Pasien Isolasi Mandiri Perlu Pendampingan Medis dan Psikologis
Layanan telekonsultasi dapat digunakan pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri. Layanan itu membuka akses pendampingan medis dan psikologis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri membutuhkan pendampingan medis dan psikologis. Layanan telekonsultasi diharapkan menjadi solusi sekaligus meningkatkan potensi kesembuhan pasien.
Layanan telekonsultasi di antaranya disediakan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) melalui grup percakapan Whatsapp. Hingga kini ada 400 orang yang bergabung. Grup percakapan itu kemudian dipecah menjadi grup-grup yang lebih kecil. Setiap grup didampingi oleh dokter dan psikolog.
Wakil Ketua Umum II Pengurus Pusat Kagama Anwar Sanusi, Sabtu (10/7/2021), mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 membuat sebagian orang terpaksa menjalani isolasi mandiri. Ini karena tingkat okupansi rumah sakit tinggi.
Perasaan cemas, takut, dan emosi negatif lain dinilai wajar di masa pandemi. Namun, emosi itu perlu dikelola agar tidak berkembang menjadi depresi dan berdampak ke kesehatan fisik.
”Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 menerima hantaman psikologis yang perlu dikelola. Karena itu, pasien yang menjalani isolasi mandiri butuh sekali didampingi secara medis dan psikologis. Layanan telekonseling ini kami harap membantu pasien tenang dan optimistis untuk sembuh,” kata Anwar yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan.
Program Kagama Telekonseling ini masih terbatas untuk anggota Kagama. Pihak Kagama sedang mengembangkan aplikasi khusus yang nantinya bisa diakses publik. Adapun layanan telekonseling ini melibatkan sejumlah sukarelawan yang terdiri dari 9 dokter, 23 psikolog, 1 apoteker, dan 2 ahli kebugaran.
Sebelumnya, pemerintah mendorong penggunaan layanan kesehatan daring atau telemedicine saat pandemi, khususnya bagi pasien yang menjalani isolasi mandiri. Layanan itu disediakan secara gratis di 11 aplikasi. Sebelas aplikasi yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan yaitu Halodoc, Good Doctor, Alodokter, GetWell, KlikDokter, KlinikGo, Link Sehat, Milvik Dokter, ProSehat, SehatQ, dan YesDok.
”Kami sangat memahami, mereka yang isolasi mandiri membutuhkan konsultasi, butuh diperhatikan, dan tahu bahwa mereka menerima pengobatan yang benar. Untuk itulah kami melakukan layanan telemedicine,” ucap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Kompas, 6/7/2021).
Ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan pasien Covid-19 saat menjalani isolasi mandiri. Pertama, jika isolasi mandiri di rumah, pastikan pasien menempati ruang terpisah dari anggota keluarga lain. Kedua, gunakan kamar mandi terpisah. Jika tidak memungkinkan, kamar mandi perlu dibersihkan secara berkala.
Ketiga, gunakan alat makan tersendiri untuk pasien. Keempat, siapkan termometer dan oksimeter untuk memantau suhu tubuh dan tingkat saturasi oksigen. Kelima, protokol kesehatan yang ketat wajib dijalani semua orang di rumah.
”Pasien Covid-19 tak bergejala atau bergejala ringan bisa isolasi mandiri. Yang termasuk pasien tak bergejala atau bergejala ringan adalah yang tingkat saturasi oksigennya di atas 94 persen,” kata dokter spesialis jantung Rumah Sakit Awal Bros di Pekanbaru, Dasdo Antonius Sinaga.
Ia menyarankan agar pasien isolasi mandiri mengonsumsi vitamin C, vitamin D3, dan Zinc. Konsumsi vitamin C untuk usia 1-3 tahun maksimal 400 miligram per hari, usia 4-8 tahun maksimal 600 gram per hari, usia 9-13 tahun maksimal 1.200 miligram per hari, usia 12-18 tahun maksimal 1.800 miligram per hari, dan orang dewasa 500 miligram setiap 3-4 kali per hari.
Pasien yang bergejala ringan juga dapat mengonsumsi obat, seperti parasetamol untuk meredakan demam dan oralit untuk diare. Pasien Covid-19 juga diimbau berjemur sinar matahai pada pukul 10.00 hingga 12.00 selama 10-15 menit.
Sementara itu, pasien isolasi mandiri juga perlu memperhatikan kesehatan jiwa. Perasaan cemas, takut, dan emosi negatif lain dinilai wajar di masa pandemi. Namun, emosi itu perlu dikelola agar tidak berkembang menjadi depresi dan berdampak ke kesehatan fisik.
”Stres bukan hal baru, tetapi reaksi dan ketidakmampuan beradaptasi dapat memengaruhi kesehatan dan justru menimbulkan penyakit,” kata Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Indria Laksmi Gamayanti.
Salah satu cara manajemen emosi negatif adalah dengan menyadari emosi itu, menerima dan memahaminya, serta mengelola dan mengekspresikannya secara tepat. Pasien yang merasa cemas, misalnya, dapat menyalurkan energi negatif dengan membaca, menggambar, menekuni hobi, menghubungi teman, dan melatih pernapasan.