Semakin maju negara, umumnya konsumsi sayuran, buah, dan daging akan meningkat. Ini memerlukan suplai di tengah keterbatasan lahan di perkotaan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat di negara yang semakin maju cenderung akan menggeser pola konsumsinya, yakni dari pangan yang mengandung karbohidrat menjadi sayur, buah, dan daging. Oleh karena itu, pemuliaan untuk meningkatkan kandungan gizi pangan atau biofortifikasi pada sayuran semakin diperlukan pada masa mendatang.
Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB University Muhamad Syukur mengatakan, tingginya jumlah penduduk, khususnya di daerah perkotaan, juga akan semakin meningkatkan permintaan pangan. Di sisi lain, masyarakat kota saat ini memiliki kecenderungan peduli terhadap nilai gizi pangan dan kesehatan.
”Semakin maju suatu negara, konsumsi pangannya juga akan semakin bergeser. Bagi negara maju, permintaan sayur, buah, dan daging akan lebih tinggi dibandingkan pangan yang mengandung karbohidrat,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Inovasi yang Mendukung Ketahanan Pangan dan Bernutrisi Tinggi”, Selasa (13/7/2021).
Perlu juga meningkatkan pemuliaan dan penyiapan benih untuk pertanian perkotaan (urban farming) mengingat jumlah penduduk perkotaan yang semakin tinggi.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), produksi sayuran di dunia, terutama di Asia, meningkat cukup signifikan dari tahun 2008 ke 2018. Tercatat produksi sayuran dunia pada 2008 sebesar 878 juta ton dan meningkat menjadi 1,08 miliar ton pada 2018. Khusus di Asia, produksi sayuran meningkat dari 649 juta ton menjadi 832 juta ton pada periode waktu yang sama.
Meski demikian, kondisi konsumsi sayuran dan buah di Indonesia masih belum memenuhi rekomendasi dari FAO, yakni 400 gram per hari dengan komposisi 150 gram buah dan 250 gram sayuran. Sementara mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi sayuran dan buah masyarakat Indonesia pada 2016 baru mencapai 178 gram per hari. Artinya, konsumsi sayur dan buah penduduk Indonesia baru 43 persen dari yang direkomendasikan.
Guna mendukung dan mengoptimalkan pergeseran pola konsumsi di Indonesia, kata Syukur, diperlukan upaya pemuliaan untuk meningkatkan kualitas hasil dan nilai gizi pangan atau biofortifikasi pada sayuran. Nilai gizi yang perlu ditingkatkan di antaranya betakaroten, antosianin, dan senyawa fenolik tinggi.
”Berbagai sayuran memang memiliki nilai gizi tersebut. Tetapi, perlu ditingkatkan lagi nilai gizinya untuk sayuran komersial atau yang didistribusikan kepada masyarakat,” katanya.
Syukur menjelaskan, terdapat tiga pendekatan dalam biofortifikasi sayuran, yakni rekayasa genetika, agronomi, dan pemuliaan. Saat ini, sejumlah penelitian dari IPB University juga telah berhasil mengindentifikasi dan meningkatkan nilai gizi dari kecipir, okra hijau, okra ungu, cabai, kacang panjang, dan tomat ungu.
Selain itu, diperlukan juga meningkatkan pemuliaan dan penyiapan benih untuk pertanian perkotaan (urban farming) mengingat jumlah penduduk perkotaan yang semakin tinggi. Adapun hal-hal yang kerap diminta petani perkotaan adalah benih yang memiliki karakter unik, nilai gizi baik, dan adaptif di pekarangan sempit.
Menurut Syukur, dari 59 perusahaan pembenihan hortikultura di Indonesia, hanya ada beberapa perusahaan yang mulai mengkhususkan penjualan benih untuk pertanian perkotaan. Ia berharap ke depan ada peningkatan perusahaan yang menyediakan perakitan sejumlah varietas untuk pertanian perkotaan.
Varietas unggul sayuran
Kepala Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Harmanto mengatakan, menyediakan sayuran dan buah yang baik dimulai dari benih, budidaya, panen, hingga pengolahan. Dalam penyajiannya, penting juga memperhatikan aspek higienis.
Menurut Harmanto, Balitsa telah menetapkan peta jalan penelitian dan pengembangan sayuran hingga 2024, meliputi kesesuaian lahan, perakitan varietas unggul, dan pengelolaan berkelanjutan. Hasil peta jalan litbang tersebut ditargetkan akan menghasilkan benih dan produk konsumsi serta membuat sistem pemasaran secara daring.
Saat ini, 109 varietas unggul sayuran telah dilepas oleh Balitsa dan didistribusikan ke sejumlah wilayah di Indonesia. Varietas itu di antaranya kentang, bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, jamur tiram, jamur kuping, buncis, bayam, petsai, mentimun, kangkung, dan kacang panjang.
”Inovasi teknologi masih sangat diperlukan karena masih terdapat kendala, terutama dalam panen, pascapanen, pengemasan, hingga marketing online. Ini perlu terus ditingkatkan karena rata-rata konsumsi sayuran di Indonesia masih rendah,” ucapnya.