Kawasan Lindung Efektif Cegah Deforestasi Hingga 86.000 Kilometer Persegi
Kawasan lindung bisa menjadi wahana konservasi utama yang penting untuk membendung gelombang keanekaragaman hayati dan hilangnya habitat di seluruh Bumi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
Hasil studi dan eksplorasi para peneliti menunjukkan kawasan lindung di setiap negara berhasil mengurangi deforestasi atau hilangnya kawasan hutan. Peneliti memperkirakan bahwa secara keseluruhan, kawasan lindung yang didirikan antara tahun 2000-2012 mencegah hilangnya hutan seluas 86.062 kilometer persegi.
Hasil studi peneliti dari Institut Sains dan Teknologi Okinawa (OIST), Jepang, yang mengungkap efektivitas kawasan lindung dalam mencegah deforestasi ini telah terbit di jurnal Environmental Research Letters, 29 Juni 2021.
Penulis pertama studi tersebut sekaligus peneliti di OIST, Payal Shah mengemukakan, kawasan lindung merupakan alat konservasi utama yang penting untuk membendung gelombang keanekaragaman hayati dan hilangnya habitat di seluruh Bumi. Oleh karena itu, para ilmuwan mendorong 30 persen daratan dan lautan dapat dilindungi pada tahun 2030.
“Semakin banyak lahan yang dilindungi, maka semakin penting juga mengukur efektivitas kawasan lindung tersebut. Dengan ini, pemangku kebijakan dapat membuat lebih banyak keputusan yang tepat tentang upaya konservasi di masa depan,” ujarnya dikutip dari situs resmi OIST, Rabu (14/7/2021).
Dalam studi ini, tim peneliti menggunakan data satelit tutupan hutan periode 2000-2012 dengan fokus analisis pada kawasan lindung yang telah ditetapkan. Peneliti hanya fokus menganalisis 81 negara dengan kawasan lindung yang cukup luas. Adapun total kawasan lindung dari 81 negara tersebut mencapai 3,2 juta kilometer persegi.
Tim peneliti kemudian memperkirakan seberapa efektif kawasan lindung ini dengan membandingkan perubahan tutupan hutan antara kawasan lindung dan kawasan tidak dilindungi secara statistik. Area lahan dicocokkan menggunakan berbagai faktor yang merupakan prediktor penting deforestasi, termasuk jarak ke kota, ketinggian dari permukaan laut, dan kemiringan lahan.
Menurut Payal, analisis ini bertujuan untuk memahami berapa banyak deforestasi yang akan terjadi dalam skenario alternatif jika suatu area tidak ditempatkan di bawah perlindungan.
Hasil analisis menunjukkan secara keseluruhan, sekitar 34.000 kilometer persegi hutan hilang di dalam kawasan lindung yang baru ditetapkan tahun 2000-2012. Namun, peneliti memperkirakan 86.062 kilometer persegi hutan juga akan hilang jika negara-negara tersebut tidak menetapkan kawasan lindung. Artinya, tanpa kawasan lindung, sekitar 120.000 kilometer persegi hutan akan digunduli.
“Ini menunjukkan bahwa kawasan lindung secara keseluruhan mengurangi deforestasi sebesar 72 persen. Tetapi hasil analisis ini akan lebih beragam saat data dikelompokkan berdasarkan negara,” kata Payal.
Dari hasil analisis tersebut, negara dengan penetapan kawasan lindung paling efektif yakni Afrika Selatan, Kamboja, Latvia, Guatemala, Uruguay, Brasil, dan Selandia Baru. Masing-masing negara tersebut mewakili benua atau kawasannya yaitu Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oseania.
Peneliti menemukan, salah satu faktor utama yang mendukung efektivitas kawasan lindung ini yakni ketatnya regulasi, pemantauan, hingga penindakan. Kategori ini juga didasarkan pada tingkat aktivitas manusia atau penggunaan sumber daya alam yang diperbolehkan di kawasan tersebut. Tidak lupa peneliti juga memasukkan data demografi, pertanian, ekonomi, hingga politik masing-masing negara ke dalam algoritma.
“Secara teoritis, setiap negara memiliki potensi yang sama baiknya dalam mencegah deforestasi. Tetapi kami melihat perbedaan besar dalam efektivitas kawasan lindung mereka. Ke depan kami ingin memahami faktor-faktor yang mendasarinya,” kata Payal.
Hasil laporan penilaian terbaru dari Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Jaringan Pemantau Konservasi Dunia (WCMC) juga menyatakan bahwa banyak kawasan lindung dunia yang belum memenuhi standar efektivitas untuk mencegah deforestasi.
“Penilaian ini bukan tentang menghitung kilometer persegi luasan. Akan tetapi hal ini menyangkut kualitas dan pengelolaan kawasan lindung tersebut,” kata Inger Anderson, Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB dilansir dari China Dialogue.