC hanya mengambil 50 lokasi pengukuran dengan pertimbangan kelengkapan data dan lokasi yang representatif.
Data tersebut baru siap digunakan untuk permodelan setelah melalui pengolahan, seperti quality check (pemeriksaan kualitas), data preparation (penyiapan data), dan data aggregation (kumpulan data), serta proses data science, yakni tes model dengan berbagai algoritma. Permodelan ini kemudian diterapkan pada lokasi yang telah dipilih. Setiap lokasi memiliki performa model yang berbeda-beda tergantung dari variabel penyertanya.
Saraswati mengatakan, data hidrologi lahan gambut yang digunakan BBTMC merupakan data terkini. Data prediksi TMAT juga diperbarui secara berkala setiap dua minggu sekali sehingga dapat menjadi referensi dalam pembuatan keputusan terhadap penerapan TMC.
Praktisi Kecerdasan Artifisal Bidang Kebencanaan, Amirah Raissa Putri, mengatakan, data satelit kerap digunakan dalam pengembangan model prediksi karhutla. Sebab, data ini memiliki cakupan luas, mudah didapat, diperbarui setiap hari, dan bersifat saintifik karena digunakan untuk mengamati karakter geobiofisik permukaan bumi.
Dalam mendapatkan prediksi tersebut, peneliti atau perekayasa menggunakan pembelajaran mesin (machine learning) karena dapat menyelesaikan permasalahan yang susah dipecahkan dengan metode deterministik ataupun stokastik. Bantuan mesin ini juga memudahkan permodelan data multivariabel mengingat data yang banyak akan menghasilkan prediksi yang semakin akurat.
Infrastruktur
Saat ini BPPT juga telah berinvestasi dalam infrastruktur yang mendukung implementasi kecerdasan buatan. Infrastruktur itu mulai dari sumber daya komputasi berspesifikasi tinggi (super computing) hingga pengadaan pusat data yang dapat menampung dan mengolah data, khususnya terkait karhutla. Salah satu perangkat yang sudah digunakan dalam implementasi kecerdasan buatan di BBTMC adalah supercomputer NVIDIA DGX A100.
Kepala Seksi Program dan Penerapan Teknologi Balai Jaringan Informasi dan Komunikasi (BJIK) BPPT Dani Ramdani mengatakan, BPPT akan membangun sumber daya perangkat kecerdasan buatan dengan skema berbagi pakai. Jadi, selain BPPT, sumber daya ini juga dapat digunakan oleh pihak eksternal, seperti akademisi, industri, dan pemerintah.
Menurut Dani, BJIK telah membuat peta jalan pusat data hingga 2024. Pada 2021 dan 2022, BJIK akan mengembangkan pusat data dengan sertifikasi desain Rated 3 TIA-942. Proses sertifikasi ini sudah dilakukan tahun lalu secara daring.
”Pusat data yang baik itu sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku di luar. Jika mengacu standar ini, akan menjamin dari sisi pelayanannya. Diharapkan pada 2024 sudah ada layanan Rated 3 TIA-942, baik untuk BPPT maupun lembaga lain,” ucapnya.
Selain itu, BJIK juga telah memiliki ruang Network Operating Center (NOC) sebagai perangkat infrastruktur yang melakukan fungsi-fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan jaringan. Beberapa sistem yang terdapat dalam NOC ialah jaringan dan komputasi awan, keamanan, kelistrikan, serta pendingin. Semua sistem tersebut dipantau selama 24 jam.