Varian Delta Susah Dihentikan, WHO Sarankan Pembatasan Ketat
Kajian terbaru menunjukkan, ”viral load” atau kandungan virus pada orang yang terinfeksi varian Delta sangat tinggi dibandingkan mereka yang terinfeksi dengan jenis virus SARS-CoV-2 versi awal yang ditemukan di Wuhan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyebaran varian Delta di Indonesia semakin meluas, padahal varian baru ini sangat menular dan memiliki masa inkubasi lebih singkat. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menyarankan agar Indonesia memperkekat pembatasan untuk menghindari lebih banyak korban jiwa.
”Saya sejalan dengan anjuran WHO dalam situation report 21 Juli bahwa situasi Indonesia sekarang memerlukan pembatasan sosial yang ketat (stringent),” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama, Jumat (23/7/2021).
Laporan WHO terbaru ini menyebutkan, selama minggu 12-18 Juli, sebanyak 32 dari 34 provinsi melaporkan peningkatan jumlah kasus yang mengkhawatirkan, yaitu mencapai 50 persen atau lebih. Sebanyak 21 provinsi, dengan penambahan 8 provinsi dalam sepekan terakhir telah ditemukan varian Delta.
Sebanyak 33 dari 34 provinsi juga memiliki proporsi tes positif (positivity rate) lebih dari 20 persen, dari ambang aman 5 persen. ”Indonesia saat ini menghadapi tingkat penularan yang sangat tinggi, dan ini menunjukkan pentingnya penerapan kesehatan masyarakat dan tindakan sosial yang ketat, terutama pembatasan pergerakan, di seluruh negeri," tulis laporan WHO.
Orang yang terinfeksi Delta juga memiliki viral load hingga 1.260 kali lebih tinggi daripada orang yang terinfeksi dengan jenis aslinya.
Mengacu data Kementerian Kesehatan, kasus baru bertambah 49.071 pada Jumat, sedangkan kasus aktif bertambah 8.517 sehingga menjadi 569.901 orang. Penambahan kasus baru didapatkan dengan pemeriksaan 202.385 orang, di mana yang menggunakan polimerase rantai ganda (PCR) sebanyak 91.642 dengan tingkat kepositifan 46 persen, lebih tinggi dari rata-rata mingguan 42 persen.
Dengan kondisi ini, menurut Tjandra, pelonggaran pembatasan akan berisiko meningkatkan korban sakit dan meninggal, menambah beban kerja di fasilitas kesehatan, dan pada ujungnya juga berdampak pada ekonomi. ”Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi jadi memburuk, maka dampak ekonominya malah jadi lebih berat lagi,” katanya.
Tjandra mengatakan, saat ini tingkat kematian karena Covid-19 terus meningkat, sudah lebih dari 1.500 orang per hari, padahal masih dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. ”Perlu diantisipasi kemungkinan kenaikan kematian lagi kalau malah PPKM dilonggarkan,” ujarnya.
Dia mengingatkan, kita saat ini berhadapan dengan varian Delta yang memiliki tingkat penulan atau Ro dapat sampai 5,0 - 8,0. ”Artinya, potensi penularan di masyarakat masih sangat tinggi sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan,” katanya.
Sangat menular
Kajian terbaru menunjukkan, viral load atau kandungan virus pada orang yang terinfeksi varian Delta sangat tinggi dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi dengan jenis virus SARS-CoV-2 versi awal yang ditemukan di Wuhan, China. Temuan ini ditulis ahli epidemiologi Jing Lu dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Guangdong, China, dan tim di edisi pracetak medRxiv dan ditulis di Nature pada 21 Juli 2021.
Lu memeriksa kandungan virus pada tubuh sebanyak 62 orang di China yang terinfeksi Delta untuk melihat bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu. Para peneliti kemudian membandingkan pola infeksi peserta dengan 63 orang yang tertular virus SARS-CoV-2 versi awal tahun 2020.
Para peneliti melaporkan bahwa virus pertama kali terdeteksi pada orang dengan varian Delta empat hari setelah terpapar dibandingkan dengan rata-rata enam hari di antara orang yang terinfeksi varian awal virus ini. Ini menunjukkan bahwa varian Delta bereplikasi lebih cepat.
”Orang yang terinfeksi Delta juga memiliki viral load hingga 1.260 kali lebih tinggi daripada orang yang terinfeksi dengan jenis aslinya,” tulis Lu.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, temuan ini memperjelas mengenai bahaya varian Delta. ”Ini menjawab mengapa varian Delta sangat menular sehingga bisa ditularkan dalam hitungan detik oleh orang yang berpapasan tanpa memakai masker,” ujarnya.
Dengan banyaknya virus di saluran pernapasan, tambah Dicky, peristiwa superspreading cenderung menginfeksi lebih banyak orang, dan orang mungkin mulai menyebarkan virus lebih awal setelah mereka terinfeksi. Hal ini juga menjawab mengenai banyaknya kluster keluarga dan lingkungan.
Inkubasi yang singkat juga membuat pelacakan kontak lebih sulit. ”Ini membuat Delta sangat sulit dihentikan jika telanjur membesar,” ujarnya.