Daerah Didorong Lebih Gencar Lakukan Tes dan Pelacakan Kasus Covid-19
Kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, terutama di daerah, agar meningkatkan pelacakan dan tes terkait kasus Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seluruh kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, terutama di daerah didorong untuk meningkatkan pelacakan dan tes terkait kasus Covid-19. Dengan pelacakan dan tes yang masif diharapkan deteksi dini pada kasus baru bisa optimal sehingga upaya untuk memutus rantai penularan bisa lebih efektif.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, dorongan terkait pelacakan dan tes tersebut telah dipertegas melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor 1918 Tahun 2021 tentang Percepatan Pemeriksaan dan Pelacakan dalam Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Diharapkan, peningkatan jumlah pelacakan kontak dan tes kasus Covid-19 bisa mempercepat penanggulangan pandemi di Indonesia.
”Penguatan testing dan tracing ini akan diutamakan pada wilayah dengan mobilitas masyarakat dan tingkat penularan kasusnya tinggi. Dengan mengetahui kasus lebih cepat, tindakan-tindakan untuk mengurangi laju penularan virus bisa segera dilakukan,” katanya dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/7/2021).
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor 1918 Tahun 2021 juga diatur penggunaan hasil pemeriksaan tes antigen sebagai diagnosis pelacakan kontak erat dan suspek diperbolehkan untuk daerah yang masuk dalam PPKM level tiga dan level empat. Hasil pemeriksaan ini juga dapat digunakan sebagai data dukung untuk mengajukan klaim pelayanan Covid-19.
Maxi menyampaikan, penggunaan tes antigen diutamakan pada daerah yang alat diagnosisnya terbatas. Hasil pemeriksaan dari tes antigen ini bisa lebih cepat keluar sehingga proses pelacakan kasus juga bisa lebih cepat dilakukan.
Selain memperkuat tes Covid-19, pemerintah juga berupaya untuk memperketat penanganan kontak erat. Seluruh kontak erat dari kasus terkonfirmasi positif Covid-19 harus dikarantina sampai hasil tes negatif didapatkan. Hal ini penting untuk memastikan kontak erat ini tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat.
”Untuk meningkatkan pelacakan kontak, seluruh orang yang tinggal serumah ataupun yang bekerja di ruangan yang sama dengan kasus terkonfirmasi Covid-19 dianggap menjadi kontak erat. Karena itu, ia wajib diperiksa untuk entry test dan melakukan karantina,” kata Maxi.
Kontak erat ini termasuk pada orang-orang yang berada dalam satu perjalanan dengan kasus terkonfirmasi, satu kegiatan keagamaan ataupun sosial, seperti takziah, pengajian, kebaktian, pernikahan, serta memiliki riwayat makan bersama. Apabila dari hasil pemeriksaan terkonfirmasi positif Covid-19, pasien dengan gejala ringan dan tidak bergejala dapat langsung diisolasi di tempat isolasi terpusat yang tersedia. Sementara pasien dengan gejala sedang dan berat bisa dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan agar segera mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Penguatan testing dan tracing ini akan diutamakan pada wilayah dengan mobilitas masyarakat dan tingkat penularan kasusnya tinggi. Dengan mengetahui kasus lebih cepat, tindakan-tindakan untuk mengurangi laju penularan virus bisa segera dilakukan.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 24 Juli 2021 melaporkan, kasus baru yang terkonfirmasi positif bertambah sebanyak 45.416 orang dengan 1.415 kematian. Adapun jumlah orang yang diperiksa dalam sehari sebanyak 179.953 orang. Dari jumlah ini, tingkat kasus positif atau positivity rate harian mencapai 25,24 persen. Bahkan jika hanya merujuk pada pemeriksaan tes PCR dan tes cepat molekuler, tingkat kasus positif harian mencapai 43,68 persen.
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia Regional Asia Tenggara (WHO-SEARO) Tjandra Yoga Aditama berpendapat, tingkat kasus positif yang amat tinggi menunjukkan potensi penularan Covid-19 di masyarakat masih amat tinggi. Sesuai pedoman WHO, penularan mulai terkendali apabila tingkat kasus positif kurang dari lima persen.
”Kita juga berhadapan dengan varian Delta yang angka reproduksinya lima sampai delapan (satu orang bisa menular ke lima sampai delapan orang). Artinya potensi penularan di masyarakat masih tinggi sekali sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan,” ucapnya.
Tjandra menambahkan, angka kematian yang juga terus meningkat hampir mencapai 1.500 orang perlu diantisipasi. Jika PPKM dilonggarkan, angka kematian bisa semakin meningkat. Pelonggaran PPKM di tengah situasi yang belum terkendali juga bisa berdampak pada penambahan kasus positif, rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang kian terbebani, serta beban ekonomi yang semakin besar.
”Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi, sementara situasi epidemiologi justru memburuk. Jika begitu, dampak ekonominya yang timbul bisa jadi lebih berat lagi. WHO pun sudah menganjurkan Indonesia perlu menjalankan PHSM (pembatasan sosial dan penanganan kesehatan) yang ketat,” katanya.